Jakarta (PARADE.ID)- Di pasal 1 ayat 1 dalam UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik disebutkan bahwa pelayanan publik merupakan kegiatan dan serangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundangan—setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa atau pelayanan administratif yang diselenggarakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Lebih lanjut, dijelaskan dalam pasal 5 ruang lingkup pelayanan publik meliputi barang publik, jasa publik, serta pelayanan administratif yang meliputi pendidikan, pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat tinggal, komunikasi dan informasi, lingkungan hidup, kesehatan, jaminan sosial. Juga energi, perbankan, perhubungan sumber daya alam, prawisata dan sektor strategis lainnya.
Demikian dipaparkan oleh Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika, Rabu (2/2/2022), dalam diskusi publik “Pencegahan Maladministrasi dalam Pelayanan Publik Pengadaan Barang dan Jasa”.
Dalam konteks UU Nomor 25, Yeka kembali memaparkan, bahwa terdapat dua bentuk pelayan yakni pelayanan administrasi publik dan pelayanan barang dan jasa. Juga ada pelayanan proses tender, terdapat pelayanan administratif yang dimulai dari proses perencanaan, persiapan, pemilihan, pelaksanaan kontrak, hingga serah terima.
Dan proses masa kontrak, masyarakat yang terlibat dalam serangkaian proses tersebut menurut dia adalah masyarakat yang pekerjaannya berkelut dalam dunia usaha dan bergerak dalam peroses penyedia pengadaan barang dan jasa.
Untuk menjamin kelancaran usaha dan barang yang diterima pemerintah, kata dia juga agar memiliki kualitas yang bagus maka disusunlah serangkaian pengadaan barang dan jasa yang menjamin hak-hak masing masing pihak. Namun sering kali masyarakat berada dalam posisi lemah ketika berhadapan dengan pemerintah.
“Ketika terdapat masalah proses pelayanan barang dan jasa sehingga lembaga seperti Ombudsman inilah dapat dijajikan sebagai jembatan dalam masalah dan menyusun solusi bersama,” jelasnya.
Ia menjelaskan, bahwa berdasarkan pasal 3 UUD No 37 tahun 2008 tentang Ombudsman RI, tugas Ombudsman adalah menerima laporan dugaan maladministrasi dan penyelengaraan pelayanan publik. Salah satunya pengadaan barang dan jasa yang bersumber dari APBN.
Perlu diketahui, bahwa pengadaan barang dan jasa pemerintah merupakan salah satu kegiatan pemerintah yang pelaksanaannya diatur secara ketat proses yang berlaku. Pun sesuai dengan aturan-aturan yang ditetapkan.
“Oleh karena itu pengaduan atau laporan maladministrasi pada bidang ini harus perlu diawasi dan dilaksanakan dengan ketat,” ia menginfokan.
Pada tahun 2021 misalnya, jumlah pengaduan yang diterima Ombudsman terkait pengadaan barang dan jasa baru 118 laporan se-Indonesia. Dari jumlah tersebut sebanyak 53 yang ditindaklanjuti dalam proses pemeriksaan.
Substansi sebagian besar laporan yang dilaporkan oleh Ombudsman kata Yeka adalah tidak diberikan pelayanan saat menyampaikan keberatan, baik oleh KPK (misal) maupun inspektorat (sebanyak 21 laporan).
Selanjutnya ada juga yang tidak diberikan pelayanan tersebut atas keberatan proses pengumuman pendaftaran peserta lelang, penetapan pemenang lelang, hingga pelaksanaan kontrak tahap pendaftaran permasalahan yang sering dilaporkan berkenaan dengan persyaratan permasalahan yang ditimbulkan, yakni penetapan pemenang lelang tidak sesuai.
Paket Lelang 2010 hingga 2021
Tertinggi di 2019, katanya. Mencapai 144.787 paket. Namun, hingga 2021 Indonesia terkena Covif-19. Sehingga kata dia mengakibatkan paket menurun menjadi 97.044.
“Hingga tahun 2021 paket mencapai 93.339 paket yang diidentifikasi Ombudsman,” tekannya.
Adapun total nilai grafik dari tahun 2010 hingga 2021 yang dikalkulasikan Ombudsman: di tahun 2019 pencapainya nilai tertinggi mencapai Rp405.902.740, 490.910.00 hingga 2021 Rp269.171.020, 548.414.00.
Nilai tersebut bukan nilai yang kecil. Ombudsman pun kata dia akan serius dalam menangani maladminstrasi pengadaan barang dan jasa karena kemungkinan kebocoran keuangan negara di sini sangat tinggi.
“Ombudsman kali ini akan bekerja step by step memberikan kontribusi kepada negara dengan melakukan dari hulu, dengan mencoba memperbaiki kebocoran sehingga keuangan negara semakin hemat,” katanya.
Kerja Sama Ombudsman APIT LKPP
Permaslahan proses pengadaan barang dan jasa laporan dilakukan oleh inspektor jendral atau APIT. Tugas APIT dalam pengadaan barang dan jasa diatur dalam perpres nomor 16 tahun 2018, yaitu melakukan pengawasan interen dalam tugas.
Fungsi instansi pemerintah termasuk akuntabilitas keuangan negara. Namun dalam kenyataanya APIT sering kali melakukan penyelagunaan dengan membiarkan laporan berlarut-larut dan tidak ada penyelesaiyan.
Yeka berharap ke depan Ombudsman APIT bekerja sama dengan LKPP untuk lebih progresif dalam menangani berbai laporan yang masuk dari masyarakat.
“Diketahui, bahwa data 10 instansi dengan jumlah nilai pemenang paket terbanyak dari tahun 2010 hingga tahun 2021 yaitu Kementerian PUPR dan dengan nilai total Rp460 triliun dengan total paket lelang sebanyak 402.709 ribu paket,” kata dia.
(Juf/PARADE.ID)