Jakarta (PARADE.ID)- Puluhan massa buruh dari Niaga, Informatika, Keuangan Perbankan dan Aneka Industri (NIKEUBA) hari ini, Kamis (10/3/2022), melakukan aksi unjuk rasa di depan perusahaan Lestari Jaya Raya (LJR), Cakung, Jakarta Timur.
Aksi ini salah satunya terkait dugaan upah karyawan yang tidak dibayarkan sesuai dengan Upah Minimum Provinsi (UMP) oleh pihak LJR. Hal tersebut sebagaimana yang disampaikan oleh Koordinator Wilayah Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (Korwil KSBSI) DKI Jakarta yang turut serta dalam aksi.
“Ini adalah bentuk solidaritas kita. Kalau hari ini yang kita lakukan apa yang sudah terjadi oleh kawan-kawan LJR, soal pemberian upah di bawah UMP. Apa yang dilakukan pihak LJR tindak kejahatan, karena beri upah di bawah UMP. Jelas aturannya. Tidak bisa diganggu-ganggu. Kalau diganggu, perusahaan melakukan kesalahan,” kata dia, dalam orasinya.
Kalau tidak ada niat baik dari pihak LJR atas dugaan tersebut, kata Hori, maka artinya pihak LJR sudah memulai cari persoalan dengan buruh. Kalau demikian adanya maka ia memastikan akan melakukan koordinasi dengan federasi lainnya untuk aksi besar di LJR.
“Kita tidak mau cari gara-gara. Perlu diketahui bahwa niat kami tidak ada mengganggu kegiatan di sini. Kalau terganggu, ya, karena pihak LJR. Jangan salahkan kami jika kami menutup jalan (nanti),” paparnya.
“Ini akibat kezaliman oleh LJR ke karyawannya. Indikasinya telah berbuat jahat. Bayar upah di bawah UMP. LJR tidak patuh jalankan UU,” sambungnya.
Soal lainnya terkait aksi ini yakni soal dugaan penggelapan iuran BPJS Ketenagakerjaan oleh pihak LJR.
“Ini harus dipertanyakan, karena ini hak kita. Bagaimana tanggung jawab perusahaan soal BPJS Ketenagakerjaan yang entah ke mana uangnya,” tanyanya.
Atas hal itu, untuk menindaklanjuti, Hori mengimbau agar kawan-kawan buruh menyimpan bukti pemotongan iuran BPJS Ketenagakerjaan yang dilakukan oleh perusahaan.
“Kalau ada dugaan penggelapan, kita lapor ke pihak berwajib. BPJS Ketenagakerjaan dipotong tetapi tidak disetorkan. Apa yang namanya ini kalau bukan penggelapan?” katanya.
Hori menjelaskan, bahwa aksi ini, kalau ada yang keberatan, maka hal itu bertolok belakang dengan UU yang ada. Dimana telah diatur oleh UU, menyampaikan pendapat.
“Aksi hari ini diatur dalam UU. Tidak ada yang kita langgar. Kita nutup jalanan juga gak masalah, apalagi nutup perusahaan yang punya masalah dengan kita,” kata dia.
“Namanya aksi menganggu. Kalau bukan mengganggu, bukan aksi namanya. Ada yang tidak mengganggu, namanya aksi (demo) masak. Kenyataannya aksi ini sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tandasnya.
(Rob/PARADE.ID)