Jakarta (PARADE.ID)- Politisi Gelora, Fahri Hamzah menyebut bahwa Di Kaltara dan di banyak provinsi yang sangat banyak konsesi tambangnya, harga per suara pemilih pemilu sudah mencapai 1 juta ke atas. Hal ini terutama terjadi pada daerah pemilihan yang kecil jumlah pemilihannya, sehingga uang yang bisa didapat dari industri lebih dari kembali modal.
“Ini yang menjelaskan di daerah-daerah tambang yg pengrusakan lingkungan terjadi secara sangat masif tapi pada saat yang bersamaan tidak ada pengawasan sama sekali. Lalu di daerah yang didatangi oleh pekerja asing ilegal yang begitu banyak , DPRD/DPR/DPD diam saja,” kata dia, Senin (23/5/2022).
Hancurnya sistem pengawasan di Indonesia juga menurut dia disebabkan oleh fakta bahwa para anggota dewan yang terpilih (juga) adalah kaki tangan dari parpol di tingkat pusat. Sementara pejabat partai politiknya melakukan negosiasi dengan pemilik tambang maka anggota dewan diminta mengamankan.
“Sekali lagi ini lingkaran setan yang sudah menjadi kenyataan dan pertanyaannya adalah, Apakah partai politik dan para calon presiden mengerti cara mengakhiri semua ini atau mereka hanya ikut saja dengan arus yang sudah ada, melanggangkan oligarki dan money politics,” demikian tertulis di akun Twitter-nya.
Dilema dan lingkaran setan ini kata dia sangat kasat mata membuat pemilihan umum (Pemilu) tidak lebih merupakan prosesi tipu menipu antara pemilih dan yang dipilih, pemimpin dengan rakyat. Rakyat dan pemimpin menganggap money politics itu rezeki jangka pendek dalam prosesi demokrasi yang rumit.
Di sisi lain, para politisi yang merasa telah membayar mahal sampai jual harta atau berutang untuk membiayai pemilu yang mahal juga merasa bahwa rakyat tidak perlu harus dilayani selamanya karena mereka harus mengembalikan modal yang telah dikeluarkan selama kampanye.
Kekecewaan rakyat kepada partai politik yang membuat mereka mengambil uang dari politisi saat pemilu, lanjut dia, lebih sebagai perasaan bahwa mereka tidak terlalu punya manfaat dalam jangka panjang, karena sebab itu diambil uangnya untuk jangka pendek. Semua ini pasti punya akar yang dalam.
“Sepanjang jalan orang2 mengeluhkan mahalnya biaya pemilu dan money politics yg merajalela di bawah. Hal ini karena Wakil Rakyat hanya datang sekali 5 tahun. Maka, rakyat mau ambil untung di depan saja, transaksi yg kasar. Bisakah partai politik mengakhiri lingkaran setan ini?”
(Rob/PARADE.ID)