Jakarta (parade.id)- Government and Aparatur Watch (Gawach) mempersoalkan tampil dan komentarnya mantan Penyidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang menyinggung KPK karena meminta keterangan kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan terkait Formula E.
Menurut Direktur Eksekutif Gawach, Sayuthi, dalam hal itu, Novel dianggap telah memberikan pernyataan yang tidak sepatutnya dilakukan oleh seorang ASN dan disinyalir telah melanggar kode etik, serta disiplin Pegawai ASN sebagaimana diatur dalam PP No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
“Dalam podcast dan cuplikan video tersebut, kami mempertanyakan kapasitas seorang ASN Polri seperti Novel Baswedan yang melakukan kegiatan di luar kedinasan tanpa seizin Pimpinan memberikan pendapat pribadi yang tendensius di ruang publik, terkait kasus penyelenggaraan Formula E yang sedang diselidiki oleh aparat penegak hukum lain (KPK),” kata dia, dalam keterangan medianya, Kamis (13/10/2022).
Hal itu, kata dia, berpotensi menimbulkan disharmoni antara dua institusi, yakni Polri dan KPK, karena dapat dianggap personel ASN Polri mencampuri proses penanganan kasus yang sedang ditangani oleh KPK sehingga menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.
“Kedudukan Novel Baswedan selaku host dalam video tersebut yang mewawancarai dan menggiring Bambang Widjojanto untuk memberikan opini terkait kasus yang sedang ditangani oleh aparat penegak hukum, yang cenderung mendiskreditkan proses penegakan hukum yang tengah dilakukan oleh KPK,” katanya.
“Dalam kapasitas apakah seorang ASN Polri seperti Novel melakukan kegiatan podcast di luar kedinasan untuk mempengaruhi opini publik, dengan menampilkan Bambang Widjojanto, mantan pimpinan KPK, yang berpendapat mempertentangkan penyelidikan KPK dengan argumentasi bahwa informasi yang disampaikan oleh berbagai pakar terkait “pelanggaran Formula E dan Penyelenggaraan Formula E Bermasalah” tidaklah benar adanya,” ia melanjutkan.
Kegiatan Novel, sebagai ASN Polri ini kata Sayuthi juga upaya untuk manipulasi peristiwa dan merupakan bentuk politisasi sehingga dapat dikategorikan sebagai kriminalisasi juga.
Ia pun memohon kepada Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Prof Agus Pramusinto agar bisa memperhatikan soal yang dimaksud olehnya, mengingat Novel Baswedan, sejak tanggal 9 Desember 2021 telah berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) Polri, yang terikat pada peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan ASN, khususnya yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, PP nomor 42 tahun 2004 Tentang Pembinaan Jiwa KORPS dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil dan PP Nomor 94 Tahun 2021 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
“Namun demikian, berdasarkan pemantauan kami bahwa Ybs belum dapat menempatkan diri sebagai seorang ASN yang dapat mengamalkan kode etik, kode perilaku maupun disiplin seorang ASN sebagaimana fakta yang terungkap dalam video dan podcast tersebut. Sangat jelas bahwa Sdr. Novel Baswedan mengeluarkan pernyataan yang mengomentari kasus Formula E, yang saat ini masih dalam penyelidikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, dan menggiring pertanyaan untuk membentuk opini kontra terhadap upaya penyelidikan KPK terhadap kasus Formula E merupakan pelanggaran Disiplin ASN,” terangnya.
Tindakan, pernyataan maupun komentar yang dilayangkan oleh Novel Baswedan melalui video yang beredar tersebut diduga olehnya telah melanggar beberapa ketentuan dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN. Di antaranya:
a. Pasal 4 terkait Nilai dasar pada huruf (d) menjalankan tugas secara profesional dan tidak berpihak.
“Sdr. Novel Baswedan sebagai ASN Polri tidak menjalankan tugasnya secara profesional. Seorang ASN Polri (penegak hukum) seharusnya membantu penegakan hukum atas oknum yang diduga melakukan tindak pidana korupsi ataupun tindak pidana lainnya,” katanya.
Namun pernyataan maupun komentar Novel Baswedan dalam video tersebut kata dia cenderung mengarahkan kesimpulan bahwa tidak terjadi tindak pidana dalam kasus Formula E, yang merupakan bentuk mendahului proses hukum yang sedang berjalan. Hal ini juga memperjelas standing point dari Novel Baswedan yang condong berpihak pada terperiksa kasus Formula E, Anies Baswedan, karena memiliki hubungan kekerabatan dengannya.
Pasal lainnya yang dianggap melanggar olehnya, yaitu pasal 5, terkait dengan kode etik dan kode perilaku ASN pada huruf (d) melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
“Sebagai ASN Polri, Sdr. Novel Baswedan seharusnya menjadi pionir dalam penegakan hukum. Ybs seharusnya juga taat pada hukum yang berlaku dan membantu jalannya proses penegakan hukum, bukannya melakukan manuver yang dapat dikategorikan sebagai obstruction of justice, menghalangi upaya penegakan hukum serta berkomentar terkait hal-hal yang ada di luar pengetahuannya,” kata dia.
Lainnya, di pasal 5 terkait dengan kode etik dan kode perilaku ASN pada huruf (i) memberikan informasi secara benar dan tidak menyesatkan kepada pihak lain yang memerlukan informasi terkait kepentingan kedinasan.
“Pernyataan ataupun komentar Sdr. Novel Baswedan dalam video tersebut bukan informasi yang benar karena tidak ada dasarnya sehingga menyesatkan bahkan menghasut masyarakat / publik yang mendengar untuk membenci dan menuduh KPK melakukan kriminalisasi, padahal sampai saat ini kasusnya masih dalam proses penyelidikan dan belum ada penetapan tersangka,” paparnya.
“Tindakan yang dilakukan oleh Novel Baswedan melalui penggiringan opini tersebut telah melanggar kode etik ASN, di mana ybs saat ini berstatus ASN yang seharusnya dapat menaati dan menghayati kode etik ASN,” sambungnya.
Terdapat beberapa pelanggaran terhadap PP Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa KORPS dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil yang dapat disangkakan telah diperbuat oleh Novel Baswedan, antara lain, kata dia:
Pasal 6 terkait Nilai-nilai Dasar yang harus dijunjung tinggi oleh Pegawai Negeri Sipil yakni pada huruf (d) mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
“Sdr. Novel Baswedan adalah sepupu dari Anies Baswedan yang pernah dipanggil dan diperiksa oleh KPK terkait kasus Formula E. Tindakan Novel Baswedan patut diduga didasari motif mendahulukan kepentingan pribadi dan atau golongan di atas kepentingan negara,” dugaannya.
“Hal ini disebabkan karena tindakan ybs dalam video tersebut dapat diduga sebagai bentuk obstruction of justice, karena berupaya mempengaruhi persepsi masyarakat agar bertentangan dengan upaya KPK dalam penegakan hukum terhadap kasus Formula E,” ia melanjutkan.
Kemudian, kata dia, di pasal 8 terkait etika dalam bernegara yakni pada huruf (c) menjadi perekat dan pemersatu bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Tindakan Ybs dengan menyebarkan video tersebut dapat berdampak pada polarisasi di masyarakat, antara masyarakat yang mendukung KPK untuk mengusut tuntas kasus Formula E dan masyarakat yang tidak menyetujuinya. Keadaan ini dapat menjadi pemicu terjadinya gesekan di tengah masyarakat yang mengganggu kesatuan, persatuan bangsa sekaligus mengganggu situasi keamanan dan ketertiban masyarakat,” katanya.
Ia kembali menduga ada beberapa pelanggaran terhadap PP nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil yang dapat disangkakan telah diperbuat oleh Novel Baswedan, antara lain:
Pasal 3 terkait kewajiban PNS yakni pada huruf (f) menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, ucapan dan tindakan kepada setiap orang, baik di dalam maupun di luar kedinasan.
“Baik pertanyaan maupun pernyataan atau komentar yang dilayangkan oleh Sdr. Novel Baswedan dalam video podcast tersebut sama sekali tidak menunjukkan adanya integritas dan keteladanan dalam sikap seorang ASN. Sebagai ASN yang baik seharusnya Sdr. Novel Baswedan mampu menjaga integritasnya dengan tidak mencampuri, apalagi menghalangi upaya institusi pemerintah lainnya dalam melakukan tupoksinya,” ungkapnya.
Seharusnya, kata dia, Novel Baswedan mampu menahan diri untuk tidak ikut campur dalam proses penyelidikan dan penegakan hukum kasus Formula E.
Kemudian di pasal 4 selain memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 3, PNS wajib: pada huruf (c) mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan pribadi, seseorang dan/atau golongan.
“Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, Sdr. Novel Baswedan merupakan sepupu dari Sdr. Anies Baswedan yang pernah dipanggil dan diperiksa oleh KPK terkait kasus Formula E,” katanya lagi.
Dalam video tersebut, pengamatannya, Novel Baswedan terlihat sangat kentara berupaya “membela” sepupunya dengan menggiring opini masyarakat bahwa tidak ada yang salah dalam penyelenggaraan Formula E, bahkan tindakan KPK mengusut kasus ini dinilainya sebagai bentuk politisasi dan kriminalisasi terhadap sosok sepupunya tersebut.
“Sdr. Novel Baswedan telah melupakan dan mengesampingkan kewajiban disiplin yang harus dijunjungnya sebagai ASN dengan mengutamakan kepentingan pribadi serta sanak keluarganya di atas upaya negara dalam menegakkan hukum atas dugaan pelanggaran pidana dalam penyelenggaraan Formula E,” katanya.
Berdasarkan hal-hal yang Gawach sampaikan di atas, lagi-lagi ia memohon perhatian dari Ketua KASN, sesuai fungsi dari Komisi Aparatur Sipil Negara untuk mengawasi pelaksanaan norma dasar, kode etik dan kode perilaku ASN, termasuk melakukan memutuskan adanya pelanggaran kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN juga pelayanan pengaduan masyarakat bila ada penyimpangan kode etik, kode perilaku yang dilakukan oleh Pegawai ASN ataupun Pegawai Negeri Sipil Polri, untuk menindaklanjuti laporan pengaduan ini sebagaimana mestinya.
Berikut unggahan Podcast di Platform Youtube yang dimaksud olehnya: “Mau Buka-Bukaan Soal Formula E? Kita Buka Faktanya Disini !!! Bambang Widjojanto” (link : https://www.youtube.com/watch?v=i0lNynYvPeI) dan beredarnya cuplikan video Novel Baswedan dan Bambang Widjojanto berjudul “Eks Pimpinan KPK Buka-Bukaan Formula E & Politik Kriminalisasi” dan tagar #formulaE.
Adapun kalimat yang Gawach permasalahkan dalam video tersebut antara lain:
a. “Jadi secara kelembagaan terhadap KPK nya saya sih prihatin, saya kasihan. Ketika KPK yang seharusnya bisa kita percaya justru berkali-kali, oknum- oknumnya justru menyampaikan sesuatu yang nggak bisa dipercaya.” (pada Menit 02.27 – 02.43)
b. “Kan ini, Pak, sering dibahas juga, soal commitment fee, karena apa, commitment fee kan sering kali persepsinya negatif, commitment fee, seolah- olah ada suatu transaksi ilegal gitu, dan kemudian ada uang di bawah meja yang bergerak dengan nama commitment fee. Ini yang sebenarnya seperti apa sih, Pak?” (pada menit ke 10.20 – 10.45)
c. “Menarik ini. Ini bukan bela-bela ya, Pak. Kita ngomong fakta. Dan disampaikan ini agar orang tidak mudah terhasut dengan pemutarbalikan fakta atau framing-framing. Itu yang bahaya soalnya.” (pada menit 12.51- 13.08)
d. “Emang bahaya kalau kemudian framing atau memotong-motong persepsi kemudian yang timbul adalah dibuat sedemikian rupa seolah-olah itu bermasalah.” (pada menit ke 13.35 -13.49)
(Verry/parade.id)