Jakarta (parade.id)- Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi bekerjasama dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit menyelenggarakan workshop dengan judul “Workshop Oleokimia dari Minyak Sawit: Potensi dan Tantangan”, Selasa (24/10/2023), di IPB International Convention Center, Botani Square, Bogor, Jawa Barat.
Dalam workshop itu, hadir beberapa pembicara, seperti Kepala Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (SBRC) IPB Meika Syahbana, Kepala Divisi Teknologi Proses Dept. TIN FATETA IPB Erliza Hambali, Kepala Divisi Lembaga Kemasyarakatan dan Civil Society Direktorat Kemitraan BPDPKS Aida Fitria—mewakili Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrahman, dan Sekjend Asosiasi Produsen Oleokimia Indonesia (APOLIN) Rapolo Hutabarat.
Masing-masing pembicara memaparkan materinya. Secara umum, pembicara menyinggung potensi dan tantangan bagi kita, pada umumnya, dan Indonesia khususnya, untuk menjadikan oleokimia sebagai bahan dasar berbagai macam produk yang ditingkatkan perhatiannya, agar negara dapat lebih bersaing.
Misal potensi—peningkatan pangsa pasar, di mana data terbaru menunjukkan peningkatan sebanyak 6,3 persen. Naiknya angka itu, karena beberapa faktor pendorong, di antaranya personal care, kosmetik, mamin (makanana dan minuman), farmasi, dan lain-lain.
Hal itu diuraikan Kepala Divisi Teknologi Proses Dept. TIN FATETA IPB, Erliza Hambali.
Prospek oleokimia ini pun disebutnya bernilai sangat besar dengan nilai tambah yang dijalankan. Oleh karena itu kata dia perlu terus dikembangkan produk turunannya seperti oleokimia di dalam negeri.
“Pengetahuan kita untuk mengembangkan produk turunan harus dibangun. Dalam workshop ini diharapkan dapat memberikan informasi terbaru bagi peserta terutama segi teknologinya. Pengembangan ini tentunya untuk kesejahteraan rakyat Indonesia,” ujarnya
Namun demikian, menurut Sekjend APOLIN Rapolo Hutabarat, ada tantangan yang perlu dihadapi bersama terhadap potensi oleokimia itu.
“Semakin ke hilir itu memang volumenya makin sedikit dan ragam produknya makin banyak tetapi nilai tambahnya itu jauh lebih besar dari produk hulunya. Sementara yang di hulu volumenya digunakan dalam maupun luar negeri dalam volume yang cukup besar tetapi nilai tambahnya lebih kecil daripada produk-produk hilir lanjutan, ungkap Rapolo.
Memang, kata Rapolo, semakin banyak ragam jenis itu—nilai tambah yang diperoleh di dalam negeri juga jauh lebih besar, karena terjadi investasi yang cukup mahal dari sisi peralatan, teknologi pengembangan sumber daya manusia.
“Tentunya pelatihan alih teknologi. Itulah yang menyebabkan daya saing kita akan semakin meningkat,” katanya.
“Didukung juga oleh kebijakan pemerintah, seperti pemberian harga gas 6 dolar di plan masing-masing perusahaan yang memperoleh harga gas tersebut,” sambungnya.
Kemudian ada tax holiday dan berbagai kemudahan lainnya yang diberikan pemerintah kita, sehingga seluruh komponen yang diproduksi oleh chemical itu lebih lancar proses kepabeanannya.
“Supaya daya saing kita semakin meningkat,” katanya.
(Rob/parade.id)