Jakarta (PARADE.ID)- Aliansi Cerahkan Negeri (ACN) memberikan respon terhadap pernyataan Wakil Ketua Komisi VIII, Marwan Dasopang terkait wacana untuk mengeluarkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dari Prolegnas di tahun 2020. Saat kami wawancara melalui telepon, Koordinator Aliansi Cerahkan Negeri, Erik menyatakan dukungannya terhadap pernyataan tersebut.
“Kami mengapresiasi dan memberi dukungan penuh terhadap rencana Komisi VIII DPR mengeluarkan RUU P-KS dari Prolegnas periode 2020,” ucap Erik kepada kami melelui telepon. Menurutnya, tindakan Komisi VIII sudah tepat untuk mengeluarkan RUU yang hingga kini belum sampai pada tahap pembahasan tersebut.
“Selain itu, RUU P-KS juga menghadapi gelombang penolakan yang terjadi di hampir seluruh provinsi Indonesia, malahan di periode sebelumnya kami sudah menggaungkan agar DPR tidak lagi membahas RUU P-KS,” lanjut Erik.
Erik mengatakan bahwa kontroversi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual masih terus terjadi di masyarakat, “Masyarakat kita masih memegang nilai-nilai agama sehingga jelas saja RUU P-KS ditolak oleh sebagian besar rakyat Indonesia.”
Akan tetapi, Koordinator Biro Hukum Aliansi Cerahkan Negeri menyatakan bahwa meskipun RUU P-KS dinyatakan keluar dari Prolegnas tahun 2020, hal itu tidak menjamin RUU ini tidak masuk pada prolegnas di tahun berikutnya. Sehingga dibutuhkan sikap tegas DPR untuk menolak pembahasan RUU P-KS selamanya.
“Kenapa hanya dikeluarkan dari prolegnas tahun 2020? Padahal sudah jelas RUU P-KS ini secara substansi sangat berpotensi melegitimasi tindakan penyimpangan seksual seperti LGBT, seks bebas, aborsi, dan lain sebagainya yang bertentangan dengan nilai-nilai moralitas di masyarakat,” tegas Indra.
“Kalau pemerintah serius ingin melindungi keluarga dan generasi Indonesia dari kerusakan moral, seharusnya pemerintah tidak ragu untuk menghentikan pembahasan RUU P-KS selamanya,” protes Indra melalui telepon.
Penolakan RUU P-KS yang terjadi selama ini mencakup tiga garis besar yakni judul dan isi yang memiliki filosofi bertentangan dengan nilai-nilai keindonesiaan, sarat dengan frasa ambigu sehingga memungkinkan disusupi oleh tindakan yang akan melegalkan seks bebas dan perilaku seks menyimpang, dan pasal-pasal pidana yang tumpang tindih dengan KUHP.
Ketika ditanyakan mengenai pernyataan anggota DPR bahwa pembahasan RUU P-KS itu sulit, Indra mengelak rumor tersebut.
“Saya rasa maksud dari sulitnya itu bukan sulit karena terlalu susah dan anggota dewan tidak sanggup membahasnya, sepertinya tidak seperti itu. Melainkan karena apabila diterapkan, RUU ini dapat merombak sistem hukum pidana yang kini berlaku di Indonesia,” pungkas Indra.
(Robi/PARADE.ID)