Jakarta (parade.id)- Aksi unjuk rasa Aliansi Dialog Sosial Sektoral Textile Garment Shoes Leather (Aliansi DSS-TGSL) akan dilakukan pada siang ini, Selasa (23/5/2023), di Kemnaker, Jakarta. Aksi mereka terkait Permenaker Nomor 5/2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.
Aliansi DSS-TGSL yang terdiri dari 10 Serikat Buruh/Serikat Pekerja ini meminta agar Permenaker Nomor 5/2023 dicabut, dibatalkan.
Menurut DSS-TGSL, alasan terbitnya Permenaker karena krisis ekonomi global (yang menjadi dasar penerbitan) dirasa sulit untuk diterima oleh logika waras buruh. Sebab, dalam situasi krisis justru buruh adalah kelompok rentan terkena dampak langsung, khusunya dalam upaya pemenuhan hak hidup.
“Di lain sisi pemerintah hari ini sedang mempertontonkan tabiat dan watak asli mereka, dimana Kementerian Tenaga Kerja RI seharusnya dalam posisi subordinat dalam relasi perburuhan atau sebagai regulator aturan main yang adil justru menjadi algojo pemotongan upah,” demikian keteran pers yang diterima parade.id, Selasa (23/5/2023), dari Ketum Konfederasi KASBI, Sunarno.
Selain itu, menurut DSS-TGSL, Permenaker Nomor 5/2023 itu, merupakan pelecehan terhadap hak dan peran Serikat Buruh/Serikat Pekerja dalam perundingan kolektif. Ini, kata mereka, adalah pelanggaran serius dari pelaksanaan UU No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan Konvensi ILO No. 98.
Terbitnya Permenaker ini menurut DSS-TGSL justru memperuncing potensi konflik antara serikat buruh dan pengusaha yang justru dapat mengganggu produktivitas dan kelancaran dunia usaha.
“Demikian seruan aksi bersama ini kami sampaikan agar kaum buruh di sektor padat karya agar mempersiapkan diri untuk ikut bergerak melakukan aksi geruduk Kantor Kemnaker RI dan memastikan Peraturann tersebut dicabut dan tidak diberlakukan.”
Diketahui, bahwa pada tanggal 7 Maret 2023, Menteri Tenaga Kerja RI Ida Fauziah menerbitkan peraturan yang dinilai kontroversial, dimana peraturan tersebut hanya mengakomodir kepentingan para pemilik modal, pasca asosiasi pengusaha di sektor padat karya bulan Oktober 2022 meminta agar Menteri Tenaga Kerja RI menerbitkan peraturan tambahan tentang pemberlakuan fleksibilitas jam kerja di industri padat karya berorientasi ekspor.
Terbitnya peraturan ini menetapkan sejumlah pengaturan baru atas jam kerja dan pembayaran upah untuk buruh di 5 industri padat karya berorientasi ekspor yaitu tekstil dan pakaian jadi, alas kaki, kulit, furnitur, dan mainan anak.
Menurut peraturan ini, disebut mereka, pemerintah memperbolehkan pengusaha mengurangi jam kerja dengan memotong upah sebesar 25 persen dari upah yang biasa dibayarkan (pasal 8 dan 5). Dengan kata lain pemerintah mengijinkan Pengusaha membayar upah di bawah upah minimum (UMP/UMK) yang berlaku atas dasar kesepakatan dengan buruh.
Hal ini menurut DSS-TGSL berbanding terbalik dengan ketentuan UU 13 tahun 2003 tentang Ketenaga Kerjaan, dimana di jelaskan dalam pasal 90 ayat 1 Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum. Sedangkan dalam pasal 91 ayat 1 Pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu dalam pasal 93 ayat 1 Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan. Dua Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku, dan pengusaha wajib membayar upah apabila: f. pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha. Ini adalah bukti bahwa Kementerian Tenaga Kerja RI telah melakukan pelecehan terhadap hak asasi buruh atas upah.
Adapun 10 organisasi tergabung dalam DSS-TGSL adalah KASBI, GSBI, SPN, SBSI-GARTEKS, SP. TSK-SPSI, KSPN, FSBPI, SEBUMI, SARBUMUSI, FSPTSK-KSPSI.
Selain terkait di atas, DSS-TGSL membawa isu atau tuntutan lain, seperti cabut UU Cipta Kerja Nomor 6 Tahun 2023, usut tuntas praktik “staycation” dan pungli terhadap buruh/pekerja untuk proses rekrutmen dan perpanjangan kontrak, segeraa ratifikasi Konvensi ILO Nomor 190 tentang Penghapusan Bentuk Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja, dan hentikan kriminalisasi pimpinan/aktivis serikat buruh serta segera bebaskan pimpinan/aktivis serikat buruh yang dikriminalisasi.
(Rob/parade.id)