Jakarta (PARADE.ID)- Selama ini masker diproduksi cuma buat digunakan untuk sekadar menutup mulut dan hidung agar tak terpapar Covid-19 yang kini variann mutasinya bertambah. Padahal lewat masker pun bisa ikut mendongkrak daya tarik yang dimiliki daerah tersebut.
Silungkang misalnya, nagari (kecamatan) setra kerajinan kain Tenun Songket khas Minangkabau di Kota Sawahlunto, Sumatera Barat (Sumbar) ini kian terdongkrak namanya setelah varian produknya ditambah dalam bentuk masker.
Sebelum pandemi, produk Songket Silungkang terbatas berupa lembaran kain yang kemudian dirancang menjadi pakaian perempuan maupun baju laki-laki, sepatu, sendal, tas, dompet, dan dikombinasikan untuk baju kaos.
Kain Silungkang yang dibuat ada 2 macam yaitu Tenun Silungkang dengan harga berkisar antara 150K sampai dengan 400K. Satu lagi Songket Silungkang dengan kisaran harga 350K hingga 5 juta per lembarnya.
Panjang kain untuk laki-laki dewasa sekitar 2,70 meter. Sedangkan untuk perempuan lebih kurang 2,50 meter.
Sejak Covid-19 menyerang Indonesia Februari 2020, masker pun diproduksi dan kemudian dijual sesuai pesanan.
Masker Songket Silungkang itu pun dipromosikan langsung Deri Asta selaku Walikota Sawahlunto di berbagai acara. Orang nomor satu di Kota Wisata Tambang yang Berbudaya ini juga menyebarluaskan masker tersebut lewat akun pribadi Instagram (IG)-nya @der1asta.
Masker Songket Silungkang ada beragam warna antara lain merah bata, biru tua, hijau, putih krem, abu-abu, dan coklat.
Motif tenunannya pun variatif antara lain tulip, pucuak rabuang, bungo teratai, saik kalamai, dan tampuak manggih.
Harga per pcs-nya berkisar dari 12K sampai dengan 25K, tergantung motif.
Buat yang tertarik membeli Masker Songket Silungkang, bisa memesan terlebih dulu mengingat bahannya langsung diambil dari penenun sesuai jumlah pesanan.
Pada tanggal 8 Oktober 2019, Songket Silungkang ditetapkan menjadi Warisan Vudaya Tak Benda Nasional (WBTBN). Setelah itu Pemkot Sawahlunto berniat membuat museum yang mengangkat songket tersebut.
Kepala Bidang (Kabid) Peninggalan Bersejarah dan Permuseuman, Dinas Kebudayaan Peninggalan Bersejarah dan Permuseuman (DisbudPBP) Kota Sawahlunto, Rahmat Gino Sea Games menjelaskan Museum Tenun Songket Silungkang saat ini masih pada tahapan studi lanjutan storyline dan identifikasi stakeholder, dengan adanya penyesuaian rencana museum yang akan didirikan adalah living museum.
Lokasi pusat galerinya di Desa Silungkang Duo, namun semua desa di Nagari Silungkang (Silungkang Oso, Taratak Bancah, Muaro Kalaban, Silungkang Tigo, dan tentunya Silungkang Duo) akan menjadi bagian rangkaian living museum.
Jadi tidak hanya satu bangunan museum atau fokus pada penyajian koleksi Tenun Songket saja. Tapi nanti akan ada rangkaian cerita dan tempat terkait Tenun Songket yang dapat dikunjungi wisatawan.
Studi lanjutan ini, lanjut Gino, dilakukan hingga tahun depan bersama pihak-pihak terkait yang dibentuk melalui Surat Keputusan Walikota Sawahlunto.
Ke depan, harapannya living museum ini juga menjadi rangkaian perjalanan terintegrasi dengan kereta lokomotif uap E10160 Mak Itam.
Wisatawan yang berkunjung ke Nagari Silunhkang selain bisa melihat aktivitas penenun setempat yang jumlahnya sekitar 400 orang dan sekaligus memborong aneka produknya, pun bisa melanjutkan ke objek-objek wisatanya antara lain Waterboom, Batu Runciang, Lubuak Silaju, dan Galau Basurek/Macrowave serta tentunya ke Museum Tenun Songket Silungkang jika sudah jadi dan beroperasi.
Selanjutnya ke sejumlah objek heritage tourism yang ada di nagari lain di Kota Sawahlunto seperti Lubang Soero dan Gedung Info Box, Kereta Api Wisata Mak Itam dengan Lubang Kalam 800 meter, Gudang Ransum, Bangunan Tua dan Bersejarah serta Meseum Kereta Api.
(AK/PARADE.ID)