Jakarta (PARADE.ID)- Dalam kurun waktu sebulan terakhir, perusahaan pemeringkat global berlomba-lomba menurunkan peringkat utang maupun perusahaan Indonesia. Pandemi virus corona (covdi-19) telah membuat banyak perusahaan Indonesia mengalami kesulitan mengatur arus kas, karena pendapatan berkurang.
Paling baru adalah, Moody’s Investors Service menurunkan peringkat untang PT Modernland Reakty Tbk (MDLN) menjadi Ca dengan outlook negatif dari sebelumnya Caa1.
“Prospek negatif mencerminkan ketidakpastian di sekitar tingkat pemulihan untuk perusahaan menggabungkan US$ 390 juta dari catatan dalam kasus gagal bayar (default), “kata Moody’s Vice President and Senior Credit Officer Jacintha Poh dalam keterangan resminya.
Kemarin Selasa (7/7/2020) Modernland mengumumkan menunda pembayaran pokok obligasi senilai Rp150 miliar itu jatuh tempo 7 Juli 2020. Perusahaan akan mengadakan pertemuan dengan pemegang obligasi pada 14 Juli 2020 dengan salah satu item agenda adalah perubahan
tanggal pembayaran pokok obligasi.
Moody’s juga menurunkan Corporate Family Rating (CFR) serta rating obligasi PT Pan Brothers Tbk (PBRX) dan anak usahanya dari B2 menjadi B3 sementara itu menurut Moody’s prospek kedepan rating perusahaan ini tetaplah negatif. Penurunan rating ini kembali dilakukan Moody’s setelah pada April 2020 lalu Moody’s menurunkan CFR perusahaan dari B1 menjadi B2.
“Penurunan peringkat menjadi B3 ini merefleksikan berlanjutnya ketidakpastian pembiayaan ulang hutang-hutang Pan Brothers yang sebentar lagi jatuh tempo, termasuk fasilitas kreditnya yang sudah dipakai sampai batas maksimal,” ujar Stephanie Cheong, Analis Moody’s
Perusahaan ini memiliki jumlah hutang yang akan jatuh tempo dalam waktu 12-18 bulan yang besar, termasuk US$ 138,5 juta fasilitas kredit yang akan jatuh tempo Februari 2021 dan surat utang senilai US$ 171 juta yang akan jatuh tempo Januari 2022.
Selain itu, beberapa waktu lalu Moody’s menurunkan Corporate Family Rating (CFR) serta rating obligasi 3 perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan anak usahanya.
Ketiga perusahaan BUMN tersebut adalah PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT Jasa Marga Tbk (JSMR), PT Pelabuhan Indonesia II (Pelindo II).
Moody’s menurunkan rating WIKA dari Ba3 menjadi Ba2 dan menurunkan pandangan kedepan perusahaan ini dari stabil menjadi negatif.
Menurut Moody’s penurunan rating ini dikarenakan sektor usaha WIKA sudah terdampak sangat parah oleh pandemi virus corona dan menurut Moody’s dengan terganggunya rantai pasokan dan terganggunya pekerjaan di bidang konstruksi walaupun tidak parah, ini akan menganggu penyelesaian proyek-proyek WIKA.
Moody’s juga menurunkan rating Jasa Marga dari Baa2 menjadi Baa3 dan outlook perusahaan tetap negatif.
Penurunan rating ini menurut Moody’s dikarenakan turunya ekspektasi dukungan dari pemerintah Indonesia terhadap BUMN ini karena pemerintah Indonesia nampaknya semakin selektif terhadap BUMN mana yang layak dibantu karena kondisi fiskal Indonesia yang sedang kurang baik.
Apalagi menurut Moody’s JSMR tidak memiliki posisi yang strategis dari kepentingan pemerintah Indonesia dibandingkan dengan perusahaan lain. Walaupun begitu Moody’s beranggapan bila pemerintah Indonesia akan tetap membantu JSMR bila benar-benar diperlukan
Outlook negatif yang diberikan Moody’s juga dikarenakan oleh resiko kredit yang terus menghantui Jasa Marga dampak dari merebaknya virus corona. Moody’s berekspektasi terjadinya kontraksi di tingkat lalu lintas terutama di tol milik Jasa Marga akan menurunkan tingkat arus kas JSMR pada tahun 2020.
Walaupun pemerintah Indonesia sudah melonggarkan Pembatasan Sosial berskala Besar (PSBB) akan tetapi ketidakpastian akan terjadinya gelombang kedua virus corona tetap cukup besar.
Tak ketinggalan Moody’s juga menurunkan rating PT Pelabuhan Indonesia II (Pelindo II) dari Baa2 menjadi Baa3, akan tetapi menurut Moody’s outlook perusahaan ini tetaplah stabil kedepanya.
Penutunan rating Pelindo II dikarenakan turunya ekspektasi dukungan dari pemerintah Indonesia terhadap BUMN ini karena pemerintah Indonesia nampaknya semakin selektif terhadap BUMN mana yang layak dibantu karena kondisi fiskal Indonesia yang sedang kurang baik.
Apalagi menurut Moody’s Pelindo II tidak memiliki posisi yang strategis dari kepentingan pemerintah Indonesia dibandingkan dengan perusahaan lain. Walaupun begitu Moody’s beranggapan bila pemerintah Indonesia akan tetap membantu Pelindo II bila benar-benar diperlukan.
Menurut Moody’s sektor pelabuhan juga terkena efek kejut virus corona, dimana total volum kargo yang dikirim dan diterima turun karena tingkat perdagangan global juga turun akibat terkontraksinya kondisi makro ekonomi global.
Selain Moody’s, perusahaan pemeringkat utang international Fitch Rating juga menurunkan peringkat untang perusahaan Indonesia. Fitch Ratings memangkas peringkat surat utang jangka panjang emiten konstruksi BUMN, PT Waskita Karya Tbk (WSKT) dari sebelumnya A-(idn) menjadi BBB (idn).
Fitch juga memangkas peringkat program utang senior perseroan menjadi BBB(idn) dari sebelumnya A-(idn).
“Penurunan peringkat merefleksikan pelemahan profil finansial WSKT terutama pada leverage yang tinggi dan interest coverage yang lemah sebagai dampak dari pelemahan profitabilitas karena menurunnya pencapaian nilai kontrak baru dan siklus modal kerja yang lebih panjang,” tulis Fitch Ratings, dalam keterangannya, dikutip Rabu (3/6/2020).
Fitch menjelaskan, outlook negatif ini merefleksikan likuiditas WSKT dapat terus di bawah tekanan apabila dampak ekonomi dari kebijakan untuk membatasi penyebaran coronavirus diperpanjang.
“Pelemahan ekonomi yang berkepanjangan dapat berakibat ke penundaan tender dan perlambatan pembayaran dari pelanggan karena gangguan ada konstruksinya, terutama karena sebagian besar dari proyek Waskita berbasis turnkey,” jelas Fitch Ratings.
Waskita akan menerima sebagian besar sisa pembayaran turnkey di semester-II 2020 dari proyek-proyek seperti LRT Palembang dan jalan tol Cinere Serpong.
Fitch memperkirakan leverage WSKT, diukur dengan net debt/EBITDA, akan di atas 13x dalam jangka menengah, sedangkan interest coverage (EBITDA/Interest Expense Paid) akan tetap di bawah 1x di 2020-2021.
Tak hanya itu, Waskita Karya juga menghadapi melambatnya pertumbuhan order book karena tender akan terbatas selama pandemi.
Pada saat bersamaan, Fitch Ratings Indonesia memangkas peringkat PT Bank Permata Tbk (BNLI) menjadi AA dari sebelumnya AAA(idn) dan mengafirmasi peringkat nasional jangka pendek BNLI F1 (idn).
Penurunan peringkat ini menunjukkan ekspektasi akan risiko gagal bayar yang sangat rendah relatif terhadap emiten atau surat utang lainnya di Indonesia usai bank dengan kode saham BNLI ini diakuisisi 89,1% sahamnya oleh Bangkok Bank Public Company Limited.
Adapun, peringkat nasional F1 mengindikasikan kapasitas membayar komitmen keuangan secara tepat waktu paling kuat relatif terhadap emiten atau surat utang lainnya di Indonesia.
Lalu Fitch Ratings menurunkan peringkat viabilitas rating (VR) atau kelangsungan hidup PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN) dari sebelumnya BB menjadi BB. Sedangkan, untuk peringkat nasional, Fitch mengafirmasi peringkat Bank Danamon dengan prospek (outlook) stabil.
Fitch menjelaskan, penurunan peringkat VR ini disebabkan pandemi Covid-19 yang menyebabkan Bank Danamon harus menghadapi ketatnya likuiditas akibat banyak nasabah yang mengajukan relaksasi kredit, sehingga berdampak pada tertekannya profitabilitas dan menurunnya kualitas aset.
Kemampuan debitur dalam membayar kredit yang melemah ini juga berpotensi meningkatnya rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) perseroan.
“Kualitas aset dan profitabilitas bank akan berada di bawah tekanan yang signifikan imbas pandemi virus corona, tetapi permodalan Bank Danamon masih di atas rata-rata bank pesaing,” tulis Fitch Ratings, dalam siaran pers, Senin (15/6/2020).
Namun demikian, Fitch menilai, dari sisi likuiditas, Bank Danamon masih akan mendapat sokongan dari perusahaan induk, Mitsubishi UFJ Financial Group, Inc. “Ini untuk memastikan bahwa risiko ini tetap dapat dikelola oleh bank,” urai Fitch.
Moody’s memperkirakan pada tahun ini pertumbuhan kredit perbankan masih akan melambat kendati pemerintah telah menjalankan tatanan kenormalan baru,
Moodys menyebut, perbankan di Indonesia akan menghahapi sejumlah tantangan akibat pandemi virus Corona tipe baru. Tantangan tersebut, antara lain potensi melemahnya pertumbuhan kredit di tahun ini yang diproyeksikan tidak akan mencapai pertumbuhan yang sangat signifikan seperti di tahun sebelumnya yang mencapai dua digit.
“Pertumbuhan kredit akan tumbuh melambat di tahun ini, bahkan bisa sangat lemah karena bank akan sangat berhati-hati dalam menyalurkan kredit baru,” Tengfu Li, Analyst Moody’s Investors Service, dalam wawancaranya dengan CNBC Indonesia, Jumat (19/6/2020).
Pasalnya, pandemi Covid-19 menyebabkan seluruh sektor bisnis terganggu dan bank harus merestrukturisasai kredit dalam jumlah yang besar. Ini berpotensi mendorong kenaikan rasio kredit bermasalah perbankan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan perkembangan terbaru restrukturisasi kredit bagi nasabah perbankan dalam rangka relaksasi akibat dampak pandemi Covid-19 yang menghantam ekonomi nasional.
Berdasarkan data terbaru OJK per 29 Juni 2020, dari total 100 bank yang sudah mengimplementasikan program restrukturisasi ini, nilai restrukturisasi sudah mencapai Rp 740,79 triliun dengan jumlah debitur sebanyak 6,56 juta debitur.
Dari jumlah itu, sebagian besar nasabah yang melakukan restrukturisasi adalah nasabah dari perusahaan berskala usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) sebanyak 5,29 juta dengan nilai Rp 317,29 triliun.
(cnbcindonesia/PARADE.ID)