Jakarta (parade.id)- Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri mengatakan bahwa bulan Juni ini adalah bulan yang sangat menentukan, bukan saja bagi kehidupan partai tetapi juga merupakan sebuah kehidupan bagi jalannya bangsa dan Negara kita.
“Supaya kalian selalu ingat kepada sejarah, yaitu ingatlah Jasmerah,” katanya di awal pidato di Puncak Peringatan Bulan Bung Karno, Sabtu (24/6/2023), di GBK, Jakarta.
Hari ini kata Mega adalah kembali puncak peringatan bulan Bung Karno. Beliau (Bung Karno), katanya, benar-benar pejuang sejati yang berjuang tanpa pamrih.
“Bagi Bung Karno dedication of life itu bukanlah hanya slogan tetapi dijalankan dengan seluruh jiwa dan raganya dalam perjuangan yang begitu panjang, sampai Bung Karno diakui dunia sebagai seorang sosok pembebas dengan konsepsi ideologinya yang berangkat dari falsafah, petani yang disebut namanya Pak Marhaen,” katanya.
Namun demikian, Mega tampak menyangkan orang yang mengatakan Marhaen itu komunis.
“Sering kali orang memelesetkan, katanya kalau Marhaen itu adalah komunis. Padahal saya sebut Bapak Marhaen,” katanya.
Dia (Marhaen) itu kata Mega sebenarnya seorang petani. Dimana ketika Bung Karno sedang kuliah di Bandung, bertemu dengan Marhaen.
“Beliau (Bung Karno) bertanya begini, ‘Bapak seorang petani (bahasa Sunda)?’” kata Mega.
Lalu dijawab Marhaen, “Iya.”
Kemudian Bung Karno melanjutkan pertanyaannya, “Tanah ini punya siapa?”
Marhaen menjawab bahwa tanah itu punya dia dengan bahasa Sunda.
Bung Karno kata Mega bertanya lagi, “Kalau tanaman padi ini punya siapa?”
Dijawab Marhaen, “Punya abdi.”
“Alat-alat ini, cangkul dan lain sebagainya punya siapa?” Bung Karno masih bertanya.
“Punya abdi,” jawab Marhaen..
“Kalau sudah dipanen, dijual, uangnya untuk siapa?” tanya Bung Karno lagi.
“Untuk Abdi,” jawab Marhaen.
Setelah berpikir, merenung, yang dinamakan kontemplaasi panjang maka kata Mega, Bung Karno merasa bahwa perjuangan ini harus seperti yang dimiliki oleh Marhaen.
“Dia merasa bahagia, karena semuanya sudah punya tetapi yang tidak dipunyai oleh Pak Marhaen itu adalah hidup sederhana dan sekadarnya saja,” kata Mega.
“Oleh sebab itu, Bung Karno dalam pikirannya—pasti ada yang bertanya, kok ibu tahu? Lah, kan, saya putrinya. Jadi, saya sudah pernah, loh, kalau ada yang ndak percaya, itu ada makamnya. Saya lupa di mana tetapi di daerah Bandung,” sambungnya.
Jadi, kata Megawati, jangan dikatakan kalau ia bilang Marhaen, itu lalu komunis.
“Jadi, akhirnya di dalam mengekstraksi cara berpikirnya maka Bung Karno melahirkan Pancasila pada tanggal 1 Juni 1945,” katanya.
(Rob/parade.id)