Jakarta (PARADE.ID)- Mungkin sudah saatnya ada yang menyadari, jika negeri ini sedang salah formasi. Dan ini bisa berakibat semakin berlarut-larutnya masalah.
Jujur sajalah, saat pelantikan kabinet Oktober 2019, menteri2 ini disusun, ditunjuk, bukan hanya untuk memenuhi para pendukung presiden terpilih, tapi juga disusun atas problem saat itu. Rencana2 saat itu. Yang jelas sekali, pandemi belum ada, bahkan melintas di pikiran pun tidak. Maka formasi kabinet saat itu, disiapkan untuk sesuatu atau tujuan yang berbeda.
Hari ini, masalahnya telah berubah. Kita menghadapi pandemi. Formasi lama sudah tidak cocok lagi. Dulu mungkin asumsinya kita akan menyerang, maka pasang formasi 3-4-3. Tiga bek, empat gelandang serang, 3 striker murni. Biar ekonomi meroket. Wush. Tapi hari ini, situasi berubah drastis, lawan kita bukan lagi ekonomi meroket, mungkin sudah tiba saatnya mengubah formasi jadi 5-1-3-1.
Lihatlah, betapa kacaunya formasi lama itu menghadapi situasi baru. Pernyataan ngelantur para menteri. Saling nyinyir dengan Gubernur penguasa daerah. Seolah tidak ada koordinasi. Bahkan sesama menteri saja bisa beda pendapat, beda surat keputusan. Itu petunjuk jelas betapa gagapnya formasi itu menghadapi lawan baru.
Menteri kesehatan? Entah apa kabarnya sekarang. Menteri agama sibuk ngurusin good looking. Menteri segala urusan, seperti biasa sibuk ngurusin semua urusan. Ada juga menteri yang malah posting link ilegal film. Juga menteri yang sibuk ngasih diskon tiket pesawat, bayarin influencer saat pandemi mulai serius. Ada menteri yang kagok soal definisi resesi. Ada menteri yang siang malam, sibuk ngutang. Ada menteri yang pening ngurusin pulsa. Ada menteri yg sibuk ngurusin ekspor benih lobster. Ada menteri yg sibuk bagi2 jabatan komisaris ke elit parpol. Dsbgnya, dsbgnya.
Sementara para staf khusus milenial? Entahlah. Dulu sih rame sekali beritanya. Sekarang entah lagi ngapain. Lebih banyak lagi formasi ini yg embuh ngapain saja di sana.
Ayo, kalau mau direnungkan, boleh jadi saatnya mengganti formasi, ganti pemain. Biar lebih lincah bergerak, lebih padu pertahanannya, lebih mantap komunikasi dan koordinasinya. Karena ayolah, situasi benar2 telah berubah. Kita butuh formasi dengan pemain yang minimal paham soal mengatasi pandemi.
Saya tahu, mungkin itu tidak mudah dilakukan saat musim pilkada begini. Sekali ada partai tersinggung, nanti narik surat rekomendasi dan dukungan kan repot. Apalagi kalau anak, cucu, mantu, dsbgnya kadung harus maju. Tapi ayolah, demi 260 juta penduduk Indonesia. Toh, konon katanya tidak ada beban lagi.
Jangan anggap enteng pandemi ini. Lihatlah kurvanya, hari demi hari rekor bertumbangan. Sebelum layanan kesehatan kita kolaps. Sebelum masalahnya tambah serius. Itu betul, berharap vaksin akan segera jadi. Tapi sampai vaksin itu jadi, masih ada berbulan2 yang butuh solusi segera.
Mungkin saatnya kita butuh formasi baru. Orang2 baru. Tenang, kaptennya tetap kamu. Di negeri ini, tidak ada rumusnya kudeta, apalagi menurunkan presiden terpilih secara inkonstitusi.
Percayalah, jika formasi baru lebih mantap, pemain2nya lebih sigap, 260 juta penduduk Indonesia akan kompak mendukung. Minimal jika ternyata formasi baru ini bisa ngasih contoh pakai masker yg baik. Lupakan dulu soal anak, cucu, mantu mau maju pilkada. Kita fokus dulu mengurus pandemi ini.
Ekonomi akan membaik dengan sendirinya saat pandemi berlalu. Tapi ngimpi saja, berharap ekonomi pulih, jika pandemi masih ada di mana2.
*Tere Liye, Penulis Novel “Negeri Para Bedebah”