Selasa, Juni 24, 2025
  • Info Iklan
Parade.id
  • Login
No Result
View All Result
  • Home
  • Politik
  • Hukum
  • Pertahanan
  • Ekonomi
  • Pendidikan
  • Kesehatan
  • Opini
  • Profil
  • Lainnya
    • Gaya Hidup
    • Internasional
    • Pariwisata
    • Olahraga
    • Teknologi
    • Sosial dan Budaya
Parade.id
Home Nasional

Greenpeace Indonesia Mengkritisi RUU EBET

Greenpeace menilai, penawaran solusi dengan RUU ini adalah solusi palsu transisi energi yang mestinya dihentikan oleh pemerintah dan DPR RI.

redaksi by redaksi
2023-02-07
in Nasional, Politik, Sosial dan Budaya
0
Greenpeace Indonesia Mengkritisi RUU EBET

Foto: dok. Ist

0
SHARES
Share on FacebookShare on Twitter

Jakarta (parade.id)- Greenpeace Indonesia mengkritisi Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET). Greenpeace menilai, penawaran solusi dengan RUU ini adalah solusi palsu transisi energi yang mestinya dihentikan oleh pemerintah dan DPR RI.

“RUU ini seharusnya dibuat untuk memastikan percepatan transisi energi berkeadilan demi mendorong pengurangan emisi karbon dan kenaikan suhu global, melalui berbagai insentif yang konkret untuk energi bersih dan terbarukan,” demikian siaran persnya kepada media, kemarin.

Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Hadi Priyanto menyinggung upaya menekan emisi gas rumah kaca di mana sudah menjadi komitmen global yang disepakati dalam Perjanjian Paris pada 2015.

Related posts

Perang Iran-“Israel” Buka Peluang Kebangkitan Islam, Kata Amien Rais

Perang Iran-“Israel” Buka Peluang Kebangkitan Islam, Kata Amien Rais

2025-06-23

CBA Desak KPK Usut Lelang Pelabuhan Carocok Painan yang Diduga Bermasalah

2025-06-23

Indonesia sendiri berjanji mengurangi emisi karbon hingga 31.9 persen dengan kemampuan sendiri sampai 2030, seperti tertuang dalam dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (NDC). Transisi ke energi bersih dan terbarukan pun mendesak dilakukan untuk mengatasi krisis iklim yang mengancam kita semua.

“Dampak dari krisis iklim di antaranya terlihat dari peningkatan intensitas bencana hidrometeorologi, kenaikan permukaan air laut, dan cuaca ekstrem. Transisi energi yang berkeadilan juga akan memperkuat ketahanan energi dan menciptakan akses energi yang inklusif. Sayangnya, pemerintah dan DPR malah terus memberikan solusi palsu lewat RUU EBET,” kata dia.

Dalam RUU EBET, menurut dia produk-produk turunan batu bara–seperti gas metana batu bara (coal bed methane), batu bara tercairkan (liquified coal), dan batu bara tergaskan (gasified coal)–dibungkus sebagai ‘energi baru’. Ini kata dia jelas menghambat penurunan emisi gas rumah kaca dan merupakan kemunduran untuk proses transisi energi.

Juru Kampanye Energi Terbarukan Trend Asia Beyrra Triasdian mengatakan jenis ‘energi baru’ bukanlah sumber energi yang patut didorong untuk transisi energi berkelanjutan. Sumber energi baru seperti batu bara bukan hanya berisiko tinggi terhadap lingkungan tetapi juga membebani keuangan negara.

“Gasifikasi batu bara, misalnya, diperkirakan akan merugikan negara sebesar US$ 377 juta per tahun,” kata dia.

Selain itu, pilihan energi terbarukan seharusnya mendorong transisi energi berkeadilan dan tidak memicu pemanfaatan sumber daya alam yang berpotensi merusak lingkungan. Biomassa pelet kayu memiliki potensi besar deforestasi ketika digunakan untuk memenuhi co-firing PLTU, sehingga seharusnya tidak direkomendasikan sebagai energi terbarukan. “Karbon dioksida (CO2) dari deforestasi yang lepas ke atmosfer tidak serta-merta bisa diserap pohon. Sebaliknya, pembakaran biomassa hutan menciptakan ‘utang karbon’ atau kelebihan karbon di atmosfer. Pembahasan tentang energi baru dan beberapa jenis energi terbarukan menjadi tidak relevan dalam RUU EBET ini. Pemerintah dan DPR seharusnya fokus pada substansi energi terbarukan yang mendukung penurunan emisi karbon, bukan sebaliknya,” kata Beyrra.

Manajer Program Transformasi Energi Institute for Essential Services Reform (IESR), Deon Arinaldo mengatakan masuknya energi baru justru akan membuat Indonesia terjebak dengan infrastruktur energi fosil. “Teknologi yang disebut “energi baru” saat ini bukanlah barang baru, karena sudah ada sejak beberapa dekade yang lalu.

Contohnya kata dia teknologi gasifikasi dan likuifaksi batu bara yang sudah dipakai Jerman sejak perang dunia kedua, carbon capture and storage sudah diuji coba di PLTU di Kanada dan Amerika tapi gagal.

“Dukungan terhadap energi baru ini memberikan sinyal untuk mempertahankan energi fosil seperti batu bara lebih lama di sistem energi dan menggantungkan dekarbonisasi pada opsi yang belum proven, padahal ada energi terbarukan yang sudah siap dan lebih murah untuk dimanfaatkan,” ujarnya.

Padahal, pengembangan pembangkit listrik dari gasifikasi batu bara akan menghasilkan emisi CO2 dua kali lipat dibanding pembangkit listrik dari gas alam. Selain pencemaran udara, pengembangan energi baru berdampak kepada kualitas air.

“Kita memerlukan aturan tentang energi terbarukan yang detail dan bisa memberi kepastian hukum untuk mengisi kekosongan yang belum diatur di UU yang sudah ada. Namun sayangnya substansi RUU EBET belum menjawab persoalan urgensi transisi energi,” kata Grita Anindarini, Deputi Direktur ICEL.

Dalam RUU EBET, selain batu bara, ada nuklir yang akan dikembangkan sebagai energi baru Indonesia. Padahal jika dibandingkan dengan sumber energi terbarukan seperti angin dan matahari, pembangunan dan penggunaan nuklir memerlukan biaya tiga hingga lima kali lebih mahal–merujuk World Nuclear Industry Status Report (WNISR) 2019. Adapun WNISR 2022 mencatat, biaya pembangunan pembangkit energi matahari turun hingga 90 persen dan angin turun 72 persen, sedangkan nuklir justru naik 36 persen.

Tak hanya itu, RUU EBET juga mengatur hidrogen sebagai bagian dari energi baru. Namun sayangnya, RUU ini tidak menjelaskan secara detail sumber-sumber hidrogen yang akan menjadi fokus pengembangan. Pada dasarnya, hidrogen dapat berasal dari sumber energi fosil (grey hydrogen) maupun sumber energi terbarukan (green hydrogen). Riset yang ada saat ini menunjukkan, baru satu persen green hydrogen yang dikembangkan di seluruh dunia–selebihnya masih dari energi fosil.

“Kita perlu pengaturan yang jelas dalam RUU ini jenis hidrogen seperti apa yang akan kita kembangkan agar tidak salah arah. Sayangnya, RUU EBET gagal untuk membahas hal ini,” tutur Grita.

Pemerintah dan DPR mesti menunda pengesahan RUU EBET dan memperbaiki RUU tersebut. Substansi draf rancangan undang-undang tersebut perlu dikembalikan pada tujuan transisi energi yang serius dan ambisius, bukannya malah berisi solusi palsu yang akan memperparah krisis iklim. Pemerintah dan DPR juga harus memberikan ruang partisipasi yang bermakna bagi publik, karena transisi energi tak akan berkeadilan jika prosesnya tidak demokratis.

(Rob/parade.id)

Tags: #EBET#Greenpeacepolitik
Previous Post

PERSIS Sampaikan Duka Mendalam kepada Korban Gempa Turki

Next Post

Mantan Penyidik KPK soal Indeks Persepsi Korupsi yang Dikeluarkan Transparansi Internasional

Next Post
Mantan Penyidik KPK Ingatkan Keselamatan Informan dalam Penangkapan Lukas Enembe

Mantan Penyidik KPK soal Indeks Persepsi Korupsi yang Dikeluarkan Transparansi Internasional

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Perang Iran-“Israel” Buka Peluang Kebangkitan Islam, Kata Amien Rais

Perang Iran-“Israel” Buka Peluang Kebangkitan Islam, Kata Amien Rais

2025-06-23

CBA Desak KPK Usut Lelang Pelabuhan Carocok Painan yang Diduga Bermasalah

2025-06-23

PADHI Minta KPK Bergerak dan Usut Beberapa Kasus Dugaan Korupsi di Kabupaten Berau

2025-06-20
Partai Buruh dan Koalisi Serikat Pekerja Gelar Aksi Besar Tolak Perang

Partai Buruh dan Koalisi Serikat Pekerja Gelar Aksi Besar Tolak Perang

2025-06-20
Aliansi 98 Tolak Penghapusan Sejarah dan Tuntut Pemecatan Fadli Zon

Aliansi 98 Tolak Penghapusan Sejarah dan Tuntut Pemecatan Fadli Zon

2025-06-19
Multiplier Efek dan Swasembada Pangan Program MBG Perlu Dukungan Semua Pihak

Tanggapan CBA soal Dugaan Bareskrim Mulai Sidik PT Artajasa: Jangan Sampai Lolos

2025-06-18

Twitter

Facebook

Instagram

@paradeid

    The Instagram Access Token is expired, Go to the Customizer > JNews : Social, Like & View > Instagram Feed Setting, to refresh it.

Berita Populer

  • Nama Ananda Tohpati Terseret Isu Dugaan Pengelolaan Dana Tambang di Raja Ampat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tanggapan CBA soal Dugaan Bareskrim Mulai Sidik PT Artajasa: Jangan Sampai Lolos

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sumut Caplok Empat Pulau Aceh, Benarkah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • PADHI Minta KPK Bergerak dan Usut Beberapa Kasus Dugaan Korupsi di Kabupaten Berau

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perbedaan Aturan dan Hukum dalam Negara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Tagar

#Anies #ASPEKIndonesia #Buruh #China #Cianjur #Covid19 #Covid_19 #Demokrat #Ekonomi #Hukum #Indonesia #Internasional #Jakarta #Jokowi #Keamanan #Kesehatan #Kolom #KPK #KSPI #Muhammadiyah #MUI #Nasional #Olahraga #Opini #Palestina #Pariwisata #PartaiBuruh #PDIP #Pendidikan #Pertahanan #Pilkada #PKS #Polri #Prabowo #Presiden #Rusia #RUUHIP #Siber #Sosbud #Sosial #Teknologi #TNI #Vaksin dpr politik

Arsip Berita

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan
  • Disclaimer
  • Privacy Policy
  • Kontak
Email: redaksi@parade.id

© 2020 parade.id

No Result
View All Result
  • Home
  • Politik
  • Hukum
  • Pertahanan
  • Ekonomi
  • Pendidikan
  • Kesehatan
  • Opini
  • Profil
  • Lainnya
    • Gaya Hidup
    • Internasional
    • Pariwisata
    • Olahraga
    • Teknologi
    • Sosial dan Budaya

© 2020 parade.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In