Jakarta (PARADE.ID)- Per April 2022, Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia di angka US$409,5 miliar. Dengan asumsi US$1 setara Rp14.729, maka nilai ULN itu adalah Rp6.031,52 triliun.
ULN ini mengalami tren penurunan. Angka itu turun dibandingkan dengan ULN bulan sebelumnya yang US$412,1 miliar (Rp6.069,82 triliun).
Secara tahunan, posisi ULN April 2022 terkontraksi 2,2 persen (yoy), lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi bulan sebelumnya sebesar 1 persen (yoy). Demikian yang dilaporkan Bank Indonesia, belum lama ini.
Menurut Mantan Menteri Keuangan sekaligus mantan Dirjen Pajak Fuad Bawazier, soal utang, boleh dikatakan tidak ada masalah, kalau utang itu kecil.
Di era Jokowi, sebut saja di awal ia berkuasa, ULN Indonesia disebutnya hanya di kisaran Rp2.600 triliun.
“Hingga kini, di dua periodenya, ULN Indonesia meningkat. Kalau diasumsikan sehari, kita mempunyai utang Rp1,6 triliun,” ujarnya, di diskusi “Gurita Utang Mencekik Rakyat, Saatnya Kita Tuntaskan”, yang diadakan oleh Front Kedaulatan Negara (FKN), Kamis (14/7/2022), di Jakarta.
Soal utang ini, kata dia, sensitif, karena tidak sedikit negara yang pada akhirnya mengalami krisis. Sebut saja seperti Srilangka baru-baru ini.
Kendati begitu, utang Indonesia dengan utang di negara lain tidak dapt disamakan, seperti di Srilangka. Pun dengan negara lain seperti Jepang dan Ameria Serikat.
“Maka kita harus pikirkan, bahwa negara-negara itu mengalami krisis karena terkait utang yang tinggi. Itu rata-ratanya,” paparnya.
Ia mengingatkan agar kita tidak menyepelekan utang. Apalagi kalau ada yang bicara utang kita tidak sebesar aset negara.
Pasalnya, aset yang berjumlah Rp11.000 triliun itu adalah non komersil. Tidak bisa dikomersilkan.
Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abdullah Hehamahua yang juga hadir dalam diskusi tersebut, menyoal utang dengan menyinggung sistem perekonomian kita. Katanya, perekonomian kita saat ini tidak sesuai dengan pasal 33 (1) UUD 1945, bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.”
Makna yang terkandung dalam ayat tersebut sangat dalam yakni sistem ekonomi yang dikembangkan seharusnya tidak basis persaingan serta atas asas yang sangat individualistik.
“Oleh karena itu, saya merasa bahwa sistem pembangunan kita ini tidak sesuai, kalau menyangkut perekonomian. Setidaknya hal itu mengacu pada UUD 1945,” sampainya.
Ia juga merasa, bahwa Indonesia saat ini sedang dijajah. Dijajah seperti ratusan tahun oleh bangsa lain, ketika belum mendapat kemerdekaan.
“ Saya tidak percaya saat itu karena masih menjadi pelajar. Tapi, setelah merasakan kondisi hari ini, saya jadi percaya (dijajah ekonominya),” pengakuannya.
Hadir selain Abdullah Hehamahua dan Fuad Bawazier, hadir pula Anthony Budiawan, Ustaz Haikal Hasan, Ustaz Alfian Tandjung, dan Sugeng Waras. Hadir juga beberapa kelompok, seperti Front Nasional Pancasila, Forum Purnawirawan Pejuang Indonesia (FPPI), Korps Mubaligh Jakarta (KMJ), dan Dewan Dakwah DKI Jakarta.
(Rob/PARADE.ID)