Jakarta (PARADE.ID)- Ombudsman me-launching sebuah aplikasi pengaduan pengadaan barang dan jasa, kemarin, Rabu (2/2/2022). Tujuannya mencegah maladministrasi dalam pelayanan publik pengadaan barang dan jasa.
Kepala Biro (Karo) Manajemen BMN dan Pengadaan Kemenkeu, Edy Gunawan mengapresiasi. Ia mengatakan bahwa hal itu karena wadah dan atau aplikasi itu akan membuat masyarakat, para entitas pengadaan untuk memberikan masukan atau kepada proses-proses pengadaan barang dan jasa pemerintah. Baik di kementerian, lembaga instansi maupun daerah.
“Karena saya melihat ada beberapa hal yang pertama adalah coba didiskusikan gambaran mengenai potensi-potensi moral administrasi dan upaya pencegahan administrasinya ketika apa yang harus dilakukan. Kedua bagaimana gambaran saluran penyampaian laporan atau keberatannya,” ujarnya, kemarin.
Sebab, menurut dia, di pelaksanaan barang dan jasa sesuai dengan ketetapan atau peraturan yang sudah digariskan oleh LKPP, yang disebut pengaduan itu jadwalnya terlalu padat. Misal, ketika ada juga lagi pengaturan launcing yang memang menjadi puisi dari teman-teman Ombudsman, kira-kira proses hasil menyampaikan laporannya, kemudian ia mempertanyakan arahnya.
“Karena selain APIP kadang-kadang masyarakat melakukan pelaporan kepada AHP,” kata dia.
Pengaduan itu menurut dia muncul ada di beberapa hal. Pertana adalah adanya terbentuk persepsi negatif dari peserta peserta tender atau peserta seleksi, karena ketidakjelasan informasi atau penyikapan yang dinilai tidak semestinya dari pengelola pengadaan barang dan jasa, dan ini sering sekali terjadi.
“Kami pengelola barang dan jasa sering dipersepsikan negatif. Belum apa-apa. Itulah salah satu munculnya persepsi negatif tetapi dengan komunikasi pasti teratasi masalah pengaduan tersebut,” pengakuannya.
Kedua, menurut dia adalah benar adanya dugaan terjadinya pelanggan prosedur. Dan kata dia ini perlu tindak lanjut yang lebih dalam. Kemudian yang ketiga adalah munculnya pengaduan dari sisi yang harus tidak kita lupa juga. Yakni adanya oknum-oknum dari pengelola maupun vendor yang tidak baik.
Ini semua kata dia yang kita pernah dan itu pasti terjadi, yang timbul kalau bahasa gampangnya sudah jalan juga mendukung pelaksanaan aman-aman saja tetapi ada cawe cawe dari pihak tertentu yang memang kita tidak tahu.
“Nah ini juga jauh-jauh harus kita sikapi. Jangan sampai seluruh pengaduan kita kebablasan dengan dinyatakan bahwa ini harus diselesaikan,” kata dia lagi.
Di Kementerian Keuangan dalam tahap pengadaan itu ada tahap proses, perencanaan pemilihan sampai dengan pelaksana kontrak dan pasca kontrak. Sekarang untuk tahap penyedia pemilihan di Kemenkeu sekarang sudah sentralisasi.
Seluruh lelang itu ada di kantor pusat, daerah tidak ada lelang, daerah tidak perlu ada lelang, daerah tidak perlu ada Pokja. Pengadaan cukup di kantor pusat dari Sabang sampai Merauke.
Kita pakai IT. Kita bantu khususnya di Kemenkeu.
“Daerah cuma tahap perencanaan yaitu PPK yang memang berhubungan langsung dengan Dipa. Pelaksanaan kontraknya juga tidak ditarik ke pusat karena proyek memang ada di sana. Jadi kita hanya mengantar bahwa ini loh pemenangnya dan kita serahkan PPK dan mereka lanjut,” ia bercerita.
Menurut dia, kalau disentralisasi itu lebih terang tetapi bukan berarti mensentralkan pemenangnya itu-itu aja tidak. Sebab kita buka di Sabang sampai Merauke kemudian juga menggunakan LPSE yang memang sudah ada.
Kemudian selain kita melihat kenapa munculnya pengaduan, juga perlu dilihat siapa saja pihak-pihak yang terlibat. Pasalnya, di pengadaan barang dan jasa ini banyak sekali pihak-pihak yang terlibat.
“Apakah semua yang terlibat ini melakukan pengaduan akan di proses? Ini yang harus dilihat. Jangan-jangan kita hanya habis waktu buat moral hazard atau cawe cawe,” katanya.
(Irf/PARADE.ID)