Jakarta (PARADE.ID)- Politisi PKS, Mardani Ali Sera mengatakan banyaknya kasus korupsi kepala daerah (Kada) mengingatkan pentingnya pola pemberantasan korupsi yang tegas serta revisi UU Pemilu dan Pilkada. Menurut dia, adanya korupsi setidaknya menunjukkan dua hal.
“Ada nafsu yang selalu membayangi dan mahalnya biaya politik. Dua hal ini wajib dihentikan dgn sistem,” kata dia, Selasa (28/9/2021).
Dari sisi penyelenggara, misalnya, ia menyebut bahwa penyelenggaraan Pilkada 2022 dan 2023 justru memperkuat praktik demokrasi dengan memberikan kesempatan munculnya kepemimpinan lokal yang lebih terdistribusi secara merata. Ini, kata dia, akan berdampak positif bagi regenerasi kepemimpinan daerah dan nasional berjalan secara sehat.
“Dari awal @FPKSDPRRI tegas ingin Pilkada dilakukan serentak pada 2022 dan 2023, bukan 2024,” tertulis demikian di akun Twitter-nya.
Lalu dari sisi pemilih, lanjutnya, informasi yang didapat calon pemilih terkait kapasitas dan kapabilitas Calon Kepala Daerah akan lebih memadai. Mengingat penyelenggaraan sosialisasi dan kampanye Pilkada Serentak tidak bersamaan dengan Pemilu Serentak (Capres, DPR, DPD dan DPRD).
“Kita perlu memberi tiap locus pemilu haknya. Bagus 2024 dibuat Pemilu Nasional (Pilpres, DPD dan DPR Pusat), 2027 Pemilu Provinsi (Pilkada Gub dan DPRD Prov) dan 2028 Pilkada Kokab. Sehingga masing2 memiliki isu dan diskursusnya sendiri.”
Jika tetap memaksakan penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada Serentak di tahun 2024, maka kata dia, kita berpeluang membuat preferensi calon pemilih lebih banyak menjadi transaksional dan emosional. Kasus Pilkada misalnya, tak jarang banyak pemilih ingin mendapatkan ‘hadiah’ sebelum memilih salah satu calon.
Fungsi representasi juga menurun karena pejabat yang terpilih jadi merasa tidak punya “kontrak sosial” dengan pemilih.
“Belum lagi problem lainnya seperti harus membayar saksi sampai biaya kampanye yang membuat para calon mesti mengeluarkan dana ekstra agar dapat dipilih. Kontestasi tidak lagi berdasarkan gagasan program.”
(Sur/PARADE.ID)