Jakarta (parade.id)- Mantan Wamenkum HAM Prof Denny Indrayana mengucap syukur atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang tetap menerapkan sistem proporsional terbuka pada Pemilu 2024. Keputusan MK itu, kata Denny, sesuai dengan harapanya.
“Sudah pernah saya sampaikan dalam berbagai kesempatan, saya justru berharap informasi yang saya sampaikan, bahwa MK akan memutuskan kembali penerapan sistem tertutup, berubah dan tidak menjadi kenyataan,” kata Denny, dalam rilisnya, kemarin.
Lebih jauh, kata Denny, putusan MK yang menguatkan sistem proporsional tertutup tersebut adalah kemenangan daulat rakyat, karena survei INDIKATOR merekam 809, rakyat dan delapan partai di DPR juga menghendaki tetap diterapkannya sistem proporsional terbuka.
“Kemenangan daulat rakyat hari ini melengkapi rekam jejak perjuangan saya dengan INTEGRITY Law Firm sebelumnya. Sudah menjadi komitmen kami untuk ikut memperjuangkan suara rakyat pemilih dan menjaga pemilu kita tetap jujur, adil, dan demokratis. Misalnya, menjelang pemilu 2019, melalui Putusan 49/PUU-XV1/2018, kami berhasil mendorong putusan MK yang menyelamatkan jutaan suara rakyat,” ungkapnya.
“Perjuangan lain kami untuk menghapus syarat ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) dengan beberapa tokoh masyarakat (M. Busyro Mugoddas Kk) di tahun 2019, dan tahun lalu melalui lembaga Dewan Perwakilan Daerah dan Partai Bulan Bintang, memang belum berhasil tetapi, tidak menyurutkan langkah saya dan INTEGRITY untuk terus mengawal system pemilu kita untuk makin baik dan makin demokratis.”
Tentang unggahan social medianya, yang mendapatkan liputan luas, ia mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan jurnalis dan media massa, karena, dengan liputan pemberitaan yang meluas itu, mudah-mudahan berkontribusi menjadi pengawalan yang efektif, saat MK memutus lebih cermat dan hati-hati atas permohonan sistem pileg yang sangat strategis tersebut.
“Wajib diapresiasi—dan kita harus fair tidak hanya mengkritisi saja, ini adalah salah satu putusan MK yang komprehensif, mudah dibaca alur dan konsistensi logikanya. Satu-satunya argumen yang belum muncul dan menurut saya perlu mendapatkan penguatan adalah, bahwa soal sistem pemilu legislatif adalah open legal policy, yang merupakan kewenangan pembuat UU (Presiden, DPR, dan DPD) yang menentukannya, bukan kewenangan MK,” kata Denny.
Soal MK yang menyikapi unggahannya, dengan berikirim surat kepada organisasi advokat adalah pilihan yang menarik dan bijak. Apresiasinya karena MK tidak memilih jalur pidana, menggunakan tangan paksa negara, yang artinya memberi ruang terhadap kebebasan berpendapat dan menyampaikan pikiran.
“Tentu saya akan menyampaikan pandangan, bahwa apa yang saya lakukan sebenarnya adalah dalam peran saya selaku akademisi, Guru Besar Hukum Tata Negara, yang menurut UU Guru dan Dosen mempunyai kewajiban, ‘… menyebarluaskan gagasannya untuk mencerahkan masyarakat.’ Kalaupun akan dibawa ke persoalan etik profesi advokat, sudah saya sampaikan bahwa, untuk kondisi sistem penegakan hukum kita yang masih belum ideal, masih banyak praktik mafia hukum, maka kontrol publik justru diperlukan untuk mengawal kinerja hakim kita agar menghadirkan keadilan.”
“Salah satunya lewat kampanye publik (public campaign) dan kampanye media (media campaign), yang dalam kasus ini semoga terbukti efektif melahirkan keadilan dan menguatkan daulat rakyat.”
(Rob/parade.id)