Jakarta (PARADE.ID)- Indonesia sebagaimana negara dan bangsa di dunia lainnya hingga saat ini masih bergulat dan berjuang untuk bisa menurunkan penularan COVID-19.
Masa-masa sulit sebagai dampak COVID-19 sudah, sedang dan masih akan dilalui karena tidak ada satu pun yang mengetahui kapan bencana non-alam ini akan berakhir.
Bahkan, Presiden Joko Widodo sendiri menegaskan sendiri melalui cuitan di Twitter @jokowi pada 14 Juni 2020 menyatakan, “Kita semua ingin pandemi ini segera berakhir. Tapi kapan itu terjadi, tak seorang pun yang bisa memastikan”.
Kepala Negara melanjutkan, “Di masa sulit ini, saya tetap bersyukur bahwa pandemi ini menumbuhkan solidaritas dan kepedulian sosial”.
“Antar tetangga kini saling menjaga, antar kampung saling membantu, dan antar anak bangsa dari berbagai suku, agama, dan kelompok bergerak bersama-sama untuk berbagi kepedulian,”.
Kalau mau dimasukkan dalam data statistikal, barangkali bentuk solidaritas sosial –yang umumnya berupa bantuan sosial (bansos)– yang sangat beragam coraknya, deretannya akan panjang dari Sabang hingga Merauke.
Seiring belum meredanya pandemi COVID-19, dengan bertambahnya kelompok terdampak menjadi keniscayaan untuk terus saling membantu sesama.
Generasi Z terdampak
Survei secara dalam jaringan (daring) yang dilalukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 3-12 Mei 2020 menyimpulkan bahwa saat pandemi COVID-19 kelompok terdampak yang paling besar terhadap kehilangan pekerjaan adalah dari generasi Z.
Generasi Z adalah generasi setelah Generasi Y, yang didefinisikan sebagai orang-orang yang lahir dalam rentang tahun kelahiran 1995 sampai 2010.
Total valid responden survei itu adalah sebanyak 919 orang berusia 15 tahun ke atas di wilayah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) DKI, Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.
Peneliti Pusat Penelitian Kependudukan LIPI Deny Hidayati dalam acara virtual bertajuk “Talk to Scientists: Fenomena Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), New Normal, dan Mobilitas dalam Kajian Sosial” di Jakarta, Jumat (19/6), menyebut yang paling banyak kehilangan pekerjaan adalah dari pendidikan rendah SMP ke bawah dan itu banyak di generasi Z.
PSBB berdampak cukup signifikan terhadap mata pencaharian responden, di mana kebanyakan dari mereka kehilangan sebagian besar pendapatan dan kehilangan pekerjaan.
Generasi Z atau paling muda ini kemungkinan mereka baru masuk pasar kerja dan lebih cepat terpental keluar dari dunia kerja akibat dampak COVID-19.
Di luar survei itu, tidak sedikit laporan-laporan bahwa kalangan menengah pun bernasib kurang beruntung karena tiba-tiba kehilangan pekerjaan.
Malahan, organisasi nirlaba Aksi Cepat Tanggap (ACT) pun memperkuat kondisi itu karena mereka menemukan bahwa pandemi COVID-19 ini berdampak pada masyarakat kelas menegah sehingga bukan hanya kelompok miskin saja.
Menurut ACT, indikator kelompok menengah adalah masyarakat yang memiliki penghasilan di atas UMR DKI Jakarta
ACT menyatakan kedua kelompok masyarakat tersebut akhirnya membutuhkan bansos karena fakta itu ditemukan berdasarkan laporan permintaan bantuan yang diterima ACT selama pandemi.
Bangun sinergi
Dalam satu kesempatan, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyatakan bahwa butuh kebersamaan semua elemen bangsa untuk menghadapi pandemi saat ini.
Ia mengharapkan kerja sama antara BUMN dengan pihak swasta dapat terus terjalin dengan baik, bahkan setelah pandemi COVID-19.
Di saat masih terjadi dan usai pandemi, ia berharap, aktivitas yang bersifat kerja sama bisnis dapat tetap berjalan.
Hingga saat ini pun, diakuinya pemerintah dan swasta terus bergotong-royong untuk melawan COVID-19 karena memang penting untuk bekerja bersama-sama dan menepis ego sektoral.
Apa yang disampaikan Menteri BUMN itu, memang terjadi di lapangan.
Salah satunya adalah yang dilakukan salah satu BUMN, yakni PT Pos Indonesia Kantor Cabang Kota Bekasi, Jawa Barat.
Kepala Kantor Pos Kota Bekasi Norman Fitriadi menjelaskan dalam rangka menyalurkan bansos kepada warga terdampak, baik dari pemerintah pusat melalui Kemensos dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Gandeng swasta
Untuk menyalurkan bansos dari Kemensos dan Pemrov Jabar itu, Kantor Pos Kota Bekasi menggandeng swasta, yaitu pengelola transportasi dalam jaringan (daring), yakni Grab dan Gojek, baik melalui armada sepeda motor ataupun mobil.
Dalam kerja sama itu, di tahap awal sebanyak 27 ribu paket bansos untuk warga Kota Bekasi disalurkan kepada warga terdampak penerima dengan target maksimal 15 hari pengiriman selesai.
Pada penyaluran itu, sesuai yang ditargetkan Kantor Pos Kota Bekasi bisa mengantarkan sebanyak 1.000 paket bansos per hari, termasuk yang diantarkan petugas pos sendiri, langsung ke rumah warga.
Norman Fitriadi menjelaskan bahwa dari sinergi itu, para pengemudi transportasi daring mengaku sangat terbantu dalam kerja sama itu, terlebih ada kendala tidak bisa membawa penumpang saat pandemi COVID-19, kecuali barang.
Malahan, saat mengetahui ada salah satu pengemudi motor daring perempuan yang mendaftar dan akhirnya ikut mengantarkan paket, ia mendapat pengakuan ibu rumah tangga tersebut bersyukur karena ada penghasilan, yang nilainya sangat berarti di kala sepi pesanan karena tidak bisa mengangkut orang.
Dalam penyaluran bansos itu, Menteri Sosial Juliari Batubara meminta PT Pos Indonesia (Persero) bersama dengan BUMN lain ikut menyalurkan bantuan sosial ke seluruh Indonesia.
Kepada Menteri BUMN Erick, Mensos meminta seluruh jaringan Kementerian BUMN untuk membantu penyaluran bansos itu di saat kondisi ekonomi yang sedang down seperti ini.
Kemensos menyatakan sudah sering bersinergi melalui bank Himbara, Bulog, maupun Pos Indonesia dalam tugas-tugas semacam itu.
Direktur Hubungan Strategis & Kelembagaan PT Pos Indonesia Noer Fajrieansyah menambahkan sebagai BUMN, pihaknya ditunjuk pemerintah untuk menjadi administrasi pos yang mewakili Indonesia dalam jaringan Universal Postal Union (UPU).
PT Pos Indonesia juga memiliki misi sosial untuk menjaga keutuhan NKRI dan menjamin adanya pelayanan di wilayah 3T (Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal.
Di tengah pandemi COVID-19 ini, pihaknya siap membantu dan mendukung pemerintah dengan jaringan yang dimiliki untuk mendistribusikan bantuan sosial tunai maupun non-tunai ke seluruh wilayah Indonesia, sekaligus berterima kasih atas kepercayaan pemerintah kepada Pos Indonesia untuk turut serta mendukung penanganan COVID-19.
Tidak tumpang tindih
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi menyatakan bansos itu bersumber dari beberapa lembaga/instansi.
Pertama, dari pemerintah pusat, yang datanya diambil dari Data Terpadu Kesehjateraan Sosial (DTKS) Kemensos, berupa uang sebesar R600 ribu, dan pengirimannya melalui jasa Kantor Pos Indonesia, yang diberikan langsung kepada warga.
Kedua, bantuan dari Pemrov Jabar dengan nilai total Rp500 ribu dalam bentuk sembako seharga Rp350 ribu dan uang tunai sebesar Rp150 ribu, dengan penerima bantuan sebanyak kurang lebih 27.827 kepala keluarga (KK) se-Kota Bekasi, yang sudah mulai dilakukan sejak tanggal 17 April 2020, yang secara simbolis diluncurkan oleh Gubernur Jabar Ridwan Kamil, dan dipusatkan di Kantor Pos Kota Bekasi.
Ketiga, bansos dari Pemkot Kota Bekasi dalam bentuk sembako berupa 5 kg beras, 7 bungkus mie instan, 1 kaleng sardin, 1 botol kecil kecap dan saos, dan ada beberapa produk UMKM.
Ia menegaskan dalam bansos itu Pemkot Bekasi tidak mengubah atau mengurangi bantuan, baik bantuan dari pemerintah pusat maupun dari Pemprov Jabar. Kedua bansos tersebut disalurkan melalui jasa Kantor Pos Indonesia.
Sedangkan untuk bansos yang diberikan dari Pemkot Bekasi, penyalurannya dilakukan melalui aparat di kecamatan dan di kelurahan yang dibantu oleh RT RW setempat di mana data penerima sudah berdasarkan pendataan sebelumnya oleh Ketua RT/RW yang diserahkan ke kelurahan hingga ke Dinas Sosial Kota Bekasi.
Mengenai kriteria warga penerima bansos adalah warga berkartu identitas Bekasi atau non-Bekasi yang kehilangan penghasilan karena pandemi, di mana termasuk dalam salah satu kategori seperti pekerja bidang perdagangan atau jasa, skala usaha mikro dan kecil, pekerja di bidang pertanian, perkebunan, peternakan, pekerja di bidang perdagangan dan jasa, skala usaha mikro dan kecil.
Kemudian, pekerja di bidang transportasi, skala usaha mikro dan kecil, pekerja di bidang industri, skala usaha mikro dan kecil dan penduduk yang bekerja sebagai pemulung
Selain itu, juga yang mengalami salah satu hal, seperti terkena PHK atau dirumahkan dengan pengurangan atau tidak menerima gaji, tutup usaha atau tidak berjualan, pendapatan atau omzet berkurang drastis karena COVID-19, serta janda-janda tua dan fakir miskin
Bansos tersebut tidak boleh tumpang tindih atau ada penerimaan ganda sehingga warga hanya dapat menerima bansos dari salah satunya saja.
Artinya, bila sudah menerima bansos dari pemerintah pusat tidak boleh menerima bansos dari pemprov ataupun dari pemkot begitupun sebaliknya.
Kini, sinergi dalam upaya penanggulangan dampak COVID-19, baik dari sisi sosial-kemanusiaan, dan pada saat bersamaan juga bernilai bisnis, ternyata untuk kesekian kalinya bisa dirawat dan mampu diejawantahkan.
(Antara/PARADE.ID)