Jakarta (PARADE.ID)- Muncul Surat Keputusan Bersama (SKB) UU ITE. Menanggapi hal itu, anggota DPR RI Fraksi PKS, Mardani Ali Sera mengatakan bahwa revisi UU ITE harus tetap dilanjutkan.
Menurutnya hal itu penting untuk memastikan tidak adanya multitafsir, karena selama ini problem ada di beberapa pasal dlm UU ITE.
“Kepastian hukum jg muncul krn kedudukan UU lebih tinggi dari SKB ini. Untuk pemerintah, ayo segera kirimkan draf revisi tsb ke DPR,” kata dia, ketika mengomentari berita di salah satu media dengan judul: “SKB UU ITE Bukan Produk Hukum, Tak Berlaku Surut”, Sabtu (26/6/2021), di akun Twitter-nya.
Tidak hanya soal hukum, UU tersebut menurutnya juga telah memberikan dampak sosial dan politik di tengah masyarakat. Terakhir, pemerintah mesti lebih terbuka serta partisipatif dalam proses penyusunan revisi UU tersebut, mengingat draft SKB tersebut belum pernah dibuka sebelum disahkan.
“Jangan ada lagi kriminalisasi yang dialami masyarakat saat menyampaikan pendapatnya. Contoh curhatan mba Prita terkait pelayanan salah satu RS di 2008 silam. Belum lagi kerap timbul kekhawatiran menjadi korban perundungan di media sosial. Segera Revisi UU ITE adalah jawabannya.”
Pemerintah pun diingatkan olehnya agar jangan melupakan aspek partisipasi publik. Hal ini menurut dia krusial dalam penghormatan dan pemenuhan HAM.
Oleh karena itu ia mengajak untuk menunjukkan itikad baik transparansi dan akuntabel dalam setiap permasalahan bangsa.
Sebagai informasi, SKB nantinya akan menjadi rujukan dalam penerapan sejumlah pasal-pasal yang dinilai bersifat karet dalam UU ITE.
Adapun beberapa pasal yang diberi pedoman implementasi dalam UU ITE ini ialah pasal 27, 28, 29 dan 36. Banyak yang menilai, pasal-pasal tersebut menimbulkan kriminalisasi, termasuk diskriminasi.
Menko Polhukam Mahfud MD berharap agar pedoman ini dapat menjadi jalan agar penegakan hukum terkait UU ITE tidak menimbulkan multitafsir. SKB, kata dia, akan berlaku selama proses revisi UU ITE dilakukan. Demikian dikutip cnnindonesia.com.
“Sambil menunggu revisi terbatas, pedoman implementatif yang ditandatangani tiga menteri dan satu pimpinan lembaga setingkat menteri bisa berjalan dan bisa memberikan perlindungan yang lebih maksimal kepada masyarakat,” kata Mahfud di kantornya, Rabu (23/6).
Mahfud menyebut SKB ini memang dibuat setelah pihaknya menerima masukan dari berbagai pihak, seperti Kepolisian, Kejaksaan Agung, Kominfo, masyarakat, LSM, kampus, korban, terlapor hingga pelapor.
(Rgs/PARADE.ID)