Jakarta (PARADE.ID)- Waketum Partai Gelora, Fahri Hamzah mengatakan bahwa Pemilu adalah jalan untuk mengakhiri perpecahan dengan lahirnya seorang pemimpin yang berhaluan rekonsiliasi. Ini adalah jawaban bagi pihak yang berpikir ‘lebih baik jangan Pemilu kalau kita pecah’.
“Padahal itu hanya aspirasi Elit belaka yaitu segelintir Elit belaka! Demikianlah sedikit catatan korektif bagi mereka yang ingin mengambil jalan pintas bahwa seolah olah rakyat tidak memerlukan Pemilu yang akan berakibat perpecahan,” kata Fahri, kemarin.
Bagi rakyat dan demokrasi, kata dia, Pemilu justru jawaban atas dimulainya perbedaan yang tajam di antara rakyat. Dan perbedaan yang tajam itu diselesaikan dengan cara menentukan siapa pemimpin yang akan menyelesaikan perbedaan yang tajam itu, karena setiap zaman ada pemimpinnya.
Pemilu, ia melanjutkan, juga adalah fasilitas yang rutin untuk menuntaskan seluruh kemungkinan kegagalan transisi dan demokrasi, termasuk apabila mulai terjadi perpecahan. Perpecahan pasti akan dijawab dengan cara lahirnya pemimpin yang rekonsiliasi melalui pemilu.
“Tahapan pertama justru lebih permanen dan jarang berubah, sementara tahap terakhir justru perubahannya yg permanen karena itu yang menjadi harapan baru bagi Penjagaan demokrasi kita antara apa yang dinamis dan apa yang tetap Akan diwakili oleh para pemimpin baru yang terpilih,” tertulis demikian di akun Twitter-nya.
Adapun tahapan pertama hingga terakhir yang ia maksud sebagai berikut. Perama kita memperbaiki Konsitusi sehingga lahirlah Konsitusi UUD 1945 yang demokratis, yang diakui di seluruh dunia sebagai pondasi negara demokrasi Indonesia.
Lalu kedua, setelah konstitusi, berdirilah di atasnya organisasi negara republik Indonesia yang demokratis dan memenuhi seluruh syarat syarat dan ciri dari negara demokrasi modern yang terbuka, transparan dan akuntabel.
Cara terakhir atau ketiga, adalah dengan menyelenggarakan sirkulasi pemimpin yang terus menerus agar pikiran-pikiran segar dan baru mewarnai kita dan pemimpin kita.
“Untuk itulah Pemilu selalu dilaksanakan secara terjadwal,” terang mantan Wakil Ketua DPR itu.
Menyangkut hal di atas, ia menggp banyak sekali pemimpin kita yang belum memahami abjad-abjad dalam logika demokrasi. Mereka masih bingung dan berpikir tambal sulam dan tumpang tindih di dalam memahami pengertian dan filosofi dari demokrasi.
“Sudah sering sering saya katakan bahwa demokrasi kita jaga sebagaimana ia di hancurkan melalui tiga tahapan yang sama. Sehingga abjad membangun demokrasi dan merusaknya juga sama melalui 3 tahapan yg sama,” pungkas dia.
(Rob/PARADE.ID)