Jeneponto (PARADE.ID)- Puluhan orang dari berbagai elemen di Jeneponto hari ini melakukan aksi penolakan terhadap RUU HIP di kantor DPRD setempat. Penolakan mereka ditimbang karena di dalam RUU HIP tidak memasukkan TAP MPRS XXV/MPR/1966 tentang Larangan Paham Komunis. Hali ini pun dianggap memungkinkan akan menjadi celah munculnya paham komunis.
“Pada ketentuan umum Pasal 1 disebutkan tujuan RUU HIP sebagai arah bagi seluruh warga negara dan penduduk dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan pada nilai pancasila. Hal ini mengakibatkan tidak adanya pengakuan bahwa Pancasila sebagai landasan filosofis dan ideologi negara,” demikian informasi yang didapat redaksi parade.id, Kamis (2/7/2020).
Berdasarkan ketentuan Pasal 2 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang menegaskan bahwa Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum, menurut pendemoa pada dasarnya tidak ada (dasar) hukum di atas Pancasila yang dapat memberi legitimasi membuat undang-undang untuk Pancasila.
Pasal 6 ayat 1 RUU HIP, misalkan, menyebut ada 3 ciri pokok Pancasila yang bernama Trisila yaitu: Ketuhanan, Nasionalisme dan Gotong royong serta Trisila tersebut di kristalisasi dalam Ekasila menjadi Gotong royong, Hal ini secara terselubung terindikasi ingin melumpuhkan keberadaan sila pertama (1) yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa serta terindikasi menyingkirkan peran Agama
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Keberadaan BPIP ataupun DN-PIP dianggap tidak tepat oleh pendemoa karena Pancasila adalah sesuatu yang fina dan tidak perlu lagi dilakukan penafsiran-penafsiran yang akan mengurangi makna dari Pancasila
itu sendiri. Sehingga menurut mereka, bukan pembinaan Pancasila melainkan pembinaan tentang pendidikan dan pelaksanaannya ataupun sebagai pedoman dan penghayatan serta pengamalannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Maka BPIP/DN-PIP perlu dibubarkan.
“Dari aspek substansi RUU HIP banyak menimbulkan kontroversi yang memunculkan beberapa analisa di luar nalar yaitu: Alasan Pembentukannya, Status RUU HIP dalam Tata Hukum Nasional, legalitas Pancasila yang akan diundangkan, jenis Pancasila yang akan diundangkan dan Status Tuhan dalam Pancasila di RUU HIP.”
Oleh karena pertimbangan maksimal di atas, pendemo meminta RUU HIP dicabut Prolegnas 2020.
DPRD setempat memberikan respon kepada pendemo. Di antaranya dari Hanafi Sewang, yang mengatakan bahwa spirasi yang dibawa insyaallah akan didukung dan melanjutkan ketingkat atas untuk ditindaklanjuti ke tahap selanjutnya.
“Kami menganggap bahwa terkait dengan rancangan RUU HIP sebenarnya ini tidak penting dilaksanakan di dalam kondisi pandemi Covid-19 mungkin lebih baik jika DPR RI fokus terhadap Pandemi Covid-19 karena masyarakat di Indonesia masih banyak yang membutuhkan bantuan dari Pemerintah dalam kondisi pandemi covid-19. Maka dari itu saya meminta kepada adek-adek sekalian untuk membantu membangkitkan semangat kami di DPRD Kab. Jeneponto untuk berjuang dan menyampaikan kepada DPR RI untuk menolak RUU HIP,” demikian kata Hanafi.
Setelah mendengar respon dari salah satu Anggota Dewan, pendemo mengingatkan bahwa agar tuntutannya diperhatikan dengan seksama.
“Maka dari itu apabila permintaan dari kami tidak dindahkan kami dari badan penyuluhan dan pembelaan hukum satuan siswa, pelajar dan mahasiswa majelis pimpinan cabang Pemuda Pancasila Kab. Jeneponto akan membawa massa yang lebih banyak dibanding yang berada didalam ruangan saat ini,” ancamanya.
Secara terang Anggota DPRD Kab. Jeneponto dianggap bersedia untuk mendukung dari pernyataan sikap perserta aksi dan juga bersedia untuk bersama-sama menolak RUU HIP.
Pendemo berasal dari Badan Penyuluhan dan Pembelaan Hukum Satuan smSiswa, Pelajar dan Mahasiswa Majelis Pimpinan Cabang Pemuda Pancasila. Aksi dikomandoi oleh Hari Susanto dan Hasan Walinono.
(Reza/PARADE.ID)