Jakarta (parade.id)- Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Gerakan Rakyat melontarkan kritik tajam terhadap lambannya respons pemerintah dalam menangani bencana besar yang melanda Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat. Hingga hari ini, total korban jiwa telah menembus angka 1.068 orang, namun pemerintah pusat dinilai masih “menutup mata” dan enggan menetapkan status Bencana Nasional.
Bukan Sekadar Angka, tapi Kegagalan Negara
Dalam keterangan resminya lewat akun X resmi, Jumat, Gerakan Rakyat menegaskan bahwa 1.068 korban jiwa dan 190 orang hilang bukanlah sekadar statistik atau komoditas kalkulator politik. Juru bicara DPP Gerakan Rakyat menyatakan bahwa kondisi di lapangan sudah mencapai titik kritis yang melampaui kapasitas pemerintah daerah.
“Pemerintah daerah di tiga provinsi sudah kewalahan. Jalan rusak, jembatan putus, dan RSUD lumpuh. Membiarkan daerah menanggung beban ini sendirian adalah bentuk pengabaian sistematis terhadap rakyat,” tegas perwakilan DPP Gerakan Rakyat.
Dosa Ekologis: Alam Memicu, Kerusakan Lingkungan Membunuh
Kritik paling pedas diarahkan pada penyebab bencana. Gerakan Rakyat menyebut tragedi ini sebagai “Dosa Ekologis” pemerintah. Meski Siklon Senyar menjadi pemicu cuaca ekstrem, besarnya skala korban jiwa di Indonesia dibandingkan negara tetangga seperti Thailand dan Sri Lanka disebut sebagai akibat langsung dari deforestasi dan alih fungsi lahan yang dibiarkan tanpa kendali.
“Alam hanya memicu, tetapi kerusakan lingkunganlah yang menghilangkan nyawa. Ini bukan sekadar bencana alam, ini adalah kegagalan negara dalam menjaga ruang hidup rakyatnya,” tulis pernyataan tersebut.
Lima Indikator yang Diabaikan
Gerakan Rakyat merujuk pada UU No. 24 Tahun 2007 Pasal 7 ayat 2 tentang indikator penetapan status bencana nasional. Mereka mempertanyakan nurani pemerintah karena kelima indikator tersebut dianggap sudah terpenuhi:
1. Jumlah Korban: Lebih dari seribu nyawa melayang.
2. Kerugian Harta: Lahan pertanian hancur dan rumah terkubur lumpur.
3. Kerusakan Prasarana: Jembatan lintas provinsi putus dan desa-desa terisolir.
4. Cakupan Wilayah: Meliputi tiga provinsi besar sepanjang Pulau Jawa.
5. Dampak Ekonomi: Lumpuhnya ekonomi di pantai barat Sumatera.
Tuntutan Desak Presiden
Atas dasar kondisi tersebut, DPP Gerakan Rakyat mengeluarkan empat tuntutan mendesak kepada Presiden:
1. Segera Tetapkan Status Bencana Nasional: Sebagai bentuk pertanggungjawaban moral dan konstitusional.
2. Buka Akses Bantuan Internasional: Menghilangkan ego pemerintah demi mempercepat evakuasi dan rehabilitasi, berkaca pada kecepatan penanganan di era SBY dan Jokowi.
3. Moratorium Izin Tambang & Sawit: Menghentikan pemberian izin baru, melakukan audit lingkungan, dan mengusut tuntas pihak yang bertanggung jawab atas bencana ekologi ini.
4. Mobilisasi Kekuatan Penuh: Mengerahkan TNI, Polri, dan Basarnas secara masif untuk menembus desa-desa yang belum tersentuh bantuan selama berminggu-minggu.
“Status bencana nasional bukan kemurahan hati pemerintah, melainkan kewajiban konstitusional. Menolak status ini berarti mengingkari realitas kemanusiaan di depan mata,” tutup pernyataan tersebut.
Gerakan Rakyat berjanji akan terus mengawal kasus ini dan berdiri bersama para korban hingga negara benar-benar hadir melakukan pemulihan, bukan sekadar janji di atas kertas.







