Jakarta (PARADE.ID)- Berita soal lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seolah tak ada habisnya. Belum selesai dengan persoalan lama, datang persoalan baru. Kira-kira demikian yajg dilihat publik.
Kini, persoalan baru itu terkait tes wawancara kebangsaan (TWK) kepada para pegawai KPK untuk nanti kemudian diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Tetapi, tampaknya belum selesai semua pegawai KPK mendapat giliran untuk itu, sudah muncul kehebohan karena pertanyaan yang dilontarkan dalam TWK tersebut dianggap tidak sesuai dengan marwah kelembagaan.
Mantan Juru Bicara Febri Diansyah pun tiba-tiba mengenang bagaimana dirinya ketika itu belum menjadi bagian dari KPK dan harus menjalani serangkaian tes.
“Saya mau cerita, gimana seleksi jd Pegawai KPK. Dulu… seleksi masuk KPK disebut INDONESIA MEMANGGIL Ya, karena kami yg ikut seleksi merasa terpanggil untuk berbakti pada INDONESIA Saya lulus Indonesia Memanggil 7 (IM-7), sekitar thn 2013 brsama 159 pegawai lainnya,” demikian kisahnya, yang ia tuliskan di akun Twitter-nya.
Seluruh tes, sebelum tahap wawancara unit kerja dilakukan oleh konsultan Independen yang berpengalaman melakukan tes serupa untuk sejumlah lembaga negara/swasta. Tahap 1, seleksi administrasi. Di tahap ini disebut olehnya juga ada beberapa pertanyaan awal tentang pondasi-pondasi Integritas dan motivasi masuk KPK. Sedangkan di tahap 2 dilakukan tes potensi seharian full.
“Saya agak kurang sehat saat itu, shg saat jwb smpat ga sadar agak meler.”
Kalau melihat tes masuk PNS, ada beberapa yang menurutnya memiliki soal yang mirip. Tapi ia mengaku merasakan tesnya sangat berat hari itu. Selain menguji potensi IQ, juga kesabaran dan konsistensi.
Tahap 3 tes kompetensi sesuai bidang masing-masing dan pengetahuan umum tentang berbangsa dan bernegara, hukum dan pemberantasan korupsi. Karena ia melamar sebagai Penyelidik, ada juga pertanyaan tentang audit. Tahap 4 tes bahasa Inggris.
“Pada tahap kompetensi ada wawancara dg konsultan. Saya merasakan hanya hal yg relevan yg digali. Bhkan ada pertanyaan mendalam ttg integritas dan independensi. Trmasuk pertanyaan, apa yg akan anda lakukan jk tahu atasan salah? Saya jwb, saya akan ingatkan dg cara yg tepat.”
Ia juga dtanya, situasi apa yang paling sulit ketika harus memilih kepentingan pribadi dengan kepentingan pelaksanaan tugas. Hingga terkait kepemimpinan tim dan pengambilan keputusan. Ia memahami bahwa ini pertanyaan sangat penting karena terkait aspek kepemimpinan dan konflik kepentingan.
“Ada jg sesi Leaderless Group Discussion membahas ttg nilai2 dasar antikorupsi seperti kejujuran dan bgaimana membangun prinsip antikorupsi dlm kehidupan masyarakat hingga bernegara.”
Menurut Febri, proses yang dilalui cukup panjang dan saringan yang sangat ketat. Terakhir ia mengikuti tes kesehatan. Proses pendaftaran Mei 2013, dan ia baru mulai melakukan pendidikan pada November 2013. Setelah seluruh tahapan dilalui, yang lolos seleksi dipanggil wawancara dengan unit kerja.
Calon pegawai yang lolos tahap wawancara unit kerja ini berarti telah memenuhi kompetensi dasar. Tinggal kecocokan dengan pelaksanaan tugas unit masing-masing. Pada fase wawancara inilah digali sedemikian rupa kemampuan dan latar belakang. Namun sebelumnya KPK menerjunkan tim profiling masing-masing calon.
“Setelah lolos seluruh tahapan, seingat saya ada 160 orang. Kami memasuki tahapan yg paling “terkenal” di setiap angkatan KPK. Pendidikan dasar ini disebut INDUKSI PEGAWAI KPK. Angkatan saya saat itu dididik dan ditempa di Pusat Pendidikan KOPASSUS di Batujajar selama 2 bln.”
Ia bercerita, beberapa angkatan sebelumnya ada yang di BAIS TNI dan Akpol. Saat itu ia diberikan berbagai materi fisik, disiplin, aspek kebangsaan dan cinta tanah air, hingga materi-materi intelijen dan hukum. Lengkap.
“Jam 4 pagi bangun, olahraga, subuh jamaah, mandi, upacara, apel pagi, pbb, kelas dll,” kenangnya.
Sesi harian berakhir smpai apel malam sekitar jam 8 atau 9. Kemudian ia dan calon lainnya bersih-bersih dan bersiap istirahat. Tapi ada kewajiban untuk jaga barak secara bergantian tiap jam sampai pagi.
“Oh ya, Pegawai diberikan waktu untuk Ibadah sesuai agama masing2, stiap hari dan jg hari minggu.”
Selain di Batujajar, Febri mengaku juga dibawa ke tempat pelatihan hutan Kopassus di Situ Lembang. Ia teringat, rasanya kala itu airnya sangat dingin seperti air yang ditaro di samping pintu kulkas semalaman. Di sana penempaan yang lebih dilakukan. Hampir setiap saat pelatih menekankan tentang kebangsaan.
“Oh ya, saya hampir tdk jadi ikut INDUKSI saat itu, karena isteri sdg hamil tua anak ke-3. Tp setelah saya bcara dg keluarga, mereka merelakan krn yg kami pahami saat itu, menjadi pegawai KPK adalah panggilan hati untuk berkonstribusi dan mengabdi pada INDONESIA.”
“Alhamdulillah, saat ada kabar isteri akan lahiran, saya diberikan cuti 2 hari untuk menemani proses kelahiran di Jakarta. Dg catatan, setelah itu saya wajib kembali ke lokasi dan lapor ke pelatih. Oh ya, saat pulang ke rumah, 2 anak saya smpat agak ragu dan tdk mengenali Bapaknya. Krn pulang2 kulit lbih gelap, dekil (tentu saja) dan kurus.”
Tapi ia mengaku merasa sangat sehat saat itu. Malah beberapa waktu kemudian tubuhnya mengembang kembali.
Menutu Febri tidak hanya itu, seleksi jabatan di KPK juga harus tes dengan tahapan seperti di atas. Itu yang selama ini terjadi di KPK. Karena itu ia tidak habis pikir sekarang beberapa pegawai senior yang berdedikasi dan kinerja bagus terancam disingkirkan, hanya karena tes wawasan kebangsaan yang kontroversial ini.
“Saya berterimakasih dan masih terus berkomunikasi dg bbrpa pelatih di Pusdikpassus yg dulu menggembleng kami pagi, siang malam.. Yg saya ceritakan mgkn hanya bagian kecil. Pegawai2 KPK di angkatan sebelumnya saya dengar melalui proses yg lebih berat,” kenangnya kembali.
(Rgs/PARADE.ID)