Jakarta (PARADE.ID)- Presiden Jokowi melakukan pidato pada Sidang Majelis Umum PBB ke-76. Pidato Presiden dilakukan secara virtual.
Dalam pidatonya, Presiden menyinggung beberapa isu yang dihadapi oleh negara-negara dunia. Dan menurutnya, isu-isu itu ditunggu oleh masyarakat dunia (untuk menjawab kegelisahan utama dunia).
Isu pertama soal pandemi Covid-19. Presiden mempertanyakan kapan kita akan terbebas dari pandemi. Kedua, ia mempertanyakan kapan perekonomian akan segera pulih dan tumbuh inklusif.
Ketiga, ia mempertanyakan bagaimana menjamin ketahanan planet ke depan serta kapan dunia akan terbebas dari konflik terorisme dan perang. Dan melihat perkembangan dunia sampai sekarang ini, kata Presiden, banyak hal yang harus kita lakukan secara bersama-sama.
“Pertama, kita harus memberikan harapan bahwa pandemi Covid-19 akan bisa tertangani dengan cepat adil dan merata,” ujarnya, Kamis (23/9/2021).
Namun, kata dia, kita tahu bahwa kemampuan dan kecepatan antar negara dalam menangani Covid-19 termasuk vaksinasi sangat timpang. Politisasi dan diskriminasi terhadap vaksin disebutnya masih terjadi.
Hal ini pun kata dia harus bisa kita selesaikan dengan langkah-langkah nyata di masa depan. Yakni kita harus menata ulang arsitektur ketahanan Kesehatan Global security system. Diperlukan mekanisme baru untuk penggalangan sumberdaya.
“Kesehatan global baik pendanaan vaksin obat-obatan, alat-alat kesehatan dan tenaga kesehatan secara cepat dan merata di seluruh negara. Diperlukan standarisasi protokol Kesehatan Global dalam hal aktivitas lintas batas negara,” demikian yang disiarkan di laman YouTube Sekretariat Presiden.
Misalnya, lanjut Presiden, perihal kriteria vaksinasi hasil tes maupun status kesehatan lainnya. Kedua pemulihan perekonomian global menurutnya hanya bisa berlangsung jika pandemi terkendali dan antar negara bisa bekerjasama, dan saling membantu untuk pemulihan ekonomi.
“Indonesia dan negara berkembang lainnya membuka pintu seluas-luasnya untuk investasi yang berkualitas, yaitu yang membuka banyak kesempatan kerja, transfer teknologi, peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan berkelanjutan,” terangnya.
Ketiga, masih menurut Presiden, ialah komitmen Indonesia terhadap ketahanan iklim pembangunan yang rendah karbon serta teknologi hijau diklaimnya sudah jelas dan tegas. Tetapi proses transformasi energi dan teknologi tersebut harus memfasilitasi negara berkembang untuk ikut dalam pengembangan industri dan menjadi produsen teknologi.
“Di masa pandemi Covid-19 ini kata Presiden mengingatkan kita tentang pentingnya penyebaran sentra produksi kebutuhan vaksin di dunia di banyak negara,” katanya.
Keempat, ialah kita harus tetap serius melawan intoleransi, konflik, terorisme dan perang, perdamaian dalam keberagaman, jaminan hak perempuan dan kelompok minoritas, yang harus kita tegakkan.
Selanjutnya juga potensj praktik kekerasan dan marjinalisasi perempuan di Afghanistan, kemerdekaan Palestina yang semakin jauh dari harapan serta krisis politik di Myanmar, kata Presiden, harus menjadi agenda kita bersama.
“Pemimpin ASEAN telah bertemu di Jakarta dan menghasilkan lima poin konsensus yang implementasinya membutuhkan komitmen militer Myanmar. Harapan besar masyarakat dunia tersebut harus kita jawab dengan langkah nyata, dengan hasil yang jelas. Itulah kewajiban yang ada di pundak kita, yang ditunggu masyarakat dunia,” bebernya.
Dan itulah pula kata dia kewajiban kita untuk memberikan harapan masa depan dunia yang mulia.
Di tahun 2022 Indonesia akan memegang presidensi di G20 dengan tema besar Recover Together, Recover Stronger. Indonesia akan berupaya di G20 dapat bekerja untuk kepentingan semua untuk negara maju dan negara berkembang.
Utara dan selatan, negara besar dan kecil, negara kepulauan dan pulau-pulau kecil di Pasifik, serta kelompok rentan yang harus diprioritaskan inklusivitas adalah prioritas utama kepemimpinan Indonesia.
Inilah kata dia komitmen Indonesia untuk membuktikan let behind ekonomi hijau dan berkelanjutan.
Ia mengatakan juga akan menjadi prioritas Indonesia yang memiliki nilai yang strategis dalam isu perubahan iklim.
“Untuk itulah kami terus bekerja memenuhi komitmen. Kami, pada tahun 2020 Indonesia telah berhasil menurunkan kebakaran hutan sebesar 82 persen dibanding tahun-tahun sebelumnya,” klaimnya.
Deforestasi pun disampaikannya turun signifikan, terendah dalam 20 tahun terakhir dan dalam tatanan global Indonesia ingin mengedepankan dan saling berbagi beban menghadapi agenda bersama dunia yang sangat berat.
“Indonesia kembali menyampaikan harapan dan dukungannya terhadap multilateralisme, karena sudah mendesak bagi kita untuk mengawal multilateralisme yang efektif dengan kerja dan hasil yang konkret. Let us work together, to recover together, recover stronger,” tandasnya.
(Sur/PARADE.ID)