Jakarta (parade.id)- Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) menolak keras Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2025 tentang Pengupahan yang baru diterbitkan pemerintah. Ketua Umum KASBI, Sunarno, menyebut regulasi ini hanya memperpanjang praktik upah murah di Indonesia tanpa memberikan solusi nyata bagi kesejahteraan buruh.
PP yang ditetapkan pada 17 Desember 2025 dan baru diterima publik sehari kemudian ini dikritik keras karena minim partisipasi. “Proses pembuatan sangat tertutup. Naskah baru kami terima 18 Desember, padahal batas waktu penetapan UMP dan UMK adalah 24 Desember. Ini terlalu mepet,” ujar Sunarno dalam keterangan persnya kepada parade.id, Sabtu (20/12/2025).
Ia mempertanyakan pelibatan pemerintah daerah dan dewan pengupahan dalam penyusunan regulasi yang berdampak langsung pada jutaan pekerja Indonesia ini.
Kritik tajam KASBI tertuju pada pengabaian Kebutuhan Hidup Layak (KHL) sebagai dasar penetapan upah. Menurut Sunarno, meski rentang indeks alfa diubah menjadi 0,5-0,9, penetapan upah minimum tidak menggunakan dasar KHL terbaru.
“Ini inkonsisten dengan hak konstitusional atas penghidupan layak yang dijamin UUD 1945 Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28D ayat (2), serta bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi,” tegasnya.
Akibatnya, daerah dengan UMK rendah tidak akan bisa mengejar disparitas upah dengan kota-kota besar. KASBI mengusulkan formulasi sederhana: upah di atas Rp5 juta naik minimal 10 persen, Rp4-5 juta naik 20 persen, Rp3-4 juta naik 30 persen, dan Rp2-3 juta naik 40 persen.
Meski penetapan upah minimum diserahkan kepada Gubernur, KASBI menilai kewenangan ini sangat terbatas karena terikat rumus yang justru membatasi pemenuhan kehidupan layak. Hal ini dinilai kontradiktif dengan semangat otonomi daerah dalam UU 23/2014 yang memberi kewenangan lebih besar pada kota/kabupaten.
Penerapan Upah Minimum Sektoral (UMS) juga dikritik karena harus melalui prosedur panjang dan bahkan voting dengan komposisi 2:1:1 yang merugikan buruh. “Posisi pemerintah biasanya selalu mendukung asosiasi pengusaha,” keluh Sunarno.
Atas hal itu, Konfederasi KASBI mengeluarkan lima tuntutan kepada pemerintah:
- Menolak PP No. 49/2025 dan mendesak pembentukan sistem pengupahan yang adil dengan melibatkan serikat buruh
- Menggunakan KHL hasil survei terkini dengan formula: 100 persen KHL + pertumbuhan ekonomi
- Menolak penetapan upah di bawah ketentuan minimum untuk sektor apapun
- Mengoptimalkan kenaikan upah melebihi inflasi dan pertumbuhan ekonomi untuk memperkecil kesenjangan
- Menyerukan aksi daerah saat sidang dewan pengupahan untuk penetapan upah 2026
PP No. 49 Tahun 2025 menggantikan PP 51 Tahun 2023, namun secara substansi hanya merevisi PP 36 Tahun 2021 yang merupakan turunan Omnibus Law Cipta Kerja yang ditolak mayoritas serikat buruh Indonesia.
Penetapan upah minimum untuk tahun 2026 dijadwalkan pada 24 Desember 2025, hanya lima hari setelah naskah PP diterima publik.







