Jakarta (parade.id)- Aksi unjuk rasa menolak kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di Kabupaten Bone berubah menjadi ricuh dan anarkis, Selasa (19/8/2025). Ribuan massa yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bone Bersatu bukan hanya berorasi, tetapi juga melemparkan botol dan batu ke arah aparat, merusak pagar, hingga memaksa masuk ke kantor bupati. Aparat keamanan akhirnya menembakkan gas air mata untuk membubarkan massa.
Aksi yang dimulai dengan long march dari Lapangan Merdeka Watampone sekitar pukul 14.00 Wita ini dengan cepat memanas. Massa yang mencapai sekitar 1.000 orang mendatangi Kantor Bupati Bone di Jalan Jenderal Ahmad Yani dan menyampaikan dua tuntutan utama: penolakan kenaikan PBB-P2 dan pencopotan Kepala Bapenda Kabupaten Bone.
Ketegangan mulai memuncak sekitar pukul 14.55 Wita, ketika massa mulai melemparkan gelas air mineral (aqua gelas) ke arah barisan aparat. Aksi pelemparan ini berulang kali terjadi pada pukul 15.06, 16.28, dan 18.36 Wita. Tidak hanya itu, massa juga melakukan pengrusakan pagar berdiri di sekitar kantor bupati pada pukul 15.00 Wita.
Puncaknya terjadi usai hearing yang dilakukan perwakilan pemkab. Meski telah diterima oleh Penjabat Sekda Bone, H.A. Saharuddin, beserta jajarannya termasuk Kepala Bapenda, massa justru semakin geram. Pada pukul 18.24 Wita, mereka berusaha memaksa masuk ke dalam kantor bupati namun dihadang oleh Pasukan PHH (Pengendalian Huru-Hara) Polri.
Massa pun kembali melemparkan benda-benda, termasuk batu. Aparat yang kewalahan akhirnya mengambil tindakan tegas dengan menembakkan gas air mata pada pukul 18.47 Wita untuk memukul mundur massa. Kericuhan masih berlanjut hingga ke perempatan lampu merah dan depan SPBU Ahmad Yani, dimana massa membangun posko dan terus melemparkan batu.
Akibat aksi anarkis tersebut, aparat kepolisian mengamankan 16 orang yang diduga sebagai dalang dan provokator kericuhan. Hingga berita ini diturunkan, situasi di lokasi dilaporkan masih belum kondusif dan unjuk rasa masih berlangsung.
Dalam hearingnya, perwakilan Pemkab Bone berusaha melunak dan memberikan penjelasan. Kadis Kominfo Bone, Anwar, menyatakan bahwa penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) ini merupakan amanah dari BPK dan mengacu pada Zona Nilai Tanah (ZNT) dari BPN. Ia menegaskan Bupati dan Wakil Bupati tidak berada di tempat.
Sementara Kabag Hukum Setda, Ramli, menegaskan bahwa yang naik adalah NJOP-nya, bukan tarif pajaknya. “Apabila penyesuaian tersebut tidak dilaksanakan, maka akan menjadi temuan kerugian Negara,” ujarnya.
Kepala Bapenda Bone, Muhammad Angkasa mencoba meredam emosi dengan menyatakan bahwa hanya 25 persen wajib pajak yang terdampak, khususnya yang tanahnya berada di jalur utama atau poros. “Tahun ini tidak ada kenaikan tarif,” tegasnya.
Namun, penjelasan ini tampaknya tidak memuaskan massa yang sudah dilanda emosi. Aliansi Rakyat Bone Bersatu, yang merupakan gabungan dari 14 organisasi termasuk PMII, HMI, IMM, BEM, dan berbagai forum pemuda dan LSM, bersikukuh menolak kebijakan yang mereka anggap memberatkan masyarakat kecil ini.
Situasi masih terus dipantau dan belum diketahui bagaimana kelanjutan dari aksi protes yang berujung ricuh ini.*