Jakarta (parade.id)- Acara Road to Indonesia Fashion Parade (IFP) 2023 digelar, kemarin. Digelar di salah satu hotel di Jakarta Pusat, DKI Jakarta. Tema yang diambil adalah ‘Rejuvination’.
CEO Indonesia Fashion Parade 2023, Athan Siahaan, memberikan alasan mengapa tema itu yang diambil—bertujuan untuk merespons isu Indonesia karena dinilai menjadi salah satu negara penyumbang sampah terbesar di dunia. Dimana satu bulan bisa mencapai 7 ribu ton.
“Kami mengambil tema itu agar pakaian-pakaian yang masih ada dan masih layak pakai itu bisa didaur ulang sehingga bisa digunakan kembali dan bisa mempunyai daya jual kembali. Dan karena penikmat fesyen beberapa tahun lalu dengan sekarang berbeda—jadi tida salah kami mengeluarkan koleksi yang lalu untuk dihidupkan kebali,” ungkapnya.
Dalam acara tersebut, hadir para desainer seperti: Athan Siahaan sendiri, M Rizky Jumbriyono, Linda Panggabean, Hikmawati Arsiyd, Dewi Marda, Tru Fatmah, Ukke Wahyu, Arlinawati, dan Sari Soentoro. Masing-masing menjelaskan dan mempertunjukkan hasil karyanya.
Hasil karya tersebut diperagakan oleh seorang model. Athan menjelaskan karyanya yang digunakan model.
Karya Athan, bahannya digunakan seperti bahan ulos tetapi bukan ulos adat. Ulos tersebut ia modifikasi dengan sentuhan kekinian—dirajut kembali, sehingga memiliki daya jual kembali.
Sementara itu, hasil karya M Rizky Jumbriyono dijelaskan olehnya, bahwa konsep yang dibawa adalah konsep Kalimantan Tengah. Karyanya hasil daur ulang dari jas berwarna hitam.
“Itu baju kebesaran paskibraka yang sudah pudar warnanya. Saya cuci kembali dan saya aplikasikan dengan kain lebaran tahun lalu, sehingga sesuai dengan tema kita hari ini,” ia menjelaskan.
Linda Panggabean, menjelaskan bahwa pakaian yang diperagakan itu tampilannya bernama Ulos Sadum. Sadum, kata dia, memiliki arti kumpulan keindahan yang hidup jadi satu (motifnya).
Jadi kata dia, sadum itu motifnya sebagaimana orang Batak memandang dunia adalah indah. Dimana di kain itu pohon yang berwarna-warni, rumah, dan ada burung yang berwarna-warni
Alasan dia mengangkat ulos karena ia meyakini banyak orang Batak yang menyimpannya—untuk acara adat.
“Dan biasanya ulos akan disimpan di dalam lemari dan dibiarkan begitu. Oleh karena itu di acara ini saya menampilkan itu dengan didesain lebih modern, dengan motof klasik—untuk menggambarkan betapa indahnya dunia ini,” penjelasannya.
Hikmawati Arsiyd, menampilkan karyanya dengan butterfly. Filosofinya adalah kupu-kupu dan sains.
Dewi Marda, menampilkan karyanya dengan mengambil motif Bekasi. Dimana Bekasi itu kata dia ada unsur sejarahnya, budaya, flora dan fauna, juga warna.
Perbedaan batik Bekasi dengan batik lainnya menurut dia, batik Bekasi itu cenderung lebih ngejreng. Warnanya terang-terang.
Bahan dari hasil karyanya terbuat dari sisa-sisa batik hasil cuci gudang. Dikumpulkannya. “Sebab sampahnya itu luar biasa. Sampai berkarung-karung. Jadi saya pilih dan saya pakai untuk acara ini,” ia menjelaskan.
Tru Fatmah, menampilkan karyanya dengan tema ‘Beutiful of Tenun’. Alasan ia mengangkat tema itu pada karyanya karena merasa tenun itu sangat indah. Kali ini ia aplikasikan tenun Kalimantan.
Ukke Wahyu, menampilkan perpaduan jins dengan tenun. Kedua, ia menampilkan perpaduan rompi dengan kain tenun. Pun dengan sarung, ia katakan, dari tenun. Tenun Badui.
Arlinawati, menampilkan karya daerahnya sendiri, yakni dari Padang: Baju Kurung. Alasan dia untuk menjaga kekayaan daerahnya karena sejauh ini Baju Kurung masih dipakai oleh anak-anak sekolah pada hari Jumat.
Sari Soentoro, menampilkan karyanya dengan mengangkat tema The Power Lurik. Alasan dia mengangkat tema itu karena ia merasa bahwa kain lurik seperti termajinalkan. Ke model, ia kombinasikan kain lurik dengan syal dari berbagai daerah, seperti dari NTT.
(Juf/parade.id)