Jakarta (parade.id)- Selain kejahatan kemanusiaan, perang di Gaza juga merupakan kejahatan pada lingkungan. Hal itu disampaikan Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) Fadli Zon saat menghadiri Pertemuan Parlemen Dunia dalam rangka COP 28 (Konferensi PBB soal Perubahan Iklim) di Dubai, Uni Emirat Arab, baru-baru ini.
Fadli juga menyebut, perang di Gaza, selain memakan korban rakyat tak berdosa, juga telah menciptakan kerusakan lingkungan.
“Dengan demikian menghambat, baik secara langsung maupun tidak, upaya-upaya mitigasi perubahan iklim,” tambahnya.
Dalam forum COP28, ia menekankan dalam konteks situasi global hari ini, upaya mitigasi perubahan iklim menghadapi hambatan yang makin sulit, khususnya dengan terjadinya perang dan konflik di berbagai belahan dunia, seperti sedang yang terjadi di Gaza, Palestina.
Pada pertemuan COP28 itu, kata Fadli, Anggota juga melaporkan langkah strategis Indonesia mengurangi emisi dan memitigasi dampak perubahan iklim, dengan berbagai cara.
“Indonesia berkomitmen menghasilkan energi baru dan terbarukan untuk mencapai ketahanan energi nasional. Energi terbarukan menyumbang 23 persen bauran energi nasional pada tahun 2025 dan 31 persen bauran energi nasional pada 2050,” katanya.
Langkah lainnya adalah moratorium izin pembukaan lahan untuk melindungi 66 juta hektar hutan dan lahan gambut; rehabilitasi hutan bakau seluas 600.000 hektar diharapkan selesai pada akhir tahun 2024; serta menurunkan tingkat deforestasi hingga titik terendah pada tahun 2020, yaitu sebesar 115 ribu hektar.
Fadli juga menyampaikan bahwa COP28 juga harus mencerminkan kebutuhan pendanaan iklim yang belum terpenuhi di negara-negara berkembang, dengan menggarisbawahi bahwa upaya dekarbonisasi akan mencapai kemajuan yang signifikan dengan sarana implementasi yang memadai.
“Negara-negara maju yg seharusnya segera merealisasikan komitmen pendanaan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim global sebesar $100 miliar USD (yang dijanjikan tahun 2020) pada 2025.
Rangkaian kegiatan Pertemuan COP 28 yg diselenggarakan di Dubai dari tanggal 30 November hingga 12 Desember tersebut dihadiri sekitar 70.000 orang dari unsur pemerintah, parlemen, pihak swasta dan elemen masyarakat sipil dari negara-negara pihak Perjanjian Paris, untuk mendiskusikan langkah-langkah yg dipandang perlu dalam rangka menyikapi fenomena perubahan iklim.
(Rob/parade.id)