Jakarta (PARADE.ID)- Senin kemarin, 27 Desember 2021, tiga orang Anggota DPD RI yaitu Tamsil Linrung, Fahira Idris dan Edwin Pratama Putra mengajukan gugatan judicial review ke Mahkamah Konstitusi, terkait dengan presidential threshold (PT) pencalonan presiden 20 persen yang tertuang di dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Dalam pengajuan JR yang dipimpin Tamsil Linrung ini menuntut ambang batas pencalonan presiden 20 persen menjadi hanya nol persen.
Menurut Fahira, pengajuan JR ini adalah sebuah ikhtiar agar pemilihan presiden (Pilpres) pada Pemilu 2024 diselenggarakan dengan akal sehat di mana salah satu syaratnya adalah menghapus ambang batas pencalonan presiden 20 persen menjadi hanya nol persen.
“Ada kesenjangan yg luar biasa besar antara keinginan para pbuat UU Pemilu agar ambang batas 20% dpertahankan dg kehendak publik luas agar ambang batas dhapuskan. Itulah knp norma ambang batas pemilihan presiden ini terus diuji di MK, krn memang tdk sesuai dg prinsip demokrasi,” kata dia.
Kita, kata dia, ingin Pilpres 2024 diselenggarakan dengan aturan yang mengedepankan akal sehat. Sebab ketentuan PT 20 persen di tengah keharusan Pileg dan Pilpres digelar serentak sejatinya sudah tidak relevan lagi.
“Demi keadilan dan asas kesetaraan dalam berkompetisi, semua partai peserta pemilu mempunyai hak dan kesempatan yang sama mengajukan calon presidennya masing-masing,” tertulis di akun Twitter-nya, kemarin.
“Saya ikut mengajukan judicial review ke MK sebagai ikhtiar untuk menyelamatkan masa depan demokrasi Indonesia. Bangsa ini harus belajar dari kerasnya polarisasi politik dan terbelahnya masyarakat Indonesia akibat hanya memiliki dua calon presiden pada dua pilpres sebelumnya,” sambungnya.
Ketiganya merasa, begitu banyak kontradiksi yang diakibatkan aturan ambang batas 20 persen yang semestinya sudah tidak lagi kita pertahankan. Rakyat pun harusnya diberi keleluasaan untuk memilih calon yang memang disediakan oleh sistem yang konstitusional.
Rakyat juga kata dia punya hak dasar untuk mendapatkan akses terhadap banyak alternatif calon presiden dan wakil presiden sesuai konstitusi. Dan pengembalian hak dasar rakyat itu salah satunya melalui penghapusan ambang batas.
“Saya melihat bakal ada gerakan besar dari rakyat untuk menuntut agar PT 20% ini segera dihapuskan. Gerakan menghapus ambang batas pencalonan presiden menjadi nol persen adalah bentuk keletihan masyarakat atas praktik-praktik demokrasi yg tidak lagi dilandasi oleh akal sehat.”
Ia mengatakan, bahwa tuntutan penghapusan ambang batas pemilihan presiden adalah juga semangat ingin mengembalikan hak demokrasi kepada rakyat.
“Saya rasa banyak hal yang bisa menjadi pertimbangan Hakim MK @officialMKRI untuk menerima gugatan ini. Memang ambang batas pencalonan presiden harus dinolkan.”
Sebagai informasi, desakan dari berbagai pihak agar presidential threshold (PT) atau ambang batas pencalonan presiden diturunkan menjadi nol persen semakin menguat menjelang Pemilu 2024.
Publik luas menilai UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah parpol secara nasional pada Pemilu sebelumnya mengabaikan makna negara demokrasi.
Dimana ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah parpol secara nasional pada Pemilu sebelumnya mengabaikan makna negara demokrasi yang menjamin setiap warga negaranya memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk mcalonkan diri sebagai capres.
(Sur/PARADE.ID)