Jakarta (PARADE.ID)- Untuk pertama kalinya Provinsi Aceh memiliki jalan tol pertama yakni Tol Sigli-Banda Aceh yang menghubungkan wilayah-wilayah di Bumi Rencong tersebut.
Setelah dilakukan Uji Laik Fungsi (ULF) selama sepekan pada 11 – 18 Juni 2020, jalan tol Sibanceh seksi 4 (Indrapuri – Blang Bintang) telah memperoleh Surat Keputusan (SK) Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tentang Penetapan dan Pengoperasian Jalan Tol Sigli Banda Aceh Seksi 4 (Indrapuri – Blang Bintang).
Dengan diterbitkannya Surat Keputusan Menteri PUPR Nomor 1127/KPTS/M/2020, maka Jalan Tol Sibanceh seksi 4 (Indrapuri – Blang Bintang) sepanjang 13,5 km secara umum telah memenuhi persyaratan laik operasi sebagai jalan tol.
Tol Sibanceh seksi 4 (Indrapuri – Blang Bintang) secara keseluruhan nantinya akan dilengkapi dengan 7 (tujuh) Gerbang Tol (GT) dan 6 (enam) Simpang Susun (SS) atau interchange. Selain itu, tol sepanjang 74 km ini akan memiliki 2 (dua) buah Tempat Istirahat dan Pelayanan (TIP) atau rest area Tipe A yang terletak di seksi 3 (Jantho – Indrapuri) KM 37 dan seksi 4 (Indrapuri – Blang Bintang) KM 54.
Lalu apa prospek dan kemungkinan dampak ekonomi yang ditimbulkan bagi Aceh melalui kehadiran jalan tol pertama tersebut?
Pacu investasi
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sangat berharap kehadiran Tol Sibanceh sebagai tol pertama dapat meningkatkan investasi pembangunan daerah di Bumi Rencong tersebut.
Kepala BPJT Danang Parikesit mengatakan bahwa adanya Tol Sigli-Banda Aceh diharapkan bisa meningkatkan investasi pembangunan daerah sehingga masyarakat dan jasa logistik barang bisa mendapat manfaat baik ekonomi maupun sosial. Kehadiran tol tersebut diharapkan bisa menghubungkan Bandara Blang Bintang ke pusat-pusat pertumbuhan baru di wilayah-wilayah Provinsi Aceh.
Kementerian PUPR sendiri sangat terkesan dengan progres pengadaan lahan di mana pemerintah daerah setempat sangat aktif mendorong, sehingga pekerjaan fisik jalan tol tersebut bisa dilakukan dengan cepat.
Hal senada juga disampaikan oleh Wakil Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto yang menilai kehadiran Tol Sibanceh merupakan momentum bagi pemerintah daerah mendorong lebih cepat pertumbuhan ekonomi wilayahnya.
Dengan adanya jalan tol dan berbagai sarana infrastruktur primer untuk pembangunan ekonomi wilayah memang diperlukan bagi daerah sehingga daerah dapat memanfaatkannya dengan upaya-upaya pengembangan kawasan industri, mendorong pariwisata lokal, dan membantu para pelaku UMKM.
Secara umum keberadaan jalan tol di daerah diperlukan bukan dalam konteks mengatasi kemacetan, melainkan lebih kepada aspek distribusi logistik.
Pemerintah sudah menyediakan infrastruktur yang mengkoneksikan antardaerah secara lebih cepat dan mudah sehingga tinggal bagaimana pemerintah daerah bisa lebih cepat lagi memacu pertumbuhan ekonomi di daerah masing-masing agar produktif dengan memanfaatkan jalan tol yang sudah dibangun pemerintah.
Infrastruktur budaya dan religi
Kehadiran jalan tol Sibanceh bukan hanya dianggap sebagai infrastruktur ekonomi, namun juga dapat dinilai sebagai infrastruktur budaya dan religi bagi masyarakat Aceh.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Jalan Tol Indonesia atau ATI, Krist Ade Sudiyono mengatakan bahwa keberadaan infrastruktur Tol Sibanceh ini bisa menjadi infrastruktur ekonomi, infrastruktur budaya, dan infrastruktur religi sekaligus.
Keberadaan infrastruktur apapun bentuknya (jalan tol, pelabuhan, bandara, dan sebagainya) adalah bagian dari infrastruktur ekonomi yang dibutuhkan publik. Ketersediaan jalan tol di Sigli-Aceh ini juga akan menjadi infrastruktur masyarakat Aceh, Sigli, dan sekitarnya dalam mendukung mobilitas masyarakat melakukan kegiatan ekonomi, kegiatan budaya, maupun kegiatan religius masyarakat.
Manfaat ini bisa dicapai kalau pihak operator jalan tol bisa memberikan layanan terbaik kepada para penggunanya dan sebaliknya masyarakat juga bisa memanfaatkan, merawat, dan memeliharanya dengan baik.
Peluang untung
Bicara pembangunan di Aceh, apapun bentuknya, tidak akan bisa dilepaskan dari kemungkinan upaya meraih keuntungan arus lalu lintas perdagangan serta pelayaran global di Selat Malaka.
Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia (UI) Haryadin Mahardika menilai kehadiran Tol Sibanceh sebagai tol pertama di Bumi Rencong merupakan peluang besar bagi pemerintah pusat untuk menggenjot investasi di Aceh dan meraih keuntungan dari lalu lintas pelayaran global di Selat Malaka.
Aceh sebagai gerbang bagi Indonesia bagian barat memang sudah waktunya lebih diprioritaskan pembangunannya. Pemerintah pusat harus berani mengalokasikan investasi di Bumi Rencong lebih besar lagi.
Seandainya pemerintah pusat mau mengoptimalkan dan meraup keuntungan dari lalu lintas perdagangan kapal-kapal yang melintasi Selat Malaka, maka posisi Aceh secara ekonomi lebih strategis karena kapal-kapal yang akan memasuki Selat Malaka harus melewati Aceh terlebih dahulu.
Haryadin mengatakan bahwa saat ini perlu adanya pemikiran untuk merestorasi kembali Aceh sebagai gerbang masuk menuju Selat Malaka, mengingat Bumi Rencong tersebut memiliki keunggulan dari sisi jarak yang lebih bagus dan strategis di kawasan Asia Tenggara.
Aceh dinilai sebagai salah satu wilayah Indonesia yang memiliki posisi strategis dan berperan dalam mencegat keuntungan dari lalu lintas pelayaran kapal-kapal internasional dari arah Eropa, Afrika, Timur Tengah dan India. Dengan demikian pembangunan sarana-sarana infrastruktur di Provinsi Aceh perlu ditingkatkan dengan alokasi dana investasi lebih besar oleh pemerintah pusat.
Wakil Direktur Eksekutif Indef Eko Listiyanto juga berpendapat hal sama, bahwa kehadiran Tol Sibanceh dan upaya mengoneksikan Pulau Sumatera melalui jalan tol merupakan momentum pemerintah untuk perlu memperkuat perekonomian di pulau terssebut yang secara geografis bersinggungan langsung dengan Selat Malaka.
“Memang sudah waktunya mulai menjadikan daerah-daerah Sumatera, termasuk Aceh, sebagai gerbang arus investasi dan logistik nasional melalui langkah-langkah pembangunan strategis,” kata Eko.
Kehadiran Tol Sibanceh juga diharapkan dapat membuka peningkatan pembangunan SDM dan ekspor komoditas lokal seperti kopi ke luar negeri.
Pemerintah pusat juga disarankan untuk menjadikan Aceh dan Pulau Sumatera sebagai gerbang ke Selat Malaka, di mana pemerintah perlu menindaklanjuti pembangunan Jalan Tol Trans-Sumatera ini dengan pembangunan pelabuhan, pengembangan kawasan industri, serta proyek-proyek infrastruktur strategis lainnya.
(Antara/PARADE.ID)