Jansen (PARADE.ID)- Wasekjen DPP Demokrat, Jansen Sitindaon menyebut Piagam Jakarta dan Berketuhanan berhaya. Keduanya, menurut dia memiliki potensi membubarkan anak bangsa dan Negara.
“Saat ini kita berada di masa kecemasan psikologis sbg bangsa. Obsesi lama Piagam Jakarta masih hidup bahkan mungkin makin mengeras. Skrg ditambah lagi obsesi Ketuhanan Berkebudayaan. Keduanya sama berbahayanya. Jgn lagi yg sudah final ditandingkan ulang! Lama² bisa bubar kita ini,” kata dia, Minggu (28/6/2020), melalui akun Twitter-nya.
Bagi Demokrat, kata Jansen, NKRI yang berketuhanan maha esa-lah sikap partai. Jalan yang menurut keyakinannya bisa menyatukan kita, anak bangsa selama ini.
Dibanding Sila lain, dalam sejarah Sila pertamalah yg terus jd kontroversi politis. Dari yg ingin hidupkan kembali Piagam Jakarta sampai terbaru Ketuhanan Yang Berkebudayaan. Bagi Demokrat: “NKRI yg ber-Ketuhanan Maha Esa” lah sikap kami.“
Bicara Piagam Jakarta dan berketuhanan berkebudayaan yang disinggung Jansen, mantan Ketua MK, Jimly Asshidiqie mengingatkan kepada siapa pun soal Pancasila agar jangan pernah ada lagi yang berusaha mengubah rumusan finalnya dalam alinea 4 pembukaan UUD 45’.
“Jngn kmbali ke versi usulan pribadi Bung Karno dlm Pidato 1 Juni ataupun versi resmi Piagam Jkt 22 Juni 45,” cuitannya, Jumat (19/6/2020), di akun Twitter-nya.
Kata Jimly hal itu untuk menghindari kita tidak lagi kembali ke perdebatan lama.
“Lebih baik ke depan, brsatu utk maju.”
Soal RUU HIP, Jimly mengatakan bahwa bisa-bisa saja dibahas kembali ketika pro dan kontra sudah mereda. Namun dengan catatan, cukuplah mengatur haluan pembinaannya saja.
“Bukan menjabarkan haluan substansi ideologisnya, apalagi dg merujuk hanya ke pidato Bung Karno yg baru merupakan pendapat pribadi, supaya tdk kembali ke perdebatan lama.”
Sebelumnya, ia juga mengingatkan bahwa Pancasila itu harus dijaga. Jangan lagi kembali ke versinya Bung Karno 1 Juni 1945 ataupun kembali ke versi Piagam Jakarta 22 Juni 1945.
Menurut dia, soal Pancasila itu sudah final. Disahkan pada 18 Agustus 1945.
“Itulah yg konstitusional & resmi berlaku. Jngan lagi mundur ke konflik masa lalu.”
(Robi/PARADE.ID)