Jakarta (PARADE.ID)- Politisi PKS, Mardani Ali Sera mengingatkan bahwa dasar kebijakan untuk mengenakan PPN sembako harus dikaji secara mendalam. Mardani menyebut malah sekarang bukan waktu yang pas membahas pajak, terutama yang memberatkan masyarakat berpendapatan rendah.
“Apakah kebutuhan pokok ini layak dikenakan PPN?” tanyanya, Jumat (11/6/2021), di akun Twitter-nya.
Pemerintah, kata Mardani, harusnya peka merasakan kondisi ekonomi masyarakat yang terpukul dari berbagai sisi. Misalkan saat ini, dimana Covid-19 belum terkendali dan dampak yang dihasilkan pun juga demikian.
“Tidak sedikit masyarakat yang menghadapi ancaman PHK, usaha yang gulung tikar, sampai pemotongan gaji dan insentif.”
Selain itu, kata dia, kita juga mesti melihat sejauh mana keberhasilan program pemberantasan Covid dengan anggaran super besar hingga memaksa rakyat mesti dikorbankan (lagi). Lalu, bagaimana pula potensi return dari dana koruptor jika pemerintah benar-benar gencar mengejar dan menyidangkannya.
“Jika berpedoman kepada UUD, negara memelihara fakir miskin, maka kebijakan PPN atas sembako jelas bertolak belakang. Sudah selayaknya bisa lebih cerdas dalam menaikkan pendapatan, di antaranya memastikan tiada kebocoran anggaran penanganan Covid, juga transparansi pemanfaatannya.”
Menurut Ketua DPP PKS ini, terkait rencana pemerintah mengenakan PPN terhadap kebutuhan pokok, ada dua kali pukulan setidaknya yang masyarakat rasakan. Pertama, kata dia, daya beli yang menurun karena pandemi, lalu di saat daya beli menurun, harga kebutuhan pokok juga naik karena rencana penerapan PPN ini.
“Jika terealisasi, jelas juga berdampak kpd perekonomian secara umum, terutama masyarakat yang berpendapatan rendah. Lebih dari sepertiga masyarakat Indonesia berpotensi tidak bisa membeli makanan yg bernutrisi karena harga yg mahal.”
Harus diingat, katanya, kebutuhan pangan bisa mencapai 56 persen dari pengeluaran rumah tangga mereka. PPN sembako jelas akan memberatkan bagi golongan tersebut.
Kita pun melihat, saat ini kebijakan perpajakan kontraproduktif karena berbagai pajak kalangan menengah banyak dipangkas.
Seperti kian gencarnya pemerintah menggulirkan kebijakan tax amnesty jilid II dan memberi stimulus konsumsi kepada masyarakat kelas menengah ke atas. Di antaranya relaksasi Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagai intensif konsumsi sektor otomotif.
(Rgs/PARADE.ID)