Jakarta (PARADE.ID)- Rencana pemerintah untuk mengenakan pajak (PPN) sembako atau sembilan bahan pokok hingga saat ini masih menjadi berita hangat di kalangan banyak orang. Setidaknya, hal itu yang kita saksikan di media kebanyakan.
Namun siapa sangka, terkait itu, beberapa orang yang berkecimpung dengan sembako, khususnya beras di pasar induk Cipinang, Jakarta Timur banyak yang mengaku tidak mengetahui rencana pemerintah itu.
Ibu Murni, di antaranya. Menurut pedagang warung makan yang membuka warungnya dari pagi hingga malam, berita itu tidak sampai ke telinganya.
“Saya malah tidak tahu mas kalau ada rencana itu dari pemerintah,” kata dia, Kamis (17/6/2021), kepada parade.id.
Kendati begitu, jika di kemudian hari benar adanya, maka ia tampak meminta agar hal itu (PPN sembako) tidak dikenakan. Sebab, hal itu diakuinya akan bisa menambah beban pada dagangannya.
“Jangan, lah. Apalagi di sini pekerjanya pada banyak makannya,” katanya, sambil tertawa.
Hal yang sama juga diakui oleh Bapak Misno. Bapak Misno dapat dikatakan pekerja sekaligus pemilih warung (di sana).
Ia mengaku belum tahu ada rencana dari pemerintah itu. Kata dia, setelah tahu, ia berharap agar hal itu tidak terealisasi.
“Kasihan kita. Akan terbebani. Jadi, kalau saya pribadi tentu keberatan dengan adanya PPN itu,” akunya.
“Kan ada pribahasa: ‘Tanah kita ini subur makmur. Tongkat dilempar aja jadi tanaman’. Tapi nyatanya malah semuanya beli dan dikenakan pajak. Jd, saya keberatan,” sambungnya.
Pemerintah sepertinya diajak berpikir olehnya. Dimana, kata dia, sebelum menjadi beras, padi (sawah) kita itu suddah dikenakan pajak. Maka harusnya setelah menjadi beras jangan dikenakan pajak (lagi).
“Saya keberatan. Aneh rasanya, di sini (beras) malah kita dengar ingin dikenakan pajak. Sama saja menambah beban hidup kita, walau detilnya PPN-nya kita belum tahu,” katanya.
Sebaiknya, pemerintah, kata dia jangan mengenakan pajak ke sembako (beras). Alasannya karena itu adalah makanan pokok bangsa Indonesia.
Ia pun menyinggung seperti ada unsur politiknya terkait PPN ini. Malah, ia mengusulkan, kalau memang ingin menambah anggaran Negara, maka pemerintah bisa melakukannya lewat menyita korupsi dari para koruptor selama ini.
“Kalau yang ini kan orang jadi susah. Bukannya dibantu malah seperti diinjak. Tapi orang yang korupsi miliaran rupiah kayak dibiarin. Kasihanilah rakyat kecil,” pintanya.
“Saya rasa untuk rakyat kelas bawah, 90 persen keberatan, karena konsumsi kita (sembako/beras itu),” sambungnya.
Namun, kalaupun sampai terjadi, dimana ada PPN sembako, maka ia hanya bisa pasrah. Mengaku ingin kritis, tapi ia yakin takkan bisa bahkan akan tetap kalah dengan pemerintah.
Apalagi, kata dia, yang menginginkan atau menetapkan itu orang nomor satu di negara ini, mau tidak mau kata dia, dan ujung-ujungnya akan mengikuti.
Ketidaktahuan akan informasi rencana PPN sembako juga diakui oleh Bapak Darji. Bapak Darji adalah pekerja, tim ekspedisi (pengantar) di pasar Induk Cipinang. Bahkan kata dia, pemilik atau bos toko di pasar Induk ini belum mengetahuinya juga.
“Iya, saya juga belum dengar rencana PPN sembako, atau beras. Tapi, kalau sudah dijadikan kebijakan, saya sih setuju-setuju saja,” akunya.
Kesetujuannya itu karena ia beralasan sembako atau beras konsumsi kita. Kewajiban kita untuk membelinya.
Beban untuk sembako, kata dia, tidak bisa ia tolak karena alasan di atas itu. Beras adalah kebutuhan sehari-hari kita. Selain nasi kata dia, sedikit di Indonesia ini.
“Ya, seolah hukum alam aja, mas. Ke mana aja kita pasti ngikutin,” katanya.
(Rgs/PARADE.ID)