Jakarta (PARADE.ID)- Gerakan Kesejahteraan Nasional (GEKANAS) menolak pembahasan revisi UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Menurut GEKANAS, hal tersebut merupakan langkah akal-akalan Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif (Pemerintah, DPR RI dan Makamah Konstitusi) untuk memasukkan metode Omnibus Law secara asal jadi.
Dengan begitu UU 11/2020 cepat berlaku secara efektif. Oleh karena itu, GEKANAS dengan tegas menolak revisi UU No.12/2011, yang tujuannya adalah untuk memberlakukan UU Cipta Kerja yang jelas dan nyata materinya sangat merugikan pekerja/Buruh dan seluruh rakyat Indonesia,” demikian siaran persnya atas nama Presidium GEKANAS, kepada media, Kamis (16/12/2021).
UU beserta turunannya tersebut menurut GEKANAS juga berdampak buruk. Di antaranya, Pekerja kontrak (PKWT) dan pekerja alih daya (outsourcing) semakin merajalela tanpa ada sanksi kepada pengusaha;
Upah murah tanpa ada kenaikan upah minimum yang menyebabkan upah yang diterima pekerja/buruh di bawah inflasi; Pekerja/Buruh mudah di PHK secara sepihak oleh Perusahaan, dan dengan pesangon suka-suka pengusaha yang sudah dapat perlindungan dari Pemerintah;
Tarif dasar listrik akan segera naik yang memberatkan rakyat, karena urusan perlistrikan akan sepenuhnya dikuasai pihak swasta.
“Untuk menyisiati agar UU Cipta Kerja konstutional dengan cepat tanpa harus sampai 2 tahun, maka DPR dan Pemerintah memasukkan revisi UU 12/2011 dan revisi UU 11/2020 ke dalam Prolegnas Prioritas 2022.”
Sebelumnya, putusan Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 (inkonstitusioal) bersyarat. Tapi masih tetap berlaku selama 2 (dua) tahun, untuk diperbaiki.
Dinyatakan dalam putusan MK tersebut, bahwa pembuatan UU Cipta Kerja tidak sesuainya dengan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagai amanat dari UUD 1945. Dimana dalam UU 12/2011 tidak ada norma tidak ada frasa yang mengatur tentang omnibus law.
(Sur/PARADE.ID)