Jakarta (PARADE.ID)- Brigade Muslim Indonesia (BMI) merespons pernyataan Panglima TNI Andika Perkasa yang tidak mempermasalahkan keturunan PKI mendaftarkan diri sebagai calon prajurit.
“Jika mengacu kepada aturan undang undang dalam hal ini TAP MPRS NO 25 TAHUN 1966, maka kami sepakat dengan statement Panglima TNI. Sehingga menurut kami setiap warga negara Indonesia punya hak untuk mendaftarkan diri menjadi prajurit walau dia adalah keturunan PKI,” kata Ketum BMI M. Zulkifli, lewat siaran persnya, Kamis (31/3/2022).
“Tetapi jika kita berbicara dalam konteks tindakan antisipasi keamanan negara, maka walaupun mereka punya hak untuk mendaftar tetapi kami tidak sepakat jika mereka harus lolos menjadi prajurit,” sambungya.
Ia rasa panglima TNI juga harus mendengar pendapat masyarakat luas soal ini. Jika banyak masyarakat yang menolak keturunan PKI lolos menjadi prajurit TNI, ini bukan berarti mereka dendam dengan keturunan PKI. Dan ia rasa apa yang BMI sampaikan atau kelak orang sampaikan itu adalah bentuk aspirasi sebagian besar rakyat yang sangat khawatir akan terulangnya masa kelam yang dilakukan PKI kepada negara ini.
“Jadi Pak Jenderal harus paham bahwa ini bukan dendam tetapi bentuk antisipasi keamanan negara agar peristiwa kelam yang dilakukan PKI kepada bangsa ini tidak terulang lagi. Dan saya rasa panglima TNI harus memiliki kemampuan yang mumpuni untuk mengantisipasi kebangkitan PKI di tubuh TNI.”
Oleh karena itu, kata dia, demi keamanan rakyat dan negara dan maka menurut BMI tidak ada masalah jika TNI membuat aturan khusus yang diberlakukan kepada seluruh peserta calon prajurit demi menghasilkan sosok prajurit yang berkualitas dalam rangka menjaga rakyat dan keutuhan NKRI.
Sebelumnya, Panglima TNI Andika mengizinkan keturunan Partai Komunis Indonesia (PKI) boleh mendaftar dalam proses seleksi penerimaan prajurit TNI. Langkah itu dilakukan Andika dengan mencecar syarat yang sebelumnya diatur proses rekrutmen prajurit di lingkungan TNI.
Hal itu ditegaskan Andika dalam rapat penerimaan prajurit TNI yakni Taruna Akademi TNI; Perwira Prajurit Karier TNI; Bintara Prajurit Karier TNI; dan Tamtama Prajurit Karier TNI Tahun Anggaran 2022 yang diunggah di akun YouTube Andika, Rabu (30/3).
“Oke nomor 4 yang ingin dinilai apa, kalau dia ada keturunan apa?” tanya Andika.
Mulanya dalam rapat, dipaparkan terkait mekanisme penerimaan prajurit TNI mulai dari tes mental ideologi, Psikologi, akademik, kesamaptaan jasmani, hingga kesehatan. Andika dalam rapat itu sempat mempertanyakan soal pertanyaan uraian yang diberikan kepada calon prajurit TNI yang ikut seleksi.
Salah seorang anggota pun menjawab Andika.
“Pelaku dari tahun 65-66,” kata anggota itu.
“Itu berarti gagal, apa bentuknya apa, dasar hukumnya apa?” tanya Andika.
“Izin, TAP MPRS Nomor 25,” kata anggota itu lagi, dikutip cnnindonesia.
Andika lalu meminta anggota TNI itu untuk menyebut isi TAP MPRS itu. Ia mempertanyakan apa yang dilarang berdasarkan TAP MPRS 25 Tahun 1966.
“Yang dilarang dalam TAP MPRS nomor 25, satu Komunisme, ajaran Komunisme, organisasi komunis maupun organisasi underbow komunis tahun 65,” kata anggota itu.
“Yakin ini? cari, buka internet sekarang. Yang lain saya kasih tahu nih, TAP MPRS nomor 25 tahun 66. Menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang, tidak ada kata-kata underbow segala macam, menyatakan Komunisme, Leninisme, Marxisme sebagai ajaran terlarang. Itu isinya,” kata Andika.
Sebagai informasi, TAP MPRS 25 berisi tentang pembubaran PKI, pernyataan sebagai organisasi terlarang di seluruh Indonesia dan larangan setiap kegiatan untuk menyebarkan atau mengembangkan paham atau ajaran Komunis, Marxisme, Leninisme.
Andika mengatakan jika melarang sesuatu harus mempunyai dasar hukum. Ia mempertanyakan dasar hukum pelarangan dari keturunan PKI.
“Ini adalah dasar hukum, ini legal, tapi tadi yang dilarang itu PKI. Kedua adalah ajaran komunisme Marxisme, Leninisme. Itu yang tertulis. Keturunan ini apa dasar hukum, apa yang dilanggar sama dia,” kata Andika.
Lantas salah satu peserta rapat di ruangan tersebut mengatakan tidak ada hal yang dilanggar.
“Jadi jangan mengada-ngada. Saya orang yang patuh perundangan. Kalau kita melarang pastikan kita punya dasar hukum. Zaman saya, tidak ada lagi, keturunan dari apa, tidak. Karena apa? Saya gunakan dasar hukum. Hilang nomor 4,” imbuh dia.
(Verry/PARADE.ID)