Jakarta (PARADE.ID)- Tahanan politik Myanmar sejak kudeta 14 bulan lalu mencapai 10.000 orang. Hal itu sebagaimana yang disampaikan oleh sebuah organisasi kemanusiaan yang memantaunya, Kamis (31/3/2022).
Menurut organisasi tersebuf, banyak tahanan yang telah disiksa dan ditahan dalam kondisi yang menyedihkan.
“Tindakan rezim itu begitu keras sehingga lebih banyak tahanan politik sekarang ditahan di Myanmar daripada total yang dipenjara selama setengah abad kekuasaan militer yang berakhir pada 2010,” kata U Aung Myo Kyaw, juru bicara Assistance Association for Political Prisoners (AAPP)
“Kami memiliki jumlah tahanan politik terbesar dalam sejarah Myanmar dalam waktu hampir satu tahun,” sambungnya, dikutip nytimes.com.
Myanmar mencapai tonggak sejarah suram karena 10.000 tahanan politik itu pada satu waktu, ketika rezim terus memenjarakan tersangka (lawan) dengan kecepatan sekitar 20 orang per hari. Demikian menurut AAPP, yang telah melacak penangkapan sejak kudeta pada 1 Februari tahun lalu.
Angka itu belum termasuk lebih dari 3.000 tahanan politik yang ditangkap dan dibebaskan. Malah seringkali setelah menjalani interogasi brutal dan berbulan-bulan di penjara.
Hampir 2.000 lebih penentang rezim menghindari surat perintah penangkapan, termasuk banyak yang telah melarikan diri ke hutan untuk bergabung dengan perlawanan bersenjata melawan junta.
Saat merayakan Hari Angkatan Bersenjata pada hari Minggu, Jenderal Senior Min Aung Hlaing, pemimpin kudeta, menyebut penentang rezim sebagai “teroris” dan bersumpah untuk “memusnahkan mereka sampai akhir.”
Pada hari libur yang sama untuk menghormati militer setahun yang lalu, pasukan keamanan menewaskan sedikitnya 114 pengunjuk rasa selama hari paling mematikan sejak mengambil alih kekuasaan.
Padahal belum lama ini, negara-negara Barat menaruh harapan besar terhadap demokrasi di Myanmar.
(Irm/PARADE.ID)