Jakarta (PARADE.ID)- Hari ini, Rabu (15/6/2022), ribuan buruh yang tergabung dalam KSPI bersama Gerakan Buruh Indonesia kembali menggelar aksi di depan Gedung DPR/MPR RI, Jakarta. Aksi ini adalah aksi yang sekian kalinya.
Penanggung Jawab Aksi Nasional KSPI, Makbullah Fauzi atau Buya Fauzi mengatakan bahwa aksi kali ini didasari oleh rasa luka kaum buruh Indonesia setelah disahkannya revisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (PPP) secara oleh para DPR RI yang entah sudah tidak terhitung jumlahnya membuat kebijakan tetapi melukai buruh. Semakin menganga.
Ia menyebut, bahwa revisi tersebut, sebagai pintu masuk DPR RI untuk mengesahkan Omnibus Law UU Cipta Kerja (Ciptaker) yang sudah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
“Luka beruntun yang dialami oleh kaum buruh Indonesia inilah yang membuat Kaum Buruh Indonesia saat ini sudah berada di titik marah luar biasa sehingga pada Hari ini Buruh Indonesia secara resmi mengumumkan mogok nasional jika DPR RI memaksakan kehendak mengesahkan revisi UU PPP dan menjadikan OMNIBUS LAW UU Cipta Kerja sebagai hukum yang sah digunakan oleh pemerintah dalam mengeluarkan seluruh kebijakan dan menegakkan aturan ketenagakerjaan yang dipastikan akan membuat Kaum Buruh Indonesia menjadi miskin dan menderita di negeri Indonesia yang amat kaya karena kenaikan upah yang terhenti namun legal dilakukan oleh Negara,” kata dia, dalam keterangannya, kepada parade.id.
Hal di atas itu, diyakini olehnya adalah ulah dan pola jahat dari para pengusaha-pengusaha hitam di Indonesia yang rakus dan serakah, yang hanya mementingkan keuntungan pemodal semata tanpa menghiraukan kesejahteraan kelas pekerja, dan secara legal Negara seperti membiarkan kaum buruh Indonesia menjadi budak para oleh pengusaha itu di Indonesia—bisa diperas keringat dan air matanya demi memperkayanya.
Aksi tadi membawa lima tuntutan. Di antaranya penolakan revisi UU PPP, penolakan Omnibus Law Cipta Kerja, penolakan masa kampanye yang hanya 75 hari, mendesak agar RUU PRT segera diundangkan, dan menolak liberalisasi petani lewat World Trade Organization (WTO).
(Rob/PARADE.ID)