Jakarta (PARADE.ID)- Pangkomda Laskar Nasional Jawa Barat Makbullah Fauzi atau Buya Fauzi mengatakan bahwa penolakan atas SEMA Nomor 5 Tahun 2021 oleh KSPI, karena telah memakan korban. Contohnya di daerah Mamuju, di mana hakim Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) disebut memutuskan perkara berlandaskan UU Nomor 11 Tahun 2020, Jawa Barat dan Banten.
“Itu fakta. SEMA telah memakan korban. Dan ditaati oleh hakim PHI. Padahal kita, buruh tidak menginginkan itu,” katanya, saat orasi, Senin (18/7/2022), di silang Monas, Jakarta.
Apa yang dikeluarkan oleh SEMA, menurut dia, sama saja seperti mengajak buruh Indonesia terus turun ke jalan. Ke medan perjuangan ia menyebutnya.
“Sebab, kita kembali dihantam, yang sebelumnya kita juga diminta taat Omnibus Law. SPN, ASPEK, dan lainnya tergabung KSPI, akan terus berada di barisan terdepan apa yang kita lakukan sekarang ini. Kita adalah bendera dan panji yang akan terus meneriakan perlawanan,” terangnya.
“SEMA menjadi kuburan buat kita. Menjadi makam buat kita. Kubura atau makam yang mematikan kaum buruh Indonesia. Maka tetaplah kita tegak untuk terus melawan,” ajaknya.
Sebelum itu, alasan penuntutan menurut Vice President KSPI, Riden Hatam Aziz karena SEMA seperti, seolah-olah menjadi pedoman atau landasan hakim Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) mengambil keputusan sesuai dengan UU Nomor 11 Tahun 2020.
“Karena ada SEMA 5 tahun 2021, di mana kamar sidang, yang di sana ada empat kamar, salah satunya bersentuhan dengan kami, yang seolah-olah keputusan hakim PHI mesti berlandaskan UU No. 11 Tahun 2020. Padahal UU itu telah cacat formil, inkonstitusional bersyarat. Bahkan dalam kausulnya, MK menyebut dalam 2 tahun ke depan tidak boleh ada aturan atau turunannya yang bersifat strategis, seperti SEMA ini,” ungkapnya.
Adapun contoh kasus dari SEMA itu terjadi kepada buruh di Mamuju. Kasus itu terjadi pada tahun 2015. Tapi baru masuk PHI tahun 2020. Keputusan PHI itu menurut Riden berlandaskan UU Nomor 10 Tahun 2020, bukan UU Nomor 13 Tahun 2003.
(Rob/PARADE.ID)