Jakarta (parade.id)- Kemarin, Jumat (30/9/2022), massa dari berbagai elemen atau kelompok—tergabung dalam Koalisi Rakyat Menolak Penggusuran (KRMP), melakukan aksi unjuk rasa di Balai Kota Jakarta, Jakarta Pusat. Massa KRMP mendesak sekaligus menuntut Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mencabut Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 207 Tahun 2016, yang melegitimasi penggusuran paksa dengan menggunakan kekerasan dari aparat.
Ada beberapa dan catatan penting dari KRMP mengapa Pergub DKI 207/2016 harus dicabut. Pertama, Pergub tersebut bentuk eigenrichting (main hakim sendiri). Kedu, Pergub tersebut melangkahi kekuasaan kehakiman.
Ketiga, Pergub tersebut melegalkan keterlibatan aparat tidak berwenang dalam penggusuran. Keempat, Pergub tersebut dinilai melanggar Asas-asas Umum Pemerintahan yang baik.
Kelima, Pergub tersebut dinilai melanggar hak konstitusional warga. Keenam, Pergub tersebut melanggar Hak Asasi Manusia (HAM. Terakhir, ketujuh, bahwa Perpu 51/1960 yang menjadi dasar pembentukan Pergub tersebut dinilai tidak sesuai kontekstual dan tidak sesuai dengan kebutuhan warga DKI Jakarta. Demikian siaran pers yang diterima media.
Perjuangan panjang yang dilalui oleh KRMP untuk mendorong pencabutan Pergub tersebut diakui sebenarnya telah berlangsung lama. Misalkan pada tanggal 10 Februari 2022: melayangkan Surat Permohonan Pencabutan Pergub 207/2016 dan juga melakukan aksi dan konferensi pers di Balai Kota DKI Jakarta.
“Kemudian, di tanggal 25 Maret 2022, melakukan audiensi dan pemaparan dari KRMP dengan Aspem, Biro Hukum, TGUPP Pemprov DKI Jakarta. Menghasilkan Berita Acara yang akhirnya mempertemukan kita dengan Gubernur DKI Jakarta,” masih bunyi siaran pers tersebut.
6 April 2022, audiensi dan pemaparan dari KRMP dengan Gubernur DKI Jakarta, Aspem, Biro Hukum, TGUPP Pemprov DKI Jakarta. Dalam audiensi itu, menghasilkan tiga poin yang tertuang pada Berita Acara, salah satunya Pemprov DKI Jakarta akan melakukan Moratorium Pelaksanaan Penertiban sampai dengan ada Keputusan Terkait.
Selanjutnya, di tanggal 6 Juni 2022, dua bulan pasca audiensi, KRMP belum mendapatkan kepastian akan bagaimana proses pencabutan Pergub DKI 207/2016–maka KRMP mengirimkan surat tindak lanjut atas pencabutan Pergub 207/2016.
“4 Agustus 2022: empat bulan pasca audiensi tetap tidak ada respons. KRMP mengirimkan surat permohonan audiensi kepada Anies Baswedan. 8 Agustus 2022, Kepala Biro Hukum Setda Provinsi DKI Jakarta buka suara melalui media dan menyatakan bahwa pencabutan Pergub DKI 207/2016 tidak bisa dilakukan tahun ini dan harus tahun depan karena dimasukkan dulu dalam Propem Pergub tahun 2023.”
Di tanggal 9 Agustus 2022, KRMP merespon melalui media bahwa merujuk pada Pasal 11 Ayat (1) dan (2) Pergub DKI 31/2021, dalam keadaan tertentu, rancangan Peraturan Gubernur dapat diusulkan di luar Propempergub berdasarkan Perintah Gubernur. Tanggal 25 Agustus 2022, Gubernur Anies buka suara melalui media bahwa, “Proses pencabutan Pergub masih harus menunggu keputusan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).”
Namun di hari yang sama, Kemendagri angkat suara bahwa, “Kemendagri belum terima Pergub penggusuran dari Pemprov DKI Jakarta.”
“Ketidakpastian informasi tersebut telah mencederai prinsip serta asas pelayanan publik yang bersifat terbuka, mudah, aksesibel, serta dapat dipertanggungjawabkan.”
Tujuh bulan pun telah berlalu, sejak KRMP melayangkan surat permohonan pencabutan Peraturan Gubernur DKI Jakarta 207/2016 tentang Penertiban Pemakaian/Penguasaan Tanah Tanpa Izin Yang Berhak (Pergub DKI 207/2016).
Namun hingga hari ini, warga justru digantung atas ketidakpastian pencabutan Pergub tersebut. Kilas balik pada masa kampanye Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017 silam, “Membangun tanpa Menggusur” adalah janji politik Anies Baswedan, yang mengatakan bahwa penggusuran sangat tak sesuai dengan kemanusiaan.
Namun, realitanya, hingga beberapa hari lagi terhitung akan berakhirnya masa jabatan Anies selaku Gubernur DKI Jakarta, Anies justru “membiarkan” ancaman praktik penggusuran paksa dapat terus langgeng di DKI Jakarta dengan tidak mencabut Peraturan yang melegitimasi penggusuran di DKI Jakarta.
“Pertama, selama ini tidak ada transparansi dalam proses permohonan pencabutan Pergub DKI 207/2016 yang telah dilakukan sejak Februari lalu. Padahal KRMP telah melakukan korespondensi kepada pihak Gubernur untuk mendapatkan informasi terkait pencabutan Pergub DKI 207/2016.”
Adapun ketentuan Pergub DKI 31/2021 telah jelas mengatur mengenai tahapan pembentukan Peraturan Gubernur, di mana ia dimulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, fasilitasi, penetapan, penomoran dan pengundangan, autentifikasi, hingga penyebarluasan dan pendokumentasian.
Namun, hingga hari ini tidak ada respon terkait proses pencabutannya yang sudah sampai mana dan apakah berhasil atau tidak pencabutan Pergub DKI 207/2016 tersebut dilakukan.
Kedua, Anies Baswedan selaku Gubernur DKI Jakarta beserta Pemprov DKI Jakarta tidak serius dan mencabut Pergub yang melegitimasi penggusuran paksa dan membuka ruang bagi penggunaan kekerasan oleh aparat maupun pihak ketiga yang tidak memiliki kepentingan dan kewenangan, serta melanggar asas ketidakberpihakan karena hanya melihat dari sudut pandang pemohon penerbitan dan sama sekali tidak membuka ruang bagi warga yang terdampak untuk membela diri dan kepentingannya.
Selain soal di atas, massa KRMP juga menuntut agar Gubernur bersama masyarakat merumuskan Peraturan Gubernur tentang peta jalan reforma agraria di DKI Jakarta—berdasarkan prinsip pemenuhan hak atas tanah dan prinsip reforma agraria sejati sesuai UU Pokok Agraria.
Tergabung dalam KRMP: Forum Pancoran Bersatu; Forum Peduli Pulau Pari; Forum Perjuangan Rakyat Rawapule; Komunitas Nelayan Tradisional Muara Angke; Koperasi Lengkong Bersinar; Koperasi Empang Mandiri Sejahtera; Koperasi Kampung Rawa Barat dan Rawa Timur Jakarta Barat; Koperasi Kampung Blok Limbah Jakarta Utara; Koperasi Kampung Blok Eceng Jakarta Utara; dan Koperasi Kampung Blok Empang Jakarta Utara.
Ada pula dari Koperasi Kampung Tembok Bolong Jakarta Utara; Koperasi PKL Kaliadem Jakarta Utara; Koperasi Kampung Gedong Pompa Jakarta Utara; Koperasi Kampung Elektro Jakarta Utara; Koperasi Kampung Marlina Jakarta Utara; Koperasi Kampung Aquarium Jakarta Utara; Koperasi Komunitas Anak Kali Ciliwung Jakarta Utara; Koperasi Kampung Kunir Jakarta Barat; Koperasi Kampung Balokan Jakarta Barat; dan Koperasi Kampung Muka Jakarta Utara.
Selain itu ada Koperasi PKL Budimulya Jakarta Utara; Koperasi PKL KOPEKA Jakarta Utara; Koperasi Persaudaraan Warga Kebon Bayam Jakarta Utara; Koperasi Kampung Lengkong Jakarta Utara; Koperasi Kampung Parek Maphar Jakarta Barat; Koperasi Kampung Kebon Sayur Ciracas Jakarta Timur; Ciliwung Merdeka; Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK); Lembaga Bantuan Hukum Jakarta; dan Eksekutif Nasional Liga Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (LMID-DN).
Lainnya ada Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia; Rujak Center for Urban Studies; Urban Poor Consortium (UPC); Trend Asia; Federasi Pelajar Jakarta; BEM FH UPN Veteran Jakarta; BEM UPN Veteran Jakarta; BEM Universitas Indonesia; BEM STHI Jentera; dan BEM FH Universitas Indonesia.
Kemudian ada BEM Universitas Pembangunan Jaya; BEM Universitas Esa Unggul; BEM Tanri Abeng University; Kepresidenan Mahasiswa Universitas Trisakti; Serikat Mahasiswa Universitas Paramadina; Forum Persatuan Mahasiswa Universitas Bung Karno; Serikat Pemuda-Nusa Tenggara Timur Jabodetabek; Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia Jakarta Selatan; Institute for Ecosoc Rights; dan WALHI DKI Jakarta.
Kemudian ada dari Konsorsium Pembaruan Agraria; Federasi Buruh Transportasi Pelabuan Indonesia; Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia; Pemuda Tambora Bergerak; Kolektif Pemuda Bojong; Forum Mahasiswa IISP Bersatu; Serikat Mahasiswa Progresif Universitas Indonesia; dan BEM Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul.
(Rob/parade.id)