Jakarta (parade.id)- Diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) oleh Presiden Jokowi belum lama ini, direspons banyak organisasi Buruh atau pekerja, tak terkecuali Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI).
“Penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 adalah bakti setia rezim Jokowi kepada kapitalis monopoli asing (imprealisme) dan tuan tanah (oligarki), serta bentuk nyata watak otoritarian, anti rakyat, anti demokrasi, tindakan melanggar konstitusi Presiden Jokowi,” demikian siaran pers GSBI bernomor PS.00016/DPP.GSBI/JKT/XII/2022, yang diterima parade.id, Rabu (4/1/2023).
GSBI mengecam dan menolak keras Perppu tersebut. GSBI menegaskan, menilai bahwa penerbitan Perppu itu adalah kesekian bukti nyata dari watak rezim Jokowi yang anti rakyat, anti demokrasi.
“Terbitnya Perppu Nomor 2 tahun 2022 adalah bakti setia persembahan rezim Jokowi untuk memuluskan kepentingan kapitalis monopoli asing (imperialisme) dan tuan tanah dalam investasi dan utang untuk mengekploitasi sumber daya alam (SDA) dan tenaga produktif rakyat Indonesia.”
GSBI juga menilai bahwa Perppu ini dipastikan berpotensi merugikan dan menyengsarakan buruh dan rakyat Indonesia. Penerbitan Perppu ini disebut cara culas rezim dalam membuat aturan/hukum, dan semakin melengkapi ugal-ugalan pemerintah dalam membuat kebijakan seperti UU Minerba, UU IKN, UU Omnibus Law Cipta Kerja, Revisi UU KPK yang melemahkan, Revisi UU Mahkamah Konstitusi, UU KUHP, dan kebijakan-kebijakan lain.
“Dengan cara legalisme otokratik macam ini. Jelas, telah menutup semua ruang formal bagi rakyat untuk mengawasi kekuasaan dengan cara-cara legal yang merugikan rakyat dan berkhidmat pada oligarki.”
Perppu yang dikeluarkan jelak akhir tahun 2022 itu juga dinilai jelas melanggar prinsip negara hukum yang dicari-cari alasan pembenaranya oleh para akademisi, para sarjana tukang stempel. Perppu ini bukanlah contoh rule of law yang baik, tapi jadi contoh rule by law yang kasar, bar-bar dan sombong.
“Omnibuslaw Cipta Kerja sejak masih berupa rancangan undang-undang (RUU) telah mendapat penolakan dari rakyat Indonesia diberbagai kalangan mulai dari; Buruh, (termasuk GSBI), Petani, Masyarakat adat, Pemuda Mahasiswa, Pelajar, Tenaga Medis, Guru, Perempuan, Akademisi, Praktisi dan Para Profesional demokratis- dll, namun pemerintah dan DPR RI bergeming, tetap mensahkan menjadi undang-undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja meskipun tidak memiliki dasar atau bantalan hukum dalam pembuatannya, serta dengan tetap mengabaikan Partisipasi Bermakna dari Rakyat.”
“Malah dengan lantang menantang rakyat yang tidak setuju (menolak) untuk melakukan gugatan Judicial Review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dan saat Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 tahun 2020 Inkonstitusional Bersyarat pada 25 November 2021 melalui Putusan Nomor. 91/PUU-XVIII/2020. Presiden Jokowi justru mengakalinya dengan menerbitkan PERPPU.”
Padahal, dalam Putusan MK Nomor. 91/PUU-XVIII/2020, Perintah MK sangat jelas, bahwa MK memerintahkan pembentuk Undang-Undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama dua tahun sejak putusan diucapkan. Dan apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan, maka UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional secara permanen.
Selain itu, MK juga memerintahkan Pemerintah untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
“Bukannya menjalankan perintah putusan MK, ini malah dengan dalih yang mengada-ada dan ugal-ugalan menerbitkan PERPPU yang menyatakan menganulir atau menggugurkan Putusan MK, isinya pun sama dan malah lebih buruk dari UU Nomor 11 tahun 2020 serta Undang-undang pokok terdampaknya. Ini jelas, Presiden telah melakukan Contempt of the Constitutional Court, tidak menghormati dan merupakan tindakan pelecehan atas putusan, dan kelembagaan Mahkamah Konstitusi (MK).”
GSBI menyimpulkan dan berkeyakinan penuh bahwa penerbitan Perppu ini tidak memenuhi syarat diterbitkannya Perppu sebagaimana dinyatakan dalam pasal 22 UUD 1945 jo putusan MK Nomor138/PUU-II/2009. Kehadiran Perppu menurut GSBI ini jelas mengganggu, merusak tatanan dan merugikan kehidupan bernegara yang demokratis, bertentangan dengan prinsip negara hukum dan hak asasi manusia, merupakan kudeta dan pelanggaran terhadap konstitusi.
Dengan ini pemerintah justru menunjukkan inkonsistensi dimana pemerintah selalu mengklaim UU Cipta Kerja masih berlaku walau MK sudah menyatakan inkonstitusional.
Berdasarkan temuan dan catatan GSBI, dua tahun lebih berjalan setelah ditetapkanya Omnibuslaw Cipta Kerja menjadi Undang-undang, telah banyak memakan korban kaum buruh yang kehilangan kepastian kerjanya, karena PHK, karena dialihkan statusnya dari buruh tetap menjadi buruh kontrak dan/atau outsourcing, dipotong upahnya, dirampas sebagian besar hak atas pesangonnya, dan lain-lainnya.
“Demikian juga dengan kaum tani dan masyarakat adat termasuk kaum miskin diperkotaan telah banyak kehilangan hak atas tanahnya karena dirampas untuk kepentingan proyek perkebunan skala besar maupun proyek strategis nasional. Bahkan tidak jarang rakyat menjadi korban kekerasan dan kriminalisasi untuk dan atas nama kepentingan umum dan pembangunan.”
“Hampir semua kasus-kasus ini terjadi dilakukan oleh perusahaan swasta ataupun pemerintah serta penguasa menggunakan dasar pasal-pasal dalam UU Cipta Kerja Nomor 11 tahun 2020.”
Selanjutnya, tentang dalih dinamika global saat ini yang dijadikan dasar alasan diterbitkannya Perppu Nomor 2 tahun 2022, adanya perang Ukraina-Rusia yang terus berkepanjangan hingga menyebabkan kenaikan harga energy dan harga pangan dunia serta agenda pemulihan perubahan iklim (Climate Change) dan terganggunya rantai pasokan (Supply Chain) menyebabkan terjadinya penurunan pertumbuhan ekonomi dunia dan hyper inflasi akan menyebabkan dampak yang signifikan pada perekonomian nasional, menurut organisasi yang dipimpin oleh Rudi Daman ini, justru membuka topeng rezim Jokowi sendiri, menunjukan posisi Indonesia sebagai negara di bawah pemerintahan Jokowi yang tak pernah becus membangun kedaulatan atas tanah air, di atas kemandirian bangsanya sendiri.
Pembangunan infrastruktur, industri, ketenagakerjaan, dan sebagainya, sepenuhnya bergantung terhadap modal asing (kapitalis monopoli asing) serta kaki tanganya di dalam negeri. Indonesia terus diseret dalam pusaran krisis yang diciptakan sendiri oleh negeri-negeri imperialisme, pemberi investasi dan hutang.
“Pembangunan sepanjang dua periode pemerintahan Jokowi menunjukan tidak berarti apa- apa bagi rakyat. Sebab, tidak ada pondasi yang kuat yang dibangun bagi kemandirian negara dalam memajukan rakyatnya kedalam penghidupan yang lebih baik, yang ada justru menggadaikan kedaulatan bangsa, menciptakan bangsa bergantung dan terus didikte oleh kekuatan kapitalis monopoli asing, negara-negara imperialis,” demikian bunyi siaran pers yang dibuat pada tanggal 31 Desember 2022.
Atas terbitnya Perppu Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja, dan atas dasar kenyataan dan kebenaran menuntut Presiden Jokowi agar menarik kembali dan atau mencabut Perppu Nomor 2 Tahun 2022 itu; menuntut Presiden RI Jokowi untuk Menerbitkan Perppu Pencabutan dan/atau Pembatalan secara Permanen Omnibus Law Cipta Kerja (UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja);
menuntut DPR-RI untuk bersama rakyat Indonesia menolak Perppu Nomor 2 tahun 2022, Menolak Perppu ini untuk dijadikan Undang-Undang; endesak dan Menuntut DPR RI untuk menggunakan hak angket guna memeriksa Presiden RI yang telah melanggar Konstitusi, mengabaikan Prinsip Konstitusi, Prinsip Negara Hukum yang demokratis, dan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam pembentukan peraturan perundang-undangan terutama dalam Penerbitan Perppu Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja;
Menuntut Presiden RI dan semua pihak untuk menghentikan praktik pembangkangan terhadap Konstitusi dan mengembalikan semua pembentukan peraturan perundang-undangan sesuai dengan Prinsip Konstitusi, Negara Hukum yang Demokratis, dan Hak Asasi Manusia (HAM).
Melalui pernyataan sikap ini, GSBI berseru kepada seluruh anggota, badan pimpinan, kaum buruh Indonesia, kalangan intelektual, akademisi, praktisi, para profesional demokratis serta seluruh rakyat; kaum tani, masyaratkat adat, pemuda, mahasiswa, pelajar, perempuan, miskin kota untuk bersatu memperkuat persatuan, melakukan langkah bersama, melakukan perlawanan dan menolak Perppu Nomor 2 tahun 2022 serta seluruh kebijakan rezim Jokowi yang anti rakyat, anti demokrasi dan sangat pro serta berkhidmat pada kapitalis monopoli asing (imperialis) dan tuan tanah (oligarki).
(Rob/parade.id)