Jakarta (parade.id)- Ekonomi Sri Lanka dilanda krisis, saat negara itu berjuang dengan krisis kuangan terburuk dalam tujug dekade. Ekonominya menyusut dengan rekor 7,8 persen (tahun lalu).
Produk domestik bruto (PDB) kuartal keempat negara itu mengalami kontraksi sebesar 12,4 persen, menurut angka yang dirilis oleh departemen sensus dan statistik yang dikelola negara pada hari Kamis. Dan pertumbuhan Sri Lanka diperkirakan menyusut 3 persen tahun ini, disampaikan Moody’s Investors Service pada hari Senin tetapi pertumbuhan diperkirakan akan pulih pada tahun 2024.
Akibat krisis ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya memicu protes besar di negara itu, yang memuncak Juli lalu ketika massa menyerbu rumah Presiden Gotabaya Rajapaksa saat itu, dan memaksanya melarikan diri dari negara itu—dan mengundurkan diri.
Sejak saat itu, pemerintahan baru telah bekerja untuk memperbaiki keuangan publik Sri Lanka yang babak belur dan mengamankan bailout Dana Moneter Internasional (IMF) yang sangat dibutuhkan. Demikian dikutip Al Jazeera.
Kontraksi tahun lalu yang terbesar dalam 75 tahun kemerdekaan negara itu dibandingkan dengan pertumbuhan 3,5 persen pada 2021 dan kontraksi 4,6 persen pada 2020 saat pandemi virus corona melanda.
“Itu disebabkan oleh krisis ekonomi yang semakin dalam—gangguan listrik yang sering terjadi, kekurangan bahan bakar, bahan mentah, (dan) mata uang asing”, kata departemen sensus dan statistik dalam sebuah pernyataan.
(Irm/parade.id)