Jakarta (parade.id)- Penanggung Jawab Aksi Nasional KSPI-Partai Buruh, Makbullah Fauzi atau biasa akrab disapa “Buya” mengatakan bahwa sudah tiba waktunya kelas pekerja untuk merebut kekuasaan dengan cara apa pun, termasuk lewat mogok nasional. Hal itu kata dia demi mengembalikan pendulum kebijakan agar kembali ke tengah.
“Adil dan seimbang untuk kaum buruh, kaum petani, kaum nelayan, dan juga adil serta seimbang bagi kelangsungan investasi,” kata dia, dalam keterangan tertulis, kemarin.
Menurut dia, momen itu ada saat ini. Tapi, boleh jadi sebaliknya: tidak sama sekali, tergantung kesadaran buruh dan pekerja.
“Now or never. Hari ini atau tidak sama sekali. Kutipan itu adalah sikap yang kaum buruh dan kelas pekerja di Indonesia wajib mengerti untuk membangkitkan kesadaran akan pentingnya totalitas dalam bergerak dan berjuang, demi mewujudkan cita-cita tertinggi dan harapan mulia dari Partai Buruh, untuk bisa menjadikan republik Indonesia menjadi negara sejahtera,” terangnya.
Menurut dia, kalau kaum buruh dan kelas pekerja bersatu–terjadi kekuatan besar makan hal yang diinginkan akan tercipta. Sebab menurut dia, serasa tidak ada lagi selain buruh dan pekerja yang mengubahnya, pun dengan waktunya.
“Dengan kekuatan yang berjumlah lebih dari 56 juta, memiliki kemampuan untuk mengubah arah bangsa menjadi lebih adil bagi kaum buruh, kaum tani, dan kaum nelayan atau lebih dikenal sebagai wong cilik, yang merupakan bagian dari kelas pekerja saat ini telah amat jauh ditinggalkan oleh rasa keadilan dan kesetaraan kesempatan. Itu karena buah dari kebijakan demi kebijakan para anggota-anggota dewan di Senayan yang turun secara beruntun amat menindas dan amat menyengsarakan–berorientasi keuntungan segelintir kelompok dan segelintir orang,” katanya.
Contoh yang menurutnya terkait di atas dan perlunya merebut kekuasaan adalah kondisi di Kabupaten Subang, Jawa Barat–usai ia melakukan aksi unjuk rasa di sebuah perusahaan milik asing.
Di sana kata dia, petaninya tampak miskin, harga jual gabah tak seimbang, menyoal impor beras saat panen, harga air bersih terbilang mahal dan lainnya.
Padahal, di sana hektare sawah tampak hijau menguning dan ada industri raksasa air bersih dengan air mineral ternama. Tepat di depan mata.
“Hanya satu kalimat itu yang pantas kita sebutkan kepada mereka para pemangku-pemangku kebijakan saat ini yang amat tidak pro kepada kaum buruh, kaum tani dan kaum nelayan: jahat!” tegasnya.
(Rob/parade.id)