Jakarta (parade.id)- Puluhan orang yang mengatasnamakan Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) Jakarta Raya bersama Kaukus Mahasiswa untuk Perubahan (KMUP) menyoal fasilitas umum (Fasum) dan fasilitas sosial (Fasos) yang dikelola oleh PT Jakarta Propertindo dan Jakarta Utilitas Propertindo (JUP), salah satunya yang viral di mana perseteruan Ketua RT dan pemilik ruko di Pluit.
“Kami melakukan pengamatan dan pengkajian sebagai upaya kontrol sosial akibat kesimpangsiuran terkait kepemilikan lahan Fasum dan Sasos, serta patut diduga adanya penjualan aset yang dilakukan,” demikian kata Koordinator GPII dan KMUP, Farid Sudrajat, dalam keterangannya kepada media, Jumat (23/6/2023).
Selain itu Farid mengaku melakukan pengamatan di beberapa aset Jakpro, dengan beragam masalah yang menurutnya tak kunjung dituntaskan baik Jakpro ataupun anak perusahaanya PT JUP.
“Dari pengamatan yang dilakukan bahwa adanya aset yang dikuasai oleh pihak lain tanpa adanya perikatan. Dan banyaknya aset yang tidak terinventarisir dengan jelas, baik aset meliputi Fasum dan Fasos, serta identitas pengembangnya,” ungkapnya.
“Sejalan dengan apa yang menjadi tugas PT JUP selaku anak perusahaan yang melakukan manejemen aset Jakpro, kami menilai Jakpro dan JUP patut diduga lalai dalam menjalankan tugasnya untuk menginventarisir aset sehingga dapat menimbulkan potensi kerugian negara akibat aset yang belum terinventarisir serta dikuasai oleh pihak lain tanpa perikatan,” sambunganya.
Patut diketetahui, kata Farid, bahwa pengelolaan keuangan negara harus bisa menjamin keamanan keuangan negara dan menghindarkan terjadinya kerugian negara.
Menurut UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, kerugian negara adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.
“Dalam konteks menjaga peran aktif mahasiswa dalam melakukan kontrol sosial kami GPII bersama KMUP melakukan survei lapangan untuk mengamati aset pemerintah provinsi yang seharusnya di kelola oleh Jakpro dan JUP.”
“Temuan kami menyatakan bahwa: telah dilakukan pengamatan kepada salah satu objek aset Fasum dan Fasos yang dikuasai pihak lain dengan deskripsi lokasi sebagai berikut: Alamat Lokasi: Jl.Lindung, Penjagalan, Penjaringan, Jakarta Utara; Perkiraan Luas: 3.500 M2; Peruntukuan: Zona Jalur Hijau.”
Pada saat dilakukan survei lapangan Farid mengatakan menemukan adanya sebuah objek aset yang tidak terdaftar dalam inventaris perusahaan dan juga tidak terdapat papan plang pemberitahuan yang sesuai.
“Ketidakadaan inventarisasi dan papan plang pemberitahuan dapat memiliki beberapa implikasi yang perlu diperhatikan: Risiko kehilangan atau pencurian objek aset yang tidak teridentifikasi dan potensi kesalahan dalam manajemen inventaris dan pengawasan aset perusahaan,” katanya.
Berdasarkan poin-poin itu dan hasil dokumentasi melalui pengamatan dapat diketahui kata Farid, bahwa Jakpro dan JUP tidak melakukan penyusunan rencana aksi penyelesaian aset Fasum dan Fasos yang dikuasai pihak lain, beserta upaya lain dengan dilakukannya langkah-langkah pengamanan fisik dan dokumen.
“Perlu diketahui bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara untuk mewujudkan tujuan bernegara menimbulkan hak dan kewajiban negara yang perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan Negara,” katanya.
Pengelolaan keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu dilaksanakan secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, yang diwujudkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Kata Farid, dalam era otonomi daerah, pemerintah telah memberikan kesempatan yang luas bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Dimana pemerintah daerah dapat mengatur sendiri beberapa aspek kehidupan di daerahnya, baik aspek ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial, maupun budaya.
Dalam aspek ekonomi, pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk membentuk suatu BUMD.
Namun katanya, beberapa fakta menunjukan belum optimalnya BUMD baik dari sisi keuangan maupun kinerja.
“Dengan kondisi ini, dan ditambah adanya praktik mismanagement yang mengarah pada inefisiensi dan kecurangan, maka BUMD perlu dan penting untuk melakukan pembenahan sehingga terjadi percepatan pelayanan publik. Jakpro, tercatat sebagai BUMD Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang bergerak di tiga bidang bisnis yaitu properti, infrastruktur dan utilitas,” paparnya.
Sejarah Jakpro berawal dari Pluit, Jakarta Utara. Perusahaan properti dan infrastruktur milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ini awalnya sebuah Badan Pengelola Lingkungan (BPL) yang didirikan pada tahun 1960 dengan tanggung jawab mengelola kawasan Pluit. Selanjutnya pada September 1997 didirikan PT Pembangunan Pluit Jaya dengan limpahan aset dari eks BPL Pluit.
Kemudian setelah merger dengan PT Pembangunan Pantai Utara Jakarta, PT Pembangunan Pluit Jaya berubah menjadi PT Jakpro pada 15 Desember 2000 sebagai subholding bagi Badan Usaha Milik Daerah bidang properti milik Pemerintah DKI Jakarta.
Selain itu Jakpro juga mengembangkan usahanya dengan mendirikan PT JUP, yang telah ditugaskan untuk mengelola kebutuhan DKI Jakarta dalam distribusi minyak & gas, manajemen aset & properti, pabrik pengolahan air, manajemen parkir, pembangkit listrik.
“Salah satu tugas PT JUP mengelola asset & properti milik PT Jakpro berupa lahan dan bangunan, serta perawatan ruang terbuka hijau” ungkapnya.
(Verry/parade.id)