Jakarta (parade.id)- Dalam unggahan di kanal YouTube-nya Senin (10/11/2025), pengamat politik Rocky Gerung menyoroti kontroversi penetapan mantan Presiden Soeharto sebagai pahlawan nasional yang dijustifikasi dengan hasil survei dari lembaga KedaiKOPI pimpinan Hendri Satrio. Survei tersebut menyatakan 80,7 persen responden menyetujui pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto.
“Politik akhirnya hanya ditentukan oleh hasil survei. Kita mulai menduga bahwa ada semacam upaya untuk bukan sekadar memalsukan sejarah, tapi membuat sejarah itu berubah menjadi permainan survei. Sejarah menjadi permainan statistik,” ujar Rocky Gerung.
Rocky mengkritisi sikap diam para menteri yang berasal dari kalangan kiri yang mengiyakan hasil survei tersebut tanpa memberikan kontranarasi. Menurutnya, politik Indonesia kini ditentukan oleh algoritma lembaga survei, bukan oleh imperatif moral dan determinasi etis.
“Sekarang kita dituntun oleh semacam algoritma lembaga survei bahwa apa yang kita sebut matematika itu sebetulnya hanyalah upaya untuk memberi pembenaran pada satu nilai politik,” jelasnya.
Ia menyebut terdapat orkestrasi yang terlihat jelas, di mana aktivis dan organisasi kemasyarakatan (OKP) kompak mendukung penetapan tersebut. “Jadi kita mulai lihat ada orkestrasi tepatnya yang akan membrukkan negeri ini karena nilai atau etika dalam politik itu terabaikan atau terjual oleh hasil lembaga survei,” kritik Rocky.
Rocky melihat adanya operasi pengiringan opini publik melalui lembaga survei, mirip dengan pola yang terjadi selama satu dekade pemerintahan Jokowi. Ia menilai kebimbangan dan ketidakpahaman publik tentang sejarah dimanfaatkan, kemudian “dibenamkan di dalam statistik.”
“Politik itu bukan jumlah responden atau margin of error yang bisa dipermainkan. Tapi politik adalah soal imperatif moral. Politik adalah soal determinasi etis,” tegasnya.
Pengamat politik ini menekankan bahwa sejarah yang baik bukanlah sejarah yang mengingat para pahlawan, melainkan sejarah yang mengingat para pengkhianat. “Sejarah yang bagus, sejarah yang benar itu sejarah yang etis bukan mengingat para pahlawan, tapi mengingat para pengkhianat,” ujarnya.
Rocky mengakui bahwa Soeharto memiliki catatan prestasi dalam pembangunan, bahkan menyebutnya melampaui semua mantan presiden dalam soal infrastruktur. Indonesia tumbuh 7-8 persen di era Orde Baru dengan keberhasilan ekstraktif industri yang dialihkan menjadi sekolah, jalan, dan irigasi.
Namun, ia mengingatkan bahwa pada masa itu juga tumbuh kritik dari gerakan kiri yang menganggap Indonesia berada dalam bahaya militarisme dan kapitalisme birokrat. Catatan buruk rezim Orde Baru, termasuk pengendalian politik otoritarian, tidak bisa diabaikan.
Rocky juga menyoroti paradoks antara penetapan Soeharto sebagai pahlawan dengan visi sosialisme Indonesia yang diusung Presiden Prabowo. “Sistem Orde Baru tentu bukan sistem sosialis,” katanya.
Ia menilai bahwa selama 10 tahun pemerintahan Jokowi, perdebatan intelektual menjadi pundah dan lumpuh, tidak ada diskursus deliberatif yang menghasilkan konsep bermutu. Euforia pada Jokowi menjadi “grammar politik Indonesia” yang dimanfaatkan lembaga survei.
“Negeri ini punya banyak kesempatan untuk tumbuh tetapi dikendalikan oleh kaum oportunis,” pungkas Rocky Gerung sambil mengajak untuk mengenang bukan kepahlawanan, tetapi para pengkhianat di balik isu-isu kepahlawanan.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pemerintah atau lembaga survei KedaiKOPI terkait kritik Rocky Gerung tersebut.*
![Sejarah Dijadikan “Permainan” Survei [KedaiKOPI] dalam Penetapan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional](https://parade.id/wp-content/uploads/2025/11/19817312-898A-4430-861C-CCAF56E21581.jpeg)


![Sejarah Dijadikan “Permainan” Survei [KedaiKOPI] dalam Penetapan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional](https://parade.id/wp-content/uploads/2025/11/19817312-898A-4430-861C-CCAF56E21581-120x86.jpeg)



