Jakarta (parade.id)- Dalam rapatnya semalam, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh akhirnya memutuskan aksi serempak di seluruh Indonesia diubah menjadi hari Senin tanggal 24 November 2025, yang tadinya direncanakan tanggal 22 November 2025.
Presiden KSPI yang juga Presiden Partai Buruh Said Iqbal menjelaskan, alasannya, tanggal 22 November 2025 adalah hari libur yang jatuh pada hari Sabtu. Dengan demikian, berarti istana dan DPR RI juga libur. Sehingga aksi dianggap tidak efektif yang akhirnya disepakati aksi akan dilaksanakan 24 November 2025.
Dalam aksinya, buruh menolak kenaikan upah minimum versi Menaker yang diperkirakan hanya naik dikisaran 90 ribu per bulan. Angka ini didapat dari nilai inflansi 2,65 persen, pertumbuhan ekonomi 6,12 persen dalam rentang waktu Oktober 2024 hingga September 2025. Maka dengan rumus sesuai putusan MK No 168 Tahun 2024, didapat kenaikan upah minimum 2026 versi Menaker adalah 3,75 persen.
“Rata-rata upah minimum per bulan di Indonesia (rata-rata 38 provinsi) adalah tidak lebih dari Rp 3 juta per bulan. Maka rata-rata kenaikan upah minimum adalah di kisaran 90 ribu per bulan,” ujar Said Iqbal dalam keterangan tertulisnya yang diterima media, Kamis (20/11/2025).
Sedangkan buruh menjelaskan, ada tiga opsi kemungkinan kenaikan upah minimum yang dapat dinegosiasikan. Pertama, tuntutan awal buruh sebesar 8,5 sampai 10,5 persen. Kedua, sebesar 7,77 persen yang berasal dari perhitungan 2,65 inflansi ditambah 1,0 indeks tertentu dikalikan 5,12 pertumbuhan ekonomi.
“Ketiga, tetap menggunakan sekurang-kurangnya kenaikan upah minimum sebesar 6,5 persen berdasarkan kenaikan upah minimum tahun lalu yang telah diputuskan oleh Bapak Presiden Prabowo Subianto. Hal ini karena data makro ekonomi, seperti inflansi dan pertumbuhan ekonomi tahun ini hampir sama nilainya dengan tahun lalu.”
Menurut Iqbal, langkah aksi ini merupakan konsekuensi logis dari sikap pemerintah yang dinilai mengabaikan kepentingan kelas pekerja dan berpotensi memaksakan nilai kenaikan upah dengan indeks tertentu yang rendah, sehingga berdampak langsung pada penurunan daya beli buruh di seluruh Indonesia.
Said Iqbal menegaskan, bahwa aksi ini merupakan gerakan nasional yang akan dilakukan secara serentak di kota-kota industri. Iqbal menjelaskan bahwa untuk wilayah Jakarta, aksi dipusatkan di Istana Negara atau di DPR RI pada tanggal 24 November 2025. Menurutnya, keputusan final apakah aksi dipusatkan di Istana atau DPR RI ditentukan sesuai dinamika lapangan. Di Jakarta sendiri diperkirakan sebanyak lima belas ribu buruh akan ikut serta melakukan aksi nasional tersebut.
Sementara itu, di Bandung, aksi akan berlangsung di Gedung Sate, Jawa Barat. Di Serang aksi dilakukan di Kantor Gubernur Provinsi Banten. Di Semarang massa buruh akan melakukan aksi di Kantor Gubernur Jawa Tengah. Di Surabaya aksi sentral dipastikan berlangsung di Kantor Gubernur Jawa Timur dan diperkirakan mencapai lebih dari sepuluh ribu peserta aksi karena wilayah tersebut termasuk salah satu kawasan industri terbesar.
Selanjutnya aksi juga dilakukan di Batam, Kepulauan Riau, di depan Kantor Wali Kota Batam. Iqbal menegaskan bahwa aksi juga dilakukan di Banjarmasin, Kalimantan Selatan di depan Kantor Gubernur Banjarmasin serta di Samarinda, Kalimantan Timur di kantor gubernur wilayah tersebut.
Tidak berhenti di wilayah barat dan tengah Indonesia, aksi besar juga akan dilangsungkan di Banda Aceh, Aceh, kemudian di Kota Medan di Provinsi Sumatera Utara, dilanjutkan di Kota Bengkulu di Provinsi Bengkulu, kemudian akan dilakukan di Pekanbaru, Provinsi Riau. Aksi turut dilakukan di Sulawesi Selatan yang disebut Iqbal sebagai wilayah militansi tinggi dengan sentral aksi berada di Kota Makassar. Iqbal juga menyebut aksi di Morowali, Sulawesi Tengah, yang akan dilakukan di kantor Bupati Morowali. Selain itu aksi dipastikan berlangsung di Manado, Sulawesi Utara dan di Konawe, Sulawesi Tenggara sebagai wilayah industri berbasis pertambangan dan manufaktur.
Untuk wilayah timur, aksi juga akan berlangsung di Ternate, Maluku Utara, kemudian di Ambon, Maluku, serta di Mimika, Papua Tengah sebagai wilayah operasi pertambangan besar, dilanjutkan dengan aksi buruh di Merauke, Papua Selatan. Kemudian buruh dari wilayah Nusa Tenggara Timur melakukan aksi di Kota Kupang dan buruh di wilayah Nusa Tenggara Barat akan bergerak melaksanakan aksi di Lombok atau Mataram. Iqbal menegaskan bahwa selain kota-kota yang sudah disebutkan, masih banyak kota industri lain yang siap bergabung karena rangkaian aksi ini berskala nasional dan menyentuh semua basis buruh industri di Indonesia.
Iqbal menyampaikan bahwa aksi ini menjadi bentuk peringatan keras kepada pemerintah agar tidak gegabah dalam menentukan formula pengupahan serta tidak tunduk kepada tekanan oligarki pengusaha. Ia menyebutkan bahwa buruh tidak sedang meminta sesuatu yang berlebihan, tetapi menuntut penghormatan terhadap kesejahteraan dan martabat pekerja. Menurutnya, apabila kebijakan yang diumumkan pemerintah tidak sesuai harapan dan tidak memperhatikan keadilan penghasilan pekerja, maka aksi besar kedua akan dilanjutkan sebagai kelanjutan sikap politik perjuangan buruh.*







