Jakarta (PARADE.ID)- Kita bahas tentang JEDI kali ini. Apa itu? Bukan Jedi-nya star wars, melainkan, Jakarta Emergency Dredging Initiative. Atau Prakarsa Pengerukan Kedaruratan Jakarta. Hal ini harus dibahas, mengingat ada yg tetap tidak paham2 juga, duuh, malah berselancar begitu indah di atasnya. Berikut hikayatnya:
Pasca banjir besar 2007, Gubernur waktu itu bilang, 40 tahun lebih, sungai2 di Jakarta tidak pernah di-keruk. Maka itu mesti dilakukan, agar banjir Jakarta tidak parah. Akhir tahun 2009, Bank Dunia menawarkan bantuan 135 juta dollar. Alias setara 2 trilyun untuk proyek ini.
Januari 2012, tanda-tangan kontrak dilakukan, nilai PINJAMAN lunak dari Bank Dunia itu bertambah jadi 139 juta dollar, tambahan 50 juta dollar lainnya dari pemerintah. Total jenderal 189 juta dollar. Maka dimulailah pengerukan tsb. Itu tdk sesederhana yg kalian lihat, karena proses ini otomatis menggusur siapapun yg berada di atas, tepi sungai. Ribuan KK digusur, proyek terus melesat. Lebih2 saat Pilkada Jakarta 2012 memilih gubernur baru dan wagubnya, yang gerak cepat, taktis, hajar habis itu penduduk bantaran sungai. Sikat.
Dimana lumpur, tanah hasil kerukan ini dibuang? Di dekat Ancol. Bertahun2 berlalu, sejak 2012, sampai hari ini, terbentuklah pulau seluas 20 hektare tsb. Konon katanya ada 3,4 juta kubik sudah di sana.
Pakai duit siapa proses pengerukan ini? Hutang dari Bank Dunia. Lantas siapa yang mendapatkan lahan ini? Kok yg dapat malah perusahaan?
Dan fantastisnya, katanya, mau ditambah jadi total 155 hektare. Mari berhitung, butuh 8 tahun utk dapat 20 hektare. Maka, itu berarti akan butuh 48 tahun baru genap 155 hektare. Dan jangan keliru, tanah ini numpuk saat era 2012-2017 loh. Itu kerjaan gubernur lama. Baiklah, mungkin jin bisa dipanggil biar cepat jadi, semua sungai dikeruk sampai sedalam2nya agar genap 155 hektare.
Foto yg dilampirkan di postingan ini adalah peta JEDI dari bank dunia. Silahkan lihat foto, lokasi sungai yang dikeruk, lokasi tempat naruh tanahnya.
Siapa yang akan membayar hutang pinjaman bank dunia atas proyek JEDI ini dulu? Rakyat. Maka seharusnya, setiap jengkal tanah ini, adalah hak rakyat. Dan jangan lupa, dari tumpukan tanah 20 hektare ini, sebaiknya dibangun monumen penggusuran ribuan KK dari bantaran sungai. Dulu, wah, dramatis sekali soal penggusuran ini.
Siapa yang mengerjakan JEDI ini? Kalian tahu jawabannya. Jangan mudah sekali menerima penjelasan sesuatu, yang dibungkus ini-itu jadi indah.
Ketahuilah, dalam hikayat reklamasi, itu tidak pernah luput dari sejarah menyedihkan. Selalu ada yang menangis di sana. Sayangnya, juga ada yg selalu tertawa terbahak-bahak.
*di luar sana, ada banyak sekali aktivis2 yg lebih paham soal ini, tahu sejarah, dll. semoga mereka mau memperbaiki info2 di tulisan ini jika tdk akurat.
**dan monggo kalau mau ditanyakan ke sebelah ono, siapa tahu dia ada lagi penjelasan lebih mantapnya.
***Lantas apa solusinya? gampang, 20 ha kasih utk publik, bukan elu kasih ke Ancol. jadikan lahan terbuka umum, gunakan APBD jakarta yg puluhan trilyun itu. gratis buat rakyat. biaya perawatan dll dari APBD. Jakarta akhirnya punya pantai terbuka utk umum, sudah mirip dengan negara2 maju. rencana 135 ha, batalkan! ancol itu baik2 saja. biar mereka mikir sendiri. simpel toh.
Solusi ini sudah ditulis sejak kemarin2 bambang, elu sj yg nggak paham2 juga. dan jangan lupa, bikin prasasti penggusuran di sana. bukan museum nabi. dan jangan lupa lagi: hentikan total reklamasi baru apapun. ngurus history yg lama saja masih ribet, eh elu mau nambahin.
*Tere Liye, penulis novel “Negeri Para Bedebah”