Jakarta (PARADE.ID)- Ekonom Faisal Basri tampak merasa prihatin dengan perhatian pemerintah ke bidang pertanian, khusus sub tanaman pangan yang hanya dibantu Rp10 triliun untuk pemulihan. Padahal, kata dia, kontraksi sub ini mencapai 10,34 persen, nomor dua terparah setelah transportasi udara (13 persen).
“Tapi tidak ada satu pos pun dialokasikan untuk pemulihan ekonomi tanaman pangan. Saya ngomong begitu sama pemerintah,” kata dia, Selasa (28/7/2020), ketika webinar yang diadakan oleh INDEF.
Namun respon pemerintah setelah ia menyampaikan hal itu tampaknya di luar harapan.
“Lantas direspon oleh pemerintah: ‘Udah, petaninya kita berikan BLT saja’. Tapi itu kan kewajiwaban pemerintah untuk oramg miskin, kan? Ini kan untuk kegiatan usahanya, supaya tidak korporasi saja,” tambah ekonom senior INDEF itu.
Dalam pengamatan dia, daerah adalah yang terdampak paling parah di kondisi seperti sekarang. Maka adalah aneh bila dalam penanganannya justru seperti itu.
“Semua terdampak sangat berat. Sehingga kita lihat pendapatan asli daerah tahun 2019 tidak sampai 10 persen pendapatan negara itu. Jadi tuh udah dikeruk habis sama pemerintah Pusat,” katanya.
Padahal sumber pendapatan utama provinsi itu menurut dia hanya dari pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama saja. Kemudian untuk Kabupaten/Kota, sumber pendapatan utamanya adalah dari pajak hotel dan restoran.
(Robi/PARADE.ID)