Jakarta (PARADE.ID)- Politisi PKS Mardani Ali Sera menilai, bahwa bubarnya Kemenristek, Badan Riset dan Inovasi-Nasional (BRIN) yang jadi badan otonom menunjukkan lemahnya visi pemerintah tentang peran riset dan inovasi dalam pembangunan. Itu artinya, menurut dia, semakin jauh kita mewujudkan Indonesia maju melalui Nawacita dan visi Indonesia 2045, karena riset dan inovasi merupakan syarat utama.
“Keputusan ini tentu menimbulkan kekecewaan, terutama dari kalangan masyarakat yg paham peran riset dan inovasi dalam pembangunan. Nasi sudah menjadi bubur, konsekuensi dan implikasi dari keputusan tsb mesti segera dipikirkan.
Ada beberapa pesan setidaknya,” kata Mardani, Jumat (16/4/2021), melalui akun Twitter-nya.
Salah satu hal yg mesti dituntaskan, di antaranya menyusun kebijakan untuk mengokestrasi riset dan inovasi sebagai ujung tombak pembangunan.
“Ada infrastruktur, vaksin Merah-Putih & Nusantara, roadmap kendaraan bermotor listrik dll. Strategi dirumuskan, jgn setengah2 krn kita sedang tidak ‘kejar tayang’.”
Hal ini, katanya, mesti diingatkan sejak awal, karena kita tak ingin pendidikan, ristek sampai inovasi berjalan seadanya atau bahkan berantakan.
“Mengingat tugas berat menanti Kemendikbud-Ristek yang memiliki tanggung jawab dari hulu (pendidikan usia dini,dasar,menengah) sampai ke hilir (vokasi,pendidikan tinggi,riset,teknologi,inovasi).”
Selain itu, nasionalisme mesti kita utaman, misalnya menjadikannya produk riset untuk bangsa Indonesia dan tidak menjadikan kita sebagai kelinci percobaan saja.
Langkah lainnya adalah reward maksimal dari setiap usaha penunjang Ristek. Ketiadaan lembaga (kementerian) bukan berarti penghilangan concern.
“Pembubaran BRIN mesti diikuti dgn redefinisi Ristek nan inovatif. Hrs ada alat ukur baru dlm spirit ristek kita, krn ristek adl jiwa negara yg ingin maju.”
Tanpanya, kata Ketua DPP PKS itu, kita justru akan semakin terpuruk karena minim temuan dan inovasi. Swasta juga perlu dilibatkan dalam hal ini dengan koridor yang ketat.
Hal lainnya, lanjut dia, yakni segera menyusun organisasi BRIN yang blm selesai sejak dibentuk melalui Perpres No 74/2019. Profesionalisme, menampung kepentingan riset dan inovasi harus tercermin dari struktur tersebut.
Para Deputi, katanya, setidaknya mesti diisi kalangan profesional yang punya kemampuan riset dan inovasi yang mumpuni dari bidangnya.
“Krn ke dpn, BRIN jd wadah bagi akademisi, ilmuwan, smp inovator yg ada di negeri ini. Hrs digaris bawahi, BRIN merupakan pelaksana,jd jgn bebankan fungsi kbjkn pd BRIN.”
“Bs menambah kegaduhan yg tak perlu krn rentan penyelewengan kekuasaan & mengacaukan prinsip tata kelola yg baik.”
Aspek pembinaan peneliti menurut dia juga perlu pemerintah rumuskan, karena selama ini hanya diserahkan pada mekanisme pasar. Imbasnya ketertarikan para sarjana baru memilih profesi peneliti dan menggeluti dunia riset kian merosot.
“Bangun kultur riset yang kondusif bagi pengembangan iptek sehingga riset bisa berujung pada inovasi.”
(Rgs/PARADE.ID)