Jakarta (PARADE.ID)- Pengamat politik Hendri Satria tampak mendoakan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas agar sadar kekeliruan yang dibuat perihal, yang disebutnya membandingkan suara azan dengan gonggongan anjing.
“Saya sampaikan kesedihan Saya atas aturan baru yang dikeluarkan Menag Yaqut tentang pengeras suara Mesjid apalagi membandingkan suara adzan dengan gonggongan anjing. Kenapa Anda begitu Pak Menag?” tulis Hendri, kemarin, di akun Twitter-nya.
“Apakah ada umat beragama lain yang menjadikan gonggongan anjing sebagai penanda waktu Ibadah? Monggo Pak @jokowi Saya sarankan untuk tegur keras Menag. Terima Kasih.”
Menurut Hendri, bila kita bicara toleransi, kenyataannya hal itu sudah ada sejak dulu. Dimana lunan suara azan menghiasi kehidupan berbangsa kita.
“Aturan ini justru menjauhkan Indonesia dari toleransi beragama yang sudah dibangun sejak Indonesia berdiri. Wahai Pak Menag Saya sedih sekali mengetahui pemahaman anda tentang toleransi ternyata tipis #Hensat.”
Azan itu, kata Founder lembaga survei KedaiKopi, adalaj panggilan Ibadah. Penanda masuk waktu salat bagi umat Islam.
“Apakah ada umat beragama lain yang panggilan untuk ibadahnya menggunakan gonggongan anjing? Menag Yaqut harus paham tentang ini. Sesungguhnya Menteri Yaqut tipis sekali pemahamannya tentang toleransi #Hensat.”
Sebagai informasi, ucapan Menag Yaqut itu saat menghadiri acara di Gedung Daerah Provinsi Riau, Rabu (23/02). Menag Yaqut menilai suara-suara Toa di masjid selama ini adalah bentuk syiar. Hanya, jika menyala dalam waktu bersamaan, akan timbul gangguan.
Yaqut mengatakan perlu peraturan untuk mengatur pengunaan waktu alat pengeras suara tersebut baik setelah atau sebelum azan berkumandang.
Baginya pedoman ini bertujuan juga untuk meningkatkan manfaat dan mengurangi hal yang tidak bermanfaat, sebab di daerah di Indonesia yang mayoritas Muslim, hampir di setiap 100-200 meter terdapat masjid atau musala.
“Kita bayangkan, saya Muslim saya hidup di lingkungan nonmuslim, kemudian rumah ibadah mereka membunyikan toa sehari lima kali dengan keras secara bersamaan, itu rasanya bagaimana?” ucapnya.
“Contohnya lagi, misalkan tetangga kita kiri kanan depan belakang pelihara anjing semua, misalnya menggonggong di waktu yang bersamaan, kita terganggu tidak? Artinya semua suara-suara harus kita atur agar tidak menjadi gangguan,” ujarnya, dikutip inilah.com.
Yaqut menegaskan alat pengeras suara di masjid/musala dapat terpakai, namun perlu aturan agar tidak ada yang merasa terganggu. Dan agar niat menggunakan pengeras suara sebagai sarana untuk syiar dan tepat terlaksana, tanpa harus mengganggu umat beragama lain.
(Rob/PARADE.ID)