Jakarta (parade.id)- Tim pengacara Ferdy Sambo menyampaikan eksepsi atas dakwaan di kasus pembunuhan Brigadir J. Dalam eksepsinya, tim kuasa hukum Ferdy Sambo menyebut dakwaan Ferdy Sambo tidak jelas.
Tim kuasa hukum menyoroti dakwaan itu tidak menjelaskan senjata apa yang digunakan oleh Sambo apabila ikut menembak Brigadir J.
“Penuntut Umum dalam menguraikan dakwaan tidak menjelaskan dengan rinci, seandainya atau seumpama (quod non/padahal tidak) Terdakwa menembak korban, Penuntut Umum tidak menjelaskan senjata apa yang digunakan oleh Terdakwa,” kata tim pengacara Ferdy Sambo, di PN Jaksel, Jl Ampera Raya, Senin (17/10/2022).
“Padahal dalam Surat Dakwaan sejak awal Penuntut Umum tampak yakin dalam menyebutkan beberapa jenis senjata, namun dalam peristiwa tersebut Penuntut Umum sama sekali tidak menyebutkan atau menjelaskan senjata yang digunakan Terdakwa jika seandainya (Quod Non/Padahal Tidak) Terdakwa melakukan apa yang dituduhkan Penuntut Umum tersebut,” imbuhnya.
Tim kuasa hukum Ferdy Sambo menyoroti dakwaan jaksa yang tidak memaparkan senjata apa yang dipakai Ferdy Sambo jika turut menembak Brigadir J. Demikian dikutip detik.com.
“Sejatinya jika hal yang diuraikan Penuntut Umum memang berdasarkan fakta, maka sudah sepatutnya Penuntut Umum dapat menguraikan peristiwa tersebut dengan jelas dan lengkap. Sehingga dengan terdapatnya kekosongan atau ketidaklengkapan rangkaian peristiwa ini membuat seolah-olah Penuntut Umum hanya berasumsi dan menyimpulkan peristiwa tersebut dan memaksakan untuk membangun peristiwa berdasarkan asumsi Penuntut Umum sendiri,” tuturnya.
Dalam eksepsinya, terdapat kronologi versi Sambo yang diungkap tim kuasa hukumnya. Ferdy Sambo disebut emosional mendapatkan laporan dari Putri atas kejadian di Magelang.
Kemudian di rumah Duren Tiga pada pukul 17.10, Terdakwa Ferdy Sambo memanggil Richard Eliezer dan Kuat Ma’ruf untuk turun dari lantai 2 dan berkumpul di dekat meja makan. Lalu Terdakwa Ferdy Sambo menyuruh Kuat Ma’ruf memanggil Ricky Rizal dan Norfriansyah Yosua Hutabarat yang berada di luar rumah untuk menghadap Terdakwa Ferdy Sambo yang berada di dekat meja makan.
Sesaat setelah menghadap, Brigadir J kemudian ditanyakan oleh Terdakwa Ferdy Sambo, “Kamu kenapa tega kurang ajar ke ibu?” yang dijawab, “Kurang ajar apa, Komandan?”
Kemudian Terdakwa Ferdy Sambo kembali menjawab, “Kamu kurang ajar sama ibu.” Nopriansyah Yosua Hutabarat dengan nada menantang kembali menjawab, “Ada apa, Komandan?”
“Merespons jawaban Nopriansyah Yosua Hutabarat yang menantang, secara spontan Terdakwa Ferdy Sambo menyampaikan kepada Richard Eliezer, “Hajar, Chard”. (vide BAP lanjutan Ricky Rizal Hal. 6-7 angka 131 tertanggal 8 Agustus 2022, BAP tambahan Ferdy Sambo Hal. 3 Paragraf 5 tertanggal 8 September 2022, dan BAP Tambahan Kuat Ma’ruf Hal. 8 angka 7 tertanggal 8 September 2022,” ujar tim kuasa hukum Ferdy Sambo.
Kemudian mendengar perintah Sambo itu, justru Bharada E menembak Brigadir J menggunakan senjata Glock 17 berwarna hitam sehingga menyebabkan Brigadir J terjatuh.
“Mendengar perkataan itu, Richard Eliezer kemudian melesatkan tembakan beberapa kali ke arah Nopriansyah Yosua Hutabarat dengan menggunakan senjata Glock 17 berwarna hitam,” katanya.
Tim kuasa hukum menyebut Ferdy Sambo kaget dan panik melihat penembakan yang dilakukan Richard Eliezer. Selanjutnya Ferdy Sambo secara spontan langsung menembak ke arah dinding dengan senjata jenis HS, Ferdy Sambo mengklaim tindakannya untuk melindungi Bharada Richard Eliezer.
“Terdakwa Ferdy Sambo yang kaget dan panik melihat penembakan yang dilakukan Richard Eliezer tersebut, kemudian secara spontan mengambil senjata jenis HS yang berada di belakang punggung Nopriansyah Yosua Hutabarat lalu kemudian melesatkan beberapa tembakan ke dinding. Setelah itu dirinya meletakkan kembali senjata HS tersebut di samping tubuh Nopriansyah Yosua Hutabarat,” katanya.
Setelah itu, Ferdy Sambo meletakkan kembali senjata HS tersebut di samping tubuh Brigadir J. Ia lalu memanggil ambulans.
“Aksi spontan Terdakwa Ferdy Sambo melakukan penembakan ke dinding karena Terdakwa Ferdy Sambo berpikir untuk melindungi dan menyelamatkan Richard Eliezer dari tuduhan pembunuhan,” katanya.
“Terdakwa Ferdy Sambo yang sedang kalut, merasa bahwa dengan membuat cerita seolah-olah terjadi tembak menembak, maka nantinya Richard Eliezer bisa lolos dari proses hukum,” imbuhnya.
Dakwaan JPU
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkap peran mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo atas kematian Brigadir Yosua atau Brigadir J, di Pengadilan Negeri Jakarra Selatan (PN Jaksel), Senin (18/10/2022). Menurut JPU, Sambo ikut menembak Brigadir J.
Dalam dakwaan JPU, terungkap setidaknya ada lima peluru yang ditembakkan ke tubuh Brigadir J dalam eksekusi di Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022). Satu di antaranya adalah peluru pamungkas yang ditembakkan oleh Sambo secara langsung ke kepala Brigadir J.
“Untuk memastikan benar-benar tidak bernyawa lagi, terdakwa Ferdy Sambo yang sudah memakai sarung tangan hitam menggenggam senjata api dan menembak sebanyak satu kali mengenai tepat kepala bagian belakang sisi kiri korban Nofriansyah Yosua Hutabarat hingga korban meninggal dunia,” bunyi dakwaan yang dibacakan JPU.
Tembakan itu menembus kepala bagian belakang melalui hidung dan mengakibatkan adanya luka bakar pada cuping hidung sisi kanan luar. Lintasan anak peluru mengakibatkan rusaknya tulang dasar tengkorak pada dua tempat yang mengakibatkan kerusakan tulang dasar rongga bola mata bagian kanan dan menimbulkan resapan darah pada kelopak bawah mata kanan Brigadir J.
Selain itu, lintasan anak peluru lainnya menimbulkan kerusakan pada batang otak. Brigadir J pun tewas sekitar pukul 17.16 WIB, Jumat 8 Juli 2022.
Tembakan yang dilesatkan Sambo itu adalah peluru terakhir yang menghantam tubuh Yosua. Beberapa saat sebelumnya, Richard Eliezer Pudihang Lumiu terlebih dahulu menembak setidaknya tiga hingga empat peluru ke tubuh Yosua atas perintah Sambo.
Eksekusi akhir oleh Sambo ini bukan tanpa persiapan. Pembunuhan sudah direncanakan beberapa jam sebelumnya.
Sambo sudah mengenakan sarung tangan hitam ketika berada di Rumah yang beralamat di Sanguling 3, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan. Saat itu, rencana pembunuhan sedang disusun.
Sarung tangan itu sudah dikenakan oleh Sambo saat memerintahkan ajudannya, Ricky Rizal Wibowo, mengambil senjata milik Yosua yang sudah dia amankan di mobil Lexus sejak dari Magelang. Senjata api jenis HS milik Yosua lalu diserahkan kepada Sambo yang kemudian dipegangnya dengan menggunakan sarung tangan.
“(Mengenakan sarung tangan) sebagai bagian dari persiapan pelaksanaan merampas nyawa korban Norfiansyah Yosua Hutabarat,” terang JPU.
Sarung tangan yang sama juga terlihat saat Sambo tiba di rumah Duren Tiga, lokasi Yosua dieksekusi. Saat ia keluar dari mobil, senjata HS milik Yosua yang dibawanya sempat jatuh.
Dia memungut senjata tersebut menggunakan tangan yang sudah dibalut sarung tangan hitam. Sambo pun menggunakan senjata Yosua dengan sarung tangan untuk merekayasa tembakan di lokasi kejadian.
Seolah-olah ada baku tembak Eliezer dan Yosua. Dipicu oleh teriakan Putri yang dilecehkan oleh Yosua.
Setelah Yosua tewas, senjata HS itu pun disimpan di dekat tangan korban.
“Dengan akal liciknya untuk menghilangkan jejak serta untuk mengelabui perbuatan merampas nyawa korban,” kata JPU.
Atas perbuatannya, Sambo dijerat dengan Pasal 340 atau Pasal 338 KUHP atau juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Ancaman hukumannya, maksimal hukuman mati.
Tak sendiri, Sambo didakwa bersama empat orang lainnya yang diduga turut terlibat dalam pembunuhan berencana. Mereka adalah Putri Candrawathi selaku istrinya, Richard Eliezer, Kuat Ma’ruf selaku sopirnya, dan Ricky Rizal Wibowo.
(Rob/parade.id)