Amerika Serikat (PARADE.ID)- Kematian pria berkulit hitam asal Amerika Serikat, George Floyd, Senin (25/5/2020) lalu memicu aksi protes di sejumlah wilayah di Amerika Serikat. Siapa sangka kasus tersebut juga rupanya membuat sejumlah peretas (hacker) “marah besar” dengan melancarkan aksinya secara online. Berdasarkan laporan terbaru yang dirilis oleh firma keamanan siber Cloudflare, ada kurang lebih 135 miliar serangan siber (cyberattack) pada akhir pekan lalu, tepatnya pada tanggal 30 dan 31 Mei. Angka tersebut meningkat 17 persen dibanding periode yang sama bulan lalu (25 dan 26 April), di mana Cloudflare mencatat “hanya” ada sekitar 116 miliar serangan siber. Lebih spesifik, sejumlah situs web milik pembela hukum dan advokat (Advocacy Groups), termasuk aneka situs anti-rasisme, terpantau mengalami peningkatan serangan siber hingga 1.120 kali lipat. Adapun jumlah serangan siber terhadap situs-situs tersebut mencapai 120 juta serangan. Hal ini menjadi menarik lantaran pada periode yang sama bulan lalu, serangan siber terhadap situs-situs Advocacy Groups ini nyaris nihil.
Menurut pihak Cloudflare, jenis cyberattack yang dilancarkan oleh para peretas berupa serangan Distributed Denial of Service ( DDoS), atau serangan serupa yang mencoba untuk melumpuhkan sebuah situs atau aplikasi. Diketahui, DDoS sendiri merupakan serangan paket data dalam jumlah besar ke sebuah server. Masifnya jumlah paket data yang diterima dalam waktu bersamaan bisa mengakibatkan server melambat, bahkan tumbang. Selain kategori situs Advocacy Groups, jumlah peretasan terhadap situs-situs milik pemerintahan juga diklaim turut meningkat.
Sebagaimana dirangkum KompasTekno dari Cloudflare.com, Sabtu (6/6/2020), serangan siber terhadap situs pemerintahan di 30 dan 31 Mei meningkat 1,8 kali lipat dibanding minggu terakhir di bulan April. Di samping itu, jumlah serangan siber terhadap situs-situs militer juga ikut melonjak 3,8 kali lipat dibanding bulan April lalu. Terkait serangan siber, pihak Cloudflare mengatakan bahwa peningkatan semacam ini lumrah terjadi. Apalagi jika ada kasus kerusuhan seperti yang ramai terjadi di AS belakangan ini. “Seperti kita tahu, protes dan kekerasan yang terjadi di dunia nyata biasanya disertai dengan serangan di internet,” ujar pihak Cloudflare. “Jika melihat kejadian yang sudah-sudah, orang-orang yang menentang penindasan, sayangnya, akan terus dijejali dengan serangan siber yang bakal bikin mereka bungkam,” pungkas Cloudflare.
(Robi/kompas/PARADE.ID)